Pesantren Cianjur Raih Juara Umum MQK 2023 Tingkat Jawa Barat

Santri Pondok Pesantren Mifatahulhuda Al-Musri’ meraih juara 3 dalam rangka Lomba Musabaqoh Qiroatul Kutub yang di buka langsung oleh wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum di Tingkat Provinsi Jawa Barat Tahun 2023 di Kompleks Sutan Raja Hotel dan Convention Centre Soreang, Kabupaten Bandung, Minggu (4/6/2023).

Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ mengutus 25 santri ketika seleksi di tingkat kabupaten Cianjur, dan hanya beberapa orang yang lolos mengikuti ke tingkat Provinsi.

Alhamdulilah dengan dukungan dan doa dari semuanya, Kabupaten Cianjur meraih prestasi dengan 25 juara, yaitu Juara ke-1 sebanyak 8 marhalah, juara ke-2 sebanyak 3 marhalah, juara ke-3 sebanyak 10 marhalah, juara harapan ke-1 yaitu 1 marhalah, dan juara harapan ke-2 ada 3 marhalah,” terangnya melalui pesan tertulis kepada NU Online Jabar.

Berikut daftar para peserta selengkapnya yang menjadi juara asal Cianjur dalam lomba Musabaqah Qiraatil Kutub Provinsi Jawa Barat:

  1. Marhalah Ula
  2. Cabang Fiqih

Putera: Juara harapan 3 atas nama Akbar Mubarok, dari Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Karangtengah, Cianjur.

Puteri: Juara 2 atas nama Siti Zahra Azka Meilani dari Pondok Pesantren Al-Muslimun, Sukaluyu, Cianjur.

  1. Cabang Nahwu

Putera: Juara 2 atas nama Zaeni Arifin dari Pondok Pesantren Al-Ikhwan, Pacet, Cianjur.

Puteri: Juara harapan 3 atas nama Adilatul Marwah dari Pondok Pesantren Izzul Islam, Karangtengah, Cianjur.

III. Cabang Akhlaq

Putera: Juara harapan 1 atas nama Akbar Zaelani dari Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Karangtengah, Cianjur.

Puteri: Juara harapan 1 atas nama Hisna Nurfakhiroh dari Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Karangtengah, Cianjur.

  1. Cabang Tauhid

Putera: Juara 3 atas nama Sulaeman dari Pondok Pesantren Roudlotul Muta`Allimin, Pacet, Cianjur.

Puteri: Juara 3 atas nama Amelia Solihat dari Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Karangtengah, Cianjur.

  1. Cabang Tarikh

Putera: Juara 1 atas nama Muh Nizar Abdurahman dari Pondok Pesantren At-Tafsiri Cipoek, Campaka Mulya, Cianjur.

  1. Marhalah Wustha
  2. Cabang Fiqih

Putera: Juara 3 atas nama Muhammad Rayhan dari Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Karangtengah, Cianjur.

Puteri: Juara 1 atas nama Siti Hari Matuzzulfa dari Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Karangtengah, Cianjur.

III. Cabang Akhlaq

Putera: Juara 3 atas nama Muhammad Fikri Abdulloh Faqih dari Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, Ciranjang, Cianjur.

  1. Cabang Tauhid

Putera: Juara 2 atas nama Moch. Abdul Aziz dari Pondok Pesantren Nurul Hidayah Al Khodijiyyah, Cilaku, Cianjur.

Puteri: Juara 1 atas nama Siti Zahra Aulia dari Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Karangtengah, Cianjur.

  1. Cabang Tarikh

Putera: Juara harapan 1 atas nama Muhamad Faiz Alfahar dari Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Karangtengah, Cianjur.

Puteri: Juara 3 atas nama Siti Nur’aidah dari Pondok Pesantren Al-Istiqomah, Karangtengah, Cianjur.

  1. Cabang Tafsir

Putera: Juara 2 atas nama Faatih Rohmatullah dari Pondok Pesantren Al-Ikhwan, Pacet, Cianjur.

Puteri: Juara 1 atas nama Yunita Ramadani dari Pondok Pesantren Roudlotul Muta`Allimin, Pacet, Cianjur.

VII. Cabang Hadits

Putera: Juara 1 atas nama Muhammad Daniyal Mugits dari Pondok Pesantren Nurul Hidayah Al Khodijiyyah, Cilaku, Cianjur.

Puteri: Juara harapan 1 atas nama Nafisa Nurul Huda dari Pondok Pesantren Roudlotul Muta`Allimin, Pacet, Cianjur.

VIII. Cabang Ushul Fiqih

Putera: Juara 2 atas nama Moh. Rafli Firdaus dari Pondok Pesantren Miftahulhuda Al Musri, Ciranjang, Cianjur.

Puteri: Juara harapan 1 atas nama Azka Izzatul Inayah dari Pondok Pesantren Al Itishom Choblong, Warungkondang, Cianjur.

  1. Marhalah Ulya
  2. Cabang Fiqih

Putera: Juara harapan 2 atas nama Muhamad Yusuf Maulana Ramadhan dari Pondok Pesantren Nurulhidayah Al Khodijiyyah, Cilaku, Cianjur.

  1. Cabang Nahwu

Putera: Juara 1 atas nama Ahmad Faiz Aminudin dari Pondok Pesantren Nurulhidayah Al Khodijiyyah, Cilaku, Cianjur.

Wagub Uu Ruzhanul menuturkan, keberadaan pesantren merupakan benteng akidah dalam syiar agama Islam dan sebagai wadah estafet keilmuan agama.

Oleh karena itu Pemerintah Daerah Provinsi Jabar mempunyai tanggung jawab dalam keberlangsungan agama dan muamalah di Jabar.

Uu menambahkan, pelaksanaan Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) di Jabar sangat penting dalam meningkatkan pemahaman dan kecintaan akan ilmu agama Islam terutama pada generasi muda.

“Kegiatan kali ini adalah ajang yang luar biasa yang diikuti oleh peserta yang hebat karena tak semua orang bisa mengikuti kegiatan pada hari ini,” ujarnya.

Selain itu, Uu berharap MQK dapat menjadi ajang silaturahmi antar pesantren di Jabar, juga sebagai evaluasi dan dakwah untuk membumikan pesantren di Jabar.

Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Jawa Barat Barnas menuturkan, pelaksanaan MQK di Jabar hingga saat ini sudah memasuki tahun ke-3 dan tahun ini dimulai pada 4-7 Juni 2023 dengan tema “Rekontekstualisasi Turats untuk Peradaban dan Kerukunan Menuju Jabar Juara Lahir Batin”.

Pelaksanaan MQK ini merupakan kerja sama Pemda Provinsi Jabar dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Jabar.

MQK diikuti sebanyak 650 kafilah dan sebanyak 50 dewan hakim direkrut dari seluruh Jabar dengan melombakan 15 kitab.

Pemenang akan dipertandingkan pada tingkat nasional di Lamongan, Jawa Timur pada Juli 2023.

MQK Tingkat Provinsi Jabar Tahun 2023 dihadiri juga oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jabar Ajam Mustajam, Bupati Bandung Dadang Supriatna, MUI Jabar, kabupaten/kota se-Jawa Barat serta Forkopimda Jabar.

 

Sumber: Humas Jabar & NU Jabar Online

Editor: Dimas Pamungkas

Metode Balaghan Menjadi Salah Satu Skill Membaca Kitab Kuning

Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan tradisional yang mempunyai visi untuk meningkatkan sumber daya manusia dengan menggunakan kajian pendidikan berbasis keagamaan Islam. Pendidikan keagamaan adalah sebuah proses pembelajaran yang memiliki ciri khas Islam, yang mana di dalamnya memiliki keterkaitan antara lembaga, tenaga didik, dan anak didik. Sebuah lembaga pendidikan yang mempunyai komitmen tafaqquh fiddiin selalu memberikan peran yang besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Dalam hal menuntut ilmu, sudah diakui dari dulu bahwa Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan tradisional, setiap pondok pesantren memiliki metode pembelajaran yang beragam. Metode pembelajaran tersebut sudah termasuk dalam budaya yang ada di dalam pesantren tersebut.
Selain itu, ilmu merupakan sebuah perhiasan bagi orang yang memilikinya, sebagaimana yang tertulis di dalam kitab Talimul Muta’alim:

تعلم فان العلم زين لأهله # وفضل وعنوان لكل المحامد
Artinya: “Belajarlah! Maka sesungguhnya ilmu itu adalah perhiasan bagi yang memilikinya dan menjadi keutamaan dan tanda untuk semua hal yang dipuji.”

Setiap lembaga pendidikan selalu memiliki sistem pembelajaran yang berbeda-beda agar menghasilkan lulusan-lulusan yang terbaik. Di dalam salafi Pondok Pesantren, ada istilah mengaji balaghan dan sorogan , yang mana merupakan salah satu metode pembelajaran yang dianggap efektif dalam menjalankan pembelajaran di Pesantren agar lebih mudah dalam memahami isi dari kitab kuning dan juga untuk melatih skill cara baca kitab kuning menurut ilmu nahwu dan shorof dengan baik dan benar. Seperti pepatah mengatakan bahwa ”practice makes you perfect” latihan akan membuat dirimu sempurna.

Metode balaghan yaitu metode pembelajaran yang dilakukan dalam pelaksanaannya para guru mentransfer ilmu kepada santri-santrinya dengan cara ketika guru sedang membacakan dan menjelaskan kitab kuning yang sedang dipelajari, para santri mencatat artinya ( melogat ) di dalam kitab kuning kata demi kata.

Salah satu pesantren yang menggunakan metode balaghan dan sorogan adalah Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri’ merupakan lembaga pendidikan Islam salafi yang didirikan oleh KH. Mama Ahmad Faqih di Ciranjang kabupaten Cianjur. KH. Mama Ahmad Faqih merupakan seorang Ulama besar yang memiliki jasa dalam Kemerdekaan Indonesia.

Sistem pembelajaran terhadap kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Musri’ ini menggunakan metode balaghan dan sorogan yang dapat mempermudah santri dalam meningkatkan kemampuannya dalam mempelajari ilmu fiqih, ilmu nahwu, ilmu shorof, dan juga dalam berdakwah. Metode balaghan merupakan metode yang baik dalam peningkatan skill melogat dan juga penambahan kosa kata dalam bahasa arab. Tidak hanya itu, metode balaghan ini juga dapat memberikan ilmu pengetahuan yang mendalam dari kitab-kitab karangan ulama-ulama terdahulu.

Sudah menjadi budaya bagi Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri’ dalam mempelajari kitab-kitab kuning. Di era digitalisasi yang serba memudahkan manusia dalam mencari informasi ini, pembelajaran terhadap kitab kuning di pesantren semakin ditinggalkan. Hal itu dikarenakan sudah canggihnya teknologi yang ada pada zaman modern ini, yang mempengaruhi semangat santri dalam mengaji sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas santri dalam menguasai kitab kuning. Maka dari itu, sistem pengajian yang ada di sebuah Pondok Pesantren khususnya Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri’ lebih menitik beratkan kepada pembelajaran terhadap kitab kuning dengan menggunakan metode balaghan dan sorogan. Seseorang yang kaya akan ilmu dan mengamalkannya akan selalu menjadi perhiasan dunia. Sebaliknya, seseorang yang mempunyai ilmu namun tidak mengamalkan ilmunya maka ia merupakan sebuah kerusakan. Sebagaimana yang tertulis dalam syair kitab Ta’limul Muta’alim:

فساد كبير عالم متهتك # واكبر منه جاهل متنسك
Artinya: ”Merupakan kerusakan yang besar yaitu orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya, dan yang lebih besar lagi adalah orang bodoh yang beribadah tanpa ilmu”.

Metode sorogan dalam pengajian kitab kuning sejauh ini masih menjadi pembelajaran alternatif yang sangat baik dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning, kemampuan menjelaskan, menghafal kosa kata bahasa arab, dan mempelajari nahwu dan shorofnya. Selama pembelajarannya, setiap santri mendapat giliran untuk membaca kitab kuning dengan cara baca yang benar menurut ilmu nahwu dan shorofnya. Sehingga santri Miftahul Huda Al-Musri’ sudah terlatih dalam membaca kitab kuning dan juga akan lebih memudahkan mereka dalam mempelajarinya.

Mungkin Tertarik:

Bagaimana Program Pendidikan Umum Di Pesantren Salafiyah?

Bahtsul Masail Merupakan Tradisi Intelektual Di Kalangan Forum NU

Salah Satu Program Unggulan Yang Membandingi 10x Pengajian Harian

Program Sorogan Menjadi Tahap Awal Santri Belajar Mengamalkan

Musabaqoh Qiro’atul Kutub & Tahfidzul Kutub

Di zaman yang serba kontroversial ini, semua orang muslim harus faham dalam ilmu agama, tentunya dalam ilmu hadist, fiqh, nahwu, shorof, tasawuf, balaghah, agar tidak salah dalam menafsirkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan semua ilmu yang harus kita pelajari tersebut, tentunya tidak akan cukup waktu yang singkat dalam mempelajarinya, maka dari itu mempelajarinya harus dimulai dari sejak kecil, dan Pondok Pesantren adalah wadah yang tepat untuk mengayominya. Jika mereka sudah dalam tahap mengerti dalam memperlajari kitab kuning, mereka akan lebih giat lagi dalam mempelajarinya, sehingga mereka akan haus akan ilmu pengetahuan dan pada akhirnya mereka akan menjadi seorang santri dengan kualitas yang tinggi dan beradab. Orang seperti itulah yang dibutuhkan pada zaman sekarang, yang bisa bertanggung jawab terhadap ilmunya dan dapat membuktikan bahwa dia juga mumpuni dalam hal agamanya sendiri. Tidak hanya omong kosong belaka, namun dia juga bisa membuktikan bahwa dia adalah seseorang dengan kemampuan mengaji yang baik dan benar. Karena, di zaman ini tidak sedikit orang yang disebut ustadz, tetapi mereka seringkali salah menafsirkan Al-Qur’an dan Al-Hadits karena kurangnya pemahaman mereka dalam mempelajari ilmu nahwu dan ilmu shorof.

Maka dari itu, dalam menanamkan pembelajaran cepat terhadap ilmu nahwu dan shorof kepada para santri, Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri’ selalu menerapkan budaya mengaji sorogan dan balaghan untuk meningkatkan kemampuan santri dalam mengaji.

Penulis: Raisya Audyra

Konferancab PAC IPNU & IPPNU Ciranjang

(Konferansi anak cabang PAC IPNU & IPPNU Ciranjang)

Sempat di undur karena adanya kendala, pimpinan Anak Cabang (PAC) ikatan pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU) dan ikatan pelajar putri Nahdhatul Ulama Agendakan konferensi Anak Cabang ke-4 di pondok pesantren Miftahul Huda Al-musri Cianjur, Jawa barat pada hari kamis, (01, juni, 2023)

Konferancab merupakan kumpulan tertinggi dalam organisasi IPNU & IPPNU tingkat anak Cabang setiap kecamatan, diadakan setiap dua tahun sekali sebagai langkah regenerasi kepemimpinan dan kepengurusan. Hal ini bertujuan untuk konsolidasi pelajar NU (IPNU & IPPNU) sekecamatan nganjuk guna merumuskan pokok-pokok material IPNU & IPPNU.

Ketua pimpinan cabang (PC) Ikatan pelajar Nahdhatul Ulama Cianjur, Asep mansyur mengutarakan bahwa acara yang dilakukan setiap masa jabatan PAC berakhir ini, bertujuan untuk mengkader kepemimpinan IPNU & IPPNU disetiap kecamatan agar selalu aktif dari masa ke masa.

Ada 5 perwakilan dari PK (pimpinan komisariat) & Pimpinan Ranting (PR) yang ikut serta dalam acara Konferancab kali ini diantara lain, yaitu:

Pertama dari PK. Miftahul Huda Al-Musri’, Kedua dari PK. Riyadhul Mutawakilin Al-Musri’ 1, ketiga dari PK. Al-Falah Al- Musri’ 1, keempat dari PK. Al-Huda Al-Musri’1, dan kelima dari PR. Desa Gunung sari.

PENJELASANTENTANG LUKISAN YANG BERTEMAKAN WATHONIYAH DENGAN JUDUL PANCASILAKARYA LUKISANLUKISAN KARYA SANTRI PONDOK PESANTREN MIFTAHULHUDA AL-MUSRI’
Previous
Next

 

Selain acara KONFERANCAB, Ikatan Pelajar Nahdhatul ‘Ulama (IPNU) & Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama (IPPNU) juga sekaligus memperingati Hari lahir nya Pancasila dalam rangka memperkuat rasa NASIONALISME anggota Ikatan Pelajar Nahdhatul ‘Ulama (IPNU) & Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul ‘Ulama (IPPNU).

Dan salah satu anggota Rijalul Ansor (RA), Muhamad fadli dzulqarnain,ikut berantusias dalam memperingati Hari lahir Pancasila tersebut, yang dimana ia memaparkan satu patah dua patah sambutan tentang hari lahirnya pancasila.

Dan selain itu ia pun menjelaskan salah satu seni karya lukisan santri Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri’ yang bertemakan: Wathoniyah, karya Muhamad Najib Jauhari Ba’alawi (Santri pondok pesantren Miftahul Huda Al-Musri)

Yang dimana di dalam karya seni lukisan tersebut mempunyai beberapa arti yang berhubungan dengan Dasar Pancasila.

  1. Gambar bintang yang menjadi simbol Sila pertama, (ketuhanan yang maha Esa)
  2. Gambar rantai yang menjadi simbol sila kedua, (kemanusiaan yang adil dan beradab)
  3. Gambar pohon beringin yang menjadi simbol sila ketiga, (persatuan indonesia)
  4. Gambar banteng yang menjadi simbol sila keempat, (kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan)
  5. Gambar padi dan kapas yang menjadi simbol sila kelima, (keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia)
  6. Gambar air sebagai nilai perdamaian yang di junjung tinggi di setiap suku, budaya, agama, pada tahap tahap ilmu pengetahuan dan akal budi.
  7. Aksara sunda yang berbunyi “Hana hini hana mangke, tana hana hinu tana hana mangke” yang berartikan (Adanya hari ini karena adanya dahulu, tidak akan ada hari ini jika tidak ada dahulu)
  8. Gambar jantung, peranan jantung menyimbolkan organ vital, yang berfungsi memompa tiap daya dari sila pertama sampai sila kelima, untuk memenuhi kebutuan negara, dan nutrisi keseluruh bangsa, dengan anatomi jantung, ialah perikardium, serambi, bilik,katup, otot jantung, dan pembuluh darah yang divisualkan dengan rantai, pohon beringin, kepala banteng, padi, kapas dan air.
  9. Gambar petruk yang melambangkan sisi kecerdasan anak bangsa untuk mengelola daya kaji, juga menelaah lingkunga sekitar yang dapat membawa nusantara kearah yang lebih bersahaja.
  10. Gambar tiga wanita menari mengontemporer pada kekrisisan halayakramai wanita, yang sudah sejak lama tergusur kebudayaan barat sampai lupa pada DNA adat istiadat.
  11.  Gambar kabut asap menyimbolan sesuatu yang akan datang atau lahir, dalam arti lai adalah peradaban yang lebih baik, karena lahirnya peradaban juga ciri dari senyawanya zaman dengan manusianya

    12. Gambar bercak noda mengkalkulasikan banyaknya suku, bahasa, budaya, agama dalam                satu kesatuan bangsa indonesia, yang terdiri dari 1.340 suku, 718 bahasa, 11.622 budaya,            dan 6 agama.

      Pewarta : Raflysyahwal

Arti Pernikahan Dalam Islam

A. Pengertian Nikah

Kata nikah menurut bahasa al-jam’u dan aldhamu yang artinya kumpul. Makna nikah (zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. juga bisa diartikan (wath’u alzaujah) bermakna menyetubuhi istrinya. Devinisi di atas juga hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Rahmat Hakim, bahwa kata nikah berasal dari bahasa arab “nikāhun” yang merupakan masdar atau dari kata kerja (fiil madhi) “nakaha” sinonimnya “tazawwaja” kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai perkawinan.

B. Hukum Pernikahan

     Pernikahan merupakan perkara yang diperintahkan syari’at Islam, demi terwujudnya kebahagiaan dunia akhirat. Allah berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 3:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An- Nisa: 3).

Rasulullah bersabda:

Artinya: “Dari Anas bin Malik ra. bahwasanya Nabi SAW memuji Allah dan menyanjungnya, beliau bersabda: “Akan tetapi aku shalat, aku tidur, aku berpuasa, aku makan, dan aku mengawini perampuan, barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku (HR. al-Bukhari Muslim)

     Jumhur ulama menetapkan hukum menikah menjadi lima yaitu:

1. Mubah

Hukum asal pernikahan adalah mubah. Hukum ini berlaku bagi seseorang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan nikah atau mengharamkannya.

2. Sunnah

Hukum ini berlaku bagi seseorang yang memiliki bekal untuk hidup berkeluarga, mampu secara jasmani dan rohani untuk menyongsong kehidupan berumah tangga dan dirinya tidak khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan atau muqaddimahnya (hubungan lawan jenis dalam bentuk apapun yang tidak sampai pada praktik perzinaan). Sabda Rasululloh:

“Hai kaum pemuda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, maka kawinlah, Sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barangsiapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya (HR. Al- Bukhari dan muslim)

3. Wajib

Hukum ini berlaku bagi siapapun yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, memiliki bekal untuk menafkahi istri, dan khawatir dirinya akan terjerumus dalam pebuatan keji zina jika hasrat kuatnya untuk menikah tak diwujudkan.

4. Makruh

Hukum ini berlaku bagi seseorang yang belum mempunyai bekal untuk menafkahi keluarganya, walaupun dirinya telah siap secara fisik untuk menyongsong kehidupan berumah tangga, dan ia tidak khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan hingga datang waktu yang paling tepat untuknya. Untuk seseorang yang mana nikah menjadi makruh untuknya, disarankan memperbanyak puasa guna meredam gejolak syahwatnya. Kala dirinya telah memiliki bekal untuk menafkahi keluarga, ia diperintahkan untuk bersegera menikah.

5. Haram

Hukum ini berlaku bagi seseorang yang menikah dengan tujuan menyakiti istrinya, mempermainkannya serta memeras hartanya.

Baca Juga: Dzulqa’dah: Asyhurul Hurum, Keutamaan, Dan Ragam Peristiwa Yang Terjadi Pada Bulan Tersebut.

C. Rukun dan Syarat Pernikahan

Rukun dalam pernikahan adalah:

  1. Calon mempelai laki-laki.
  2. Calon mempelai perempuan.
  3. Wali dari perempuan yang akan mengakadkan pernikahan.
  4. Dua orang saksi.
  5. Ijab yang akan dilakukan wali dan qabul yang akan dilakukan oleh suami.

D.Tujuan Pernikahan

  1. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt
  2. Memperbanyak umat Nabi Muhammad Saw.
  3. Menyempurnakan agama.

Dan masih banyak lagi tujuan-tujuan pernikahan, selain dari yang telah disebutkan diatas.

Penulis: Eka Nurlela

 

Asas Tunggal Pancasila Dalam Pandangan Syari’at Islam

Pancasila merupakan ideologi dan dasar negara yang menjadi asas bangsa Indonesia. Deklarasi hubungan Islam dan Pancasila bukan berarti menyejajarkan Islam sebagai agama dan Pancasila sebagai ideologi. Karena hal itu dapat merendahkan Islam dengan ideologi atau isme-isme tertentu. Problem ini seiring terdengar dengan isu yang berkembang di kalangan umat Islam saat itu. Mereka beranggapan bahwa menerima Pancasila sebagai asas tunggal berarti mendepak atau melemparkan iman dan menerima asas tunggal Pancasila berarti kafir, sedang kalau menerima keduanya berarti musyrik.

bahwa Islam yang dicantumkan sebagai asas dasar itu adalah Islam dalam arti ideologi, bukan Islam dalam arti agama. Langkah ini bukan berarti menafikan Islam sebagai agama, tetapi mengontekstualisasikan Islam yang berperan bukan hanya jalan hidup, tetapi juga sebuah ilmu pengetahuan dan pemikiran yang tidak lekang seiring perubahan zaman. Ideologi adalah ciptaan manusia. Orang Islam boleh berideologi apa saja asal tidak bertentangan dengan Islam. Terkait Islam diartikan sebagai ideologi, Kiai Achmad Siddiq memberikan contoh Pan-Islamismenya Jamaluddin Al-Afghani. Islam ditempatkan oleh Al-Afghani sebagai ideologi untuk melawan ideologi-ideologi lainnya. Karena saat itu dunia Timur sedang berada dalam penjajahan dan tidur nyenyak dalam cengkeraman penjajahan artinya tidak tergerak untuk melawan kolonialisme. Maka tidak ada jalan lain menurut Jamaluddin Al-Afghani membangkitkan semangat Islam secara emosional, yaitu dengan mencantumkan Islam sebagai asas gerakan Pan-Islamisme. Sejak itu Islam mulai diintrodusir sebagai ideologi politik untuk menentang penjajah. Bukan seperti ulama-ulama di Indonesia yang menggunakan Islam sebagai spirit menumbuhkan cinta tanah air dan nasionalisme. Spirit yang ditumbuhkan para kiai untuk melawan penjajah tidak membawa Islam sebagai ideologi politik pergerakan, melainkan aktualisasi Islam dalam wujud cinta tanah air untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah saat itu. Langkah yang dilakukan para kiai pesantren berdampak pada pemahaman bahwa umat Islam di Indonesia tidak memahami Islam secara simbolik tetapi substantif. Sehingga tidak ada upaya-upaya bughot untuk memformalisasikan Islam ke dalam sistem negara, kecuali yang dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil saja. Di titik inilah mengapa ulama NU perlu menjelaskan hubungan Islam dengan Pancasila agar tidak dipahami secara simbolik, tetapi substantif bahwa Pancasila merupakan wujud dari nilai-nilai Islam. Karena di dalamnya terkandung tauhid, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Dengan sederhana, dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan asas kaum beragama di Indonesia dalam merajut kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari sini prinsip agama tidak bisa dilepaskan dari substansi yang terkandung dalam Pancasila. Namun, jika ada kelompok-kelompok kecil Islam yang menolak Pancasila, maka itu bukan karena agama dasar mereka, tetapi mereka hendak menjadikan Islam sebagai ideologi politik untuk meraih kekuasaan.

spirit memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia menjadi fondasi kokoh untuk terus menjaga dan merawat perjuangan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Cinta terhadap tanah air Indonesia bukan semata cinta buta, tetapi cinta yang dilandasi agama. Bahkan, Fatwa Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menyatakan dengan tegas bahwa membela Tanah Air merupakan kewajiban agama.

seperti dipertegas seorang ulama yang telah merumuskan naskah Hubungan Pancasila dan Islam, KH Achmad Siddiq bukan ’penjaga biasa’, melainkan memperkuat dan merajut berbagai elemen bangsa untuk menyadari bahwa cinta tanah air merupakan salah satu upaya aktualisasi nyata keimanan seseorang. Sehingga cinta tanah air berlaku untuk seluruh kaum beragama di Indonesia. Ini dicetuskan langsung oleh pendiri NU KH Hasyim Asy’ari yang menyatakan, hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah sebagian dari iman).

Di tengah perkembangan sosial politik yang sangat dinamis, ketangguhan Pancasila sebagai satu-satunya asas yang merekatkan hubungan antaranak bangsa dengan berbagai ragam latar belakangnya terus mendapatkan tantangan. Tantangan kiri menyeret Pancasila ke arah liberalisme dan sekularisme. Tantangan kanan menyeret Pancasila ke arah Islamisme. Di sisi lain, Pancasila sebagai suatu ideologi memang dapat ditarik ke arah mana saja, sesuai kecenderungan orang yang menafsirkannya. Namun demikian, semakin diuji dengan berbagai tantangan, Pancasila semakin menunjukkan relevansi dan ketangguhannya sebagai asas kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya, memahami secara jernih Pancasila sebagai ideologi bangsa menjadi keniscayaan. Dalam pandangan sekularisme netral atau al-‘alamaniyyah al-muhâyadah (lawan dari sekularisme yang berpihakan pada ideologi atau agama tertentu) sebagai salah satu basis ideologi pengelolaan sebuah negara ditandai dengan enam (6) nilai utama:

  1. Menghormati berbagai keyakinan agama dalam ranah individu.
  2. Netral di hadapan agama-agama.
  3. Mengakui dan menjamin hak-hak manusia baik yang bersifat individu maupun kolektif sosial.
  4. Menjamin hak-hak manusia untuk berbeda, hidup dalam keragaman, dan perubahan.
  5. Mengakui dan menjamin hak dan kewajiban hukum, seperti hak mencari keadilan di depan peradilan, dan mengatur kewajiban bagi individu-individu untuk menghormati hukum, mengatur serta kewajiban membayar pajak untuk berkontribusi pada upaya nasional dalam menjalankan institusi negara.
  6. Menentang kezaliman dan kejahatan.

Enam (6) nilai utama sekularisme netral ini sebenarnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, khususnya agama Islam yang mengajak pada kebaikan, cinta dan persaudaraan di antara seluruh manusia.

Dalam hal ini Syekh Abdullah bin Bayyah mengatakan:

كل ذلك لا يتنافى مع القيم الكبرى التي تدعو إليها الديانات السماوية، وبخاصة الدين الإسلامي الذي يدعوإلى البر والمحبة والأخوة الإنسانية

Artinya, “Semua nilai utama sekularisme netral itu tidak saling menafikan dengan nilai-nilai utama yang didakwahkan oleh agama-agama samawi, utamanya agama Islam yang mengajak pada kebaikan, cinta, dan persaudaraan sesama manusia.”

Nilai-nilai utama sekularisme tersebut tidak bertentangan dengan Islam, kecuali bila nilai-nilai utama atau sekularisme itu sendiri telah dibajak untuk membela ideologi atau agama tertentu sekaligus menindas ideologi atau agama yang dimusuhinya. Karenanya, memahami Pancasila secara jernih, dari sekularisme hingga pandangan Islam menjadi sangat penting. Pancasila dalam Pandangan Islam Sebagaimana mudahnya mempertentangkan antara sekularisme dengan Islam, daripada memahaminya secara proporsional.

Dasar bahwa Pancasila mampu mempersatukan seluruh bangsa tidaklah cukup bagi sejumlah ormas Islam di Indonesia. Meskipun NU sendiri tidak pernah mempersoalkan keberadaan Pancasila karena dirancang sendiri secara teologis maupun filosofis oleh KH Abdul Wahid Hasyim, ayah Gus Dur. Menjelaskan hubungan Islam dan Pancasila tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena jika hal ini berhasil dilakukan NU, ormas Islam di Indonesia merasa terbantu secara dasar syar’i. Sebab itu, Pancasila sebagai dasar mutlak dalam berbangsa dan bernegara harus juga dijelaskan oleh NU untuk menegaskan bahwa lima sila yang dipelopori oleh Presiden Soekarno pada 1 Juni 1945 tersebut dapat diterima secara final sebagai pondasi negara yang Islami.

Selain itu, yang menjadi dasar keputusan Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuhnya sebenarnya dijiwai oleh Piagam Jakarta. Buktinya, perubahan kalimat “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam pembukaan dan Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 bukan sekadar artifisial belaka tanpa memiliki kesinambungan makna. Bahwa hal itu ditegaskan “menjiwai” dan “merupakan satu rangkaian kesatuan dengan konstitusi”, yang merupakan kesinambungan makna. Membangun negara Pancasila harus dengan menegakkan nilai-nilai ketuhanan. Yakni, Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan berdasarkan sekularisme.

Dengan mengamalkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa diharapkan, bangsa Indonesia dapat memelihara keimanan dan ketakwaan yang menjadi nilai penting pembentukan etika bangsa yang baik. Karena sumber etika itu dari Tuhan Yang Maha Esa. Aplikasi nilai ketuhanan ini yang mendasarkan pada hablun minallah (hubungan dengan Allah) berkonsekuensi logis harus menyambung hablum minannas (hubungan sosial dengan manusia), yakni membangun harmonisasi sosial dengan sesama manusia sebagai keseimbangan hidup di dunia.

Namun, aspek sejarah tersebut tidak serta-merta dianut oleh semua elemen bangsa Indonesia. Buktinya, sampai kini masih ada ‘perebutan’ makna dan ideologi Pancasila. Bagi aktivis Islam Liberal, Pancasila memang dapat dimaknai sebagai pintu masuk ide-ide sekularisme dan pluralisme. Sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa secara filosofis mengandung kebebasan berkeyakinan dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Kebebasan di sini berarti bahwa keputusan beragama dan beribadah diletakkan pada tingkat individu tidak terkait dengan campur tangan Negara.

Sila-sila Pancasila sebagaimana dimaknai seperti itu secara eksplisit melihat agama merupakan persoalan individu dan bukan persoalan negara. Tugas negara hanya memfasilitasi pemeluk agama dan memberi jaminan keamanan menjalankan agama. Jelas tampak bahwa pemikiran tersebut akan menggiring agama kepada ruang yang lebih sempit, yaitu ruang privat. Nilai-nilai agama boleh saja masuk ruang publik, tapi dengan syarat nilai moral religi yang sudah menjadi kesepakatan umum.

Sila pertama Pancasila juga tidak bisa didamaikan dengan ateisme. Akar-akar ateisme tidak ditemukan dalam jati diri bangsa Indonesia sejak dahulu. Ideologi ateisme yang dalam catatan sejarah dunia banyak dilumuri oleh kekerasan dan radikalisme ini merupakan kategori ideologi ”transnasional” yang berbahaya.

Secara sosiologis dan politik, bangsa Indonesia sangat beragam baik dari sisi agama, etnis dan bahasa. Karena itu, masing-masing kebhinekaan tersebut tidak bisa dijadikan payung yang dapat menampung kepelbagaian tersebut, sehingga membutuhkan payung yang dapat mengakomodir keragaman tersebut, yang belakangan bernama Pancasila. Maka dirumuskanlah nilai-nilai yang dapat memayungi seluruh keragaman itu. Sebagai bangsa yang sejak awal taat terhadap aturan-aturan agama, maka konsep kebangsaan yang dirumuskan para pendiri bangsa tersebut merupakan nukilan dari tradisi, budaya dan agama leluhur. Alih-alih bertentangan, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merefleksikan pesan-pesan utama semua agama yang dalam ajaran Islam di kenal dengan maqashid al-syariah, yakni kemashlahatan umum (al-mashlahat al-ammah, the common good).

Secara teologis, Allah memang menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku sebagaimana dalam surat al-hujarat ayat 13 dengan tujuan saling mengenal (ta’arfaru). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka masing-masing bangsa perlu menghimpun diri ke dalam perkumpulan bangsa-bangsa yang dapat disebut sebagai negara. Dalam catatan sejarah, di Madinah nabi Muhammad bukan saja pemimpin atas komunitas Islam tetapi juga komunitas-komunitas agama lain yang oleh sebagian orang disebut sebagai negara Madinah atau negara Quraisy. Nabi Muhammad adalah pendiri riil (al-mu’assis al-fi’li) negara yang dibangun dengan (topangan) pedang-pedang Bani Qailah (Aus) dan Khazraj. Dengan kata lain, nabi Muhammad tidak saja tampil sebagai pembawa agama, tetapi juga sebagai pendiri sebuah negara yang belakangan mampu menguasai tata dunia global selama berabad-abad.  Tetapi, yang perlu dicatat adalah bahwa masuknya kabilah-kabilah di Madinah bukan karena Islam sebagai agama, tetapi semata-mata keberadaan negara Quraisy yang mulai tampak berdiri. Keberadaan negara Quraisy (Madinah) cukup efektif untuk menekan bahkan memaksa kabilah-kabilah dan negara-negara disekitarnya untuk masuk agama nabi Muhammad. Negara Romawi, Sasanid, dan Bahrain dikirimi surat oleh Nabi yang berbunyi: Tunduk dengan masuk Islam, tetap non-muslim dengan membayar jizyah, atau akan diserang. Singkatnya, memang Indonesia bukanlah negara agama melainkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila. Namun demikian, jika kita mengamati nilai-nilai yang terkandung dalam konsep kebangsaan yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 sangat nyata bahwa Indonesia adalah negara islami, dalam pengertian nilai-nilai Islam menjadi spirit dan dasar dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

Walhasil, pembacaan yang jernih atas ideologi dan keyakinan yang dianut oleh banyak orang  menjadi cara terbaik untuk hidup secara harmonis di tengah dunia yang sangat plural, penuh konflik, dan hampir tanpa batas ruang dan waktu seperti sekarang. Wallâhu a’lam.

Penulis: Raisya Audyra