Metode Balaghan Menjadi Salah Satu Skill Membaca Kitab Kuning
Bagikan ini :

Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan tradisional yang mempunyai visi untuk meningkatkan sumber daya manusia dengan menggunakan kajian pendidikan berbasis keagamaan Islam. Pendidikan keagamaan adalah sebuah proses pembelajaran yang memiliki ciri khas Islam, yang mana di dalamnya memiliki keterkaitan antara lembaga, tenaga didik, dan anak didik. Sebuah lembaga pendidikan yang mempunyai komitmen tafaqquh fiddiin selalu memberikan peran yang besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Dalam hal menuntut ilmu, sudah diakui dari dulu bahwa Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan tradisional, setiap pondok pesantren memiliki metode pembelajaran yang beragam. Metode pembelajaran tersebut sudah termasuk dalam budaya yang ada di dalam pesantren tersebut.
Selain itu, ilmu merupakan sebuah perhiasan bagi orang yang memilikinya, sebagaimana yang tertulis di dalam kitab Talimul Muta’alim:

تعلم فان العلم زين لأهله # وفضل وعنوان لكل المحامد
Artinya: “Belajarlah! Maka sesungguhnya ilmu itu adalah perhiasan bagi yang memilikinya dan menjadi keutamaan dan tanda untuk semua hal yang dipuji.”

Setiap lembaga pendidikan selalu memiliki sistem pembelajaran yang berbeda-beda agar menghasilkan lulusan-lulusan yang terbaik. Di dalam salafi Pondok Pesantren, ada istilah mengaji balaghan dan sorogan , yang mana merupakan salah satu metode pembelajaran yang dianggap efektif dalam menjalankan pembelajaran di Pesantren agar lebih mudah dalam memahami isi dari kitab kuning dan juga untuk melatih skill cara baca kitab kuning menurut ilmu nahwu dan shorof dengan baik dan benar. Seperti pepatah mengatakan bahwa ”practice makes you perfect” latihan akan membuat dirimu sempurna.

Metode balaghan yaitu metode pembelajaran yang dilakukan dalam pelaksanaannya para guru mentransfer ilmu kepada santri-santrinya dengan cara ketika guru sedang membacakan dan menjelaskan kitab kuning yang sedang dipelajari, para santri mencatat artinya ( melogat ) di dalam kitab kuning kata demi kata.

Salah satu pesantren yang menggunakan metode balaghan dan sorogan adalah Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri’ merupakan lembaga pendidikan Islam salafi yang didirikan oleh KH. Mama Ahmad Faqih di Ciranjang kabupaten Cianjur. KH. Mama Ahmad Faqih merupakan seorang Ulama besar yang memiliki jasa dalam Kemerdekaan Indonesia.

Sistem pembelajaran terhadap kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Musri’ ini menggunakan metode balaghan dan sorogan yang dapat mempermudah santri dalam meningkatkan kemampuannya dalam mempelajari ilmu fiqih, ilmu nahwu, ilmu shorof, dan juga dalam berdakwah. Metode balaghan merupakan metode yang baik dalam peningkatan skill melogat dan juga penambahan kosa kata dalam bahasa arab. Tidak hanya itu, metode balaghan ini juga dapat memberikan ilmu pengetahuan yang mendalam dari kitab-kitab karangan ulama-ulama terdahulu.

Sudah menjadi budaya bagi Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri’ dalam mempelajari kitab-kitab kuning. Di era digitalisasi yang serba memudahkan manusia dalam mencari informasi ini, pembelajaran terhadap kitab kuning di pesantren semakin ditinggalkan. Hal itu dikarenakan sudah canggihnya teknologi yang ada pada zaman modern ini, yang mempengaruhi semangat santri dalam mengaji sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas santri dalam menguasai kitab kuning. Maka dari itu, sistem pengajian yang ada di sebuah Pondok Pesantren khususnya Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri’ lebih menitik beratkan kepada pembelajaran terhadap kitab kuning dengan menggunakan metode balaghan dan sorogan. Seseorang yang kaya akan ilmu dan mengamalkannya akan selalu menjadi perhiasan dunia. Sebaliknya, seseorang yang mempunyai ilmu namun tidak mengamalkan ilmunya maka ia merupakan sebuah kerusakan. Sebagaimana yang tertulis dalam syair kitab Ta’limul Muta’alim:

فساد كبير عالم متهتك # واكبر منه جاهل متنسك
Artinya: ”Merupakan kerusakan yang besar yaitu orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya, dan yang lebih besar lagi adalah orang bodoh yang beribadah tanpa ilmu”.

Metode sorogan dalam pengajian kitab kuning sejauh ini masih menjadi pembelajaran alternatif yang sangat baik dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning, kemampuan menjelaskan, menghafal kosa kata bahasa arab, dan mempelajari nahwu dan shorofnya. Selama pembelajarannya, setiap santri mendapat giliran untuk membaca kitab kuning dengan cara baca yang benar menurut ilmu nahwu dan shorofnya. Sehingga santri Miftahul Huda Al-Musri’ sudah terlatih dalam membaca kitab kuning dan juga akan lebih memudahkan mereka dalam mempelajarinya.

Mungkin Tertarik:

Bagaimana Program Pendidikan Umum Di Pesantren Salafiyah?

Bahtsul Masail Merupakan Tradisi Intelektual Di Kalangan Forum NU

Salah Satu Program Unggulan Yang Membandingi 10x Pengajian Harian

Program Sorogan Menjadi Tahap Awal Santri Belajar Mengamalkan

Musabaqoh Qiro’atul Kutub & Tahfidzul Kutub

Di zaman yang serba kontroversial ini, semua orang muslim harus faham dalam ilmu agama, tentunya dalam ilmu hadist, fiqh, nahwu, shorof, tasawuf, balaghah, agar tidak salah dalam menafsirkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan semua ilmu yang harus kita pelajari tersebut, tentunya tidak akan cukup waktu yang singkat dalam mempelajarinya, maka dari itu mempelajarinya harus dimulai dari sejak kecil, dan Pondok Pesantren adalah wadah yang tepat untuk mengayominya. Jika mereka sudah dalam tahap mengerti dalam memperlajari kitab kuning, mereka akan lebih giat lagi dalam mempelajarinya, sehingga mereka akan haus akan ilmu pengetahuan dan pada akhirnya mereka akan menjadi seorang santri dengan kualitas yang tinggi dan beradab. Orang seperti itulah yang dibutuhkan pada zaman sekarang, yang bisa bertanggung jawab terhadap ilmunya dan dapat membuktikan bahwa dia juga mumpuni dalam hal agamanya sendiri. Tidak hanya omong kosong belaka, namun dia juga bisa membuktikan bahwa dia adalah seseorang dengan kemampuan mengaji yang baik dan benar. Karena, di zaman ini tidak sedikit orang yang disebut ustadz, tetapi mereka seringkali salah menafsirkan Al-Qur’an dan Al-Hadits karena kurangnya pemahaman mereka dalam mempelajari ilmu nahwu dan ilmu shorof.

Maka dari itu, dalam menanamkan pembelajaran cepat terhadap ilmu nahwu dan shorof kepada para santri, Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Musri’ selalu menerapkan budaya mengaji sorogan dan balaghan untuk meningkatkan kemampuan santri dalam mengaji.

Penulis: Raisya Audyra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *