Salah Satu Extra Kulikuler Dalam Bidang Seni

Dengan berbagai program pembelajaran yang menjadi keunggulan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, di samping itu juga ada beberapa extra kulikuler dalam bidang seni, diantaranya kelas Kaligrafi dan kelas Make Up yang khusus dipelajari oleh santri putri. Dengan adanya exkul tersebut, para santri akan terlatih dalam pembelajaran seni agamis juga seni umum

 

Metode pada pembelajaran kelas make up yaitu berupa pemberian teori dan praktek dari MUA Salsabila Wedding yang merupakan salah satu alumni Miftahulhuda Al-Musri’. Dengan dilaksanakan setiap hari Kamis yang berlangsung selama 3 bulan dan diakhiri dengan Work Shop Beauty Class yang disupport oleh produk Inez Cosmetic.

Work Shop Make Up yaitu suatu acara di mana dalam acara tersebut para peserta melakukan kegiatan interaksi secara bersama serta mendapatkan teori dan praktek di bidang make up dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siapapun yang ingin memiliki kemampuan dan keahlian di bidang make up dalam waktu yang singkat.

Terselenggaranya acara Work Shop Beauty Class Make Up ini tak lepas dari dukungan pangersa dewan nyai, tim makeup Salsabila Wedding, (Murni Wedding, Arvie Wedding, Yantifara Wedding, Erni Salon) juga para siswa pelatihan make up class yaitu santri putri Miftahulhuda Al-Musri’ yang sangat antusias mengikuti make up class.

“Tujuan utama mengajar Make Up kepada para santri di sini yaitu ingin turut menciptakan Wanita sholehah yang mandiri. Dengan memiliki skil make up, insyaallah wanita-wanita sholehah yang sudah belajar ilmu agama di al-musri akan lebih lengkap dengan memiliki kemampuan dan keterampilan di bidang seni make up hingga akan menjadi calon istri dan calon ibu yang sholehah juga kreatif serta agamis ketika mengarumi rumah tangga dan siap turun di masyarakat hingga menjadi ustadzah-ustadzah bermartabat dan berkualitas.” Tutur MUA pengajar kelas make up.

Baca Juga>>Bagaimana Program Pendidikan Umum Di Pesantren Salafiyah?

Adapun dalam pembelajaran Kaligrafi, materi dalam macam-macam bentuk tulisan ada 7 khat kaligrafi yang diajarkan, yaitu: khat Naskhi, Tsulutsi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah, dan Kufi. Selain itu, para santri diajarkan membuat karya seperti mushaf, dekorasi, juga melukis dengan menggunakan cat dan alat warna lainnya.

Exkul kaligrafi ini dilaksanakan setiap hari Kamis sore yang terbuka secara umum bagi semua santri Miftahulhuda Al-Musri’. Metode pembelajarannya yaitu para santri akan diberi contoh khat yang harus ditiru, kemudian disetorkan dan direvisi.

Membahas perihal Kaligrafi, adapun dalam berbagai perlombaan yang diadakan setiap menyambut bulan Muharam dan diantaranya adalah lomba Kaligrafi. Dalam kesempatan ini, para santri yang ingin mengembangkan hasil belajarnya bisa sambil mempartisipasikan kemampuannya dengan mengikuti perlombaan tersebut.

Selain mengajarkan kaidah-kaidah menulis arab yang indah, mata pelajaran Kaligrafi ini juga bertujuan untuk mendidik para santri tentang pentingnya menulis Bahasa arab dengan baik dan benar agar mudah dibaca dan dipahami sehingga tidak menimbulkan bacaan, arti dan tafsiran yang salah.

Keistimewaan kaligrafi dalam seni Islam terlihat terutama merupakan suatu bentuk Pengejawantahan firman Allah SWT yang suci. Di samping itu, kaligrafi merupakan satu-satunya seni Islam yang dihasilkan murni oleh orang Islam sendiri.

 

Penulis: Rahmi Rahmatussalamah

Bagaimana Program Pendidikan Umum Di Pesantren Salafiyah?

Sistem pendidikan nasional di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat. Namun, masih banyak masalah yang perlu diatasi, seperti kualitas pendidikan yang belum merata, kurangnya pembangunan karakter siswa, dan masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional di Indonesia, memiliki kontribusi besar dalam membangun sistem pendidikan nasional yang berkarakter.

Pesantren dapat berkontribusi dalam membangun sistem pendidikan nasional yang berkarakter. Pertama, pesantren dapat membantu memperkuat pendidikan karakter dalam sistem pendidikan nasional. Kedua, pesantren dapat menjadi model atau contoh bagi lembaga pendidikan lainnya dalam mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kurikulumnya. Ketiga, pesantren dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan karakter.

 

Pesantren telah lama menjadikan pendidikan karakter sebagai bagian integral dari kurikulumnya. Di dalam pesantren, para santri tidak hanya belajar tentang ajaran agama, tetapi juga nilai-nilai karakter yang diwariskan oleh agama.

Selain itu, pesantren juga memiliki metode pembelajaran yang unik, seperti sistem pengasuhan yang dilakukan oleh guru atau kyai, dan sistem santriwan dan santriwati yang menanamkan nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan. Oleh karena itu, Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) dapat menjadi solusi yang tepat dalam membangun sistem pendidikan nasional yang berkarakter.

Baca Juga>>Program Pencetak Santri Menjadi Mubaligh

Sebagai pesantren Salafiyah, Miftahulhuda Al-Musri’ juga menyelenggarakan program PKPPS yang bertujuan untuk memfasilitasi dan membekali para santri di bidang ilmu pengetahuan umum. Sehingga santri mendapat Pendidikan yang setara dengan sekolah tanpa menjadi kendala dalam waktu pengajian pesantren yang cukup padat.

Waktu berlangsungnya pembelajaran hanya dua hari dalam satu minggu, tepatnya saat libur pengajian yaitu hari Kamis dan Jum’at. Tempatnya pun masih dalam komplek pesantren, sehingga tidak ada kendala untuk santri melaksanakan program PKPPS tersebut dalam hal waktu dan tempat.

 

Pada hari Senin, 6 maret 2023 telah dilaksanakan program ujian PKPPS untuk tingkat Ulya atau setara dengan SMA yang bertempat di komplek pesantren dan diselenggarakan selama 6 hari atau satu pekan. Ujian tingkat Ulya ini diikuti oleh 223 santri putra dan putri. Sedangkan untuk tingkat Wustha, ujian akan digelar pada tanggal 8-15 Mei 2023 nanti.

Ujian digelar untuk mendapatkan rekognisi sebagai pelaksana pendidikan jenjang Wustha dan Ulya yang setara dengan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah, dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

 

Penulis: Rahmi Rahmatussalamah

Salah Satu Program Unggulan Yang Membandingi 10x Pengajian Harian

Dari berbagai program unggulan di Miftahulhuda Al-Musri’ yang telah ada sejak pesantren dipimpin oleh Mama KH. Ahmad Faqih yang sekaligus pendiri Yayasan pondok pesantren pada tahun 1972 M, ada yang disebut program Tarkiban.

Dalam program Tarkiban ini setiap kelas akan dibagi menjadi beberapa kelompok dengan satu orang pengawas di setiap kelompoknya. Setiap anggota kelompok akan bergantian memberi pertanyaan kepada anggota yang lain seputar pembahasannya masing-masing. Dan jika ada pendapat yang berbeda, mereka akan berdiskusi bahkan sesekali berdebat untuk memecahkan bagaimana jawaban yang benar. Lalu jika ada materi yang tidak terpecahkan, mereka bisa langsung bertanya kepada pengawasnya.

Mungkin Tertarik:
>>  Lihat Video bagaimana kegiatan Tarkiban
>> Program Pencetak Santri jadi Mubaligh
>> Hukum Menemani Shalat
>> Praktek Observasi Ilmu Falak di ALMusri

Pelajaran yang dibahas pun berbeda-beda setiap kelasnya, diambil dari beberapa mata pelajaran yang dipelajari pada pengajian Balaghan di masing-masing kelas. Pembahasan Tarkiban tersebut, yaitu:

  1. Tingkat I’dadiyah (pemula): Tajwid
  2. Tingkat Ibtidaiyah: Jurumiyah, Kailani (Shorof), Yaqulu
  3. Kelas 1 dan 2 Tsanawiyah: Alfiyyah Ibnu Malik
  4. Kelas 3 Tsanawiyah: Alfiyyah, Samarqondi
  5. Kelas 1 dan 2 Aliyah: Sulamul Munauroq, Uqudul Juman
  6. Kelas 3 Aliyah dan 1 Ma’had Aly: Uqudul Juman, Jam’ul Jawami’

Namun meski begitu, para santri dari tingkat kelas menengah hingga kelas atas pun tidak meninggalkan dan melupakan pelajaran sebelumnya. Mereka akan menambah pembahasan intinya dengan pelajaran yang pernah dipelajari pada kelas sebelumnya. Oleh karena itu, program ini mempunyai keunggulan satu kali Tarkiban membanding 10 kali Balaghan (pengajian harian)

Adapun dari mulai kelas 2 Ma’had Aly sampai tingkat Dirosatul Ulya, mereka yang akan menjadi pengawas kelompok pada program Tarkiban ini.

 

Sebagaimana di dalam kitab Ta’limul Muta’allim disebutkan, bahwa:

Ada 3 hal yang harus dilakukan dengan sesamanya oleh orang yang sedang menuntut ilmu, yaitu:

  1. مذكره. Saling bercerita membahas tentang ilmu yang sudah dipelajari
  2. مناظره. Berdiskusi jika ada pelajaran yang belum terpecahkan
  3. مطارحه. Saling melontarkan tanya jawab.

Dan dalam melakukan 3 hal tersebut, harus diiringi dengan bersikap tenang dan bersungguh-sungguh.

 

Semoga dengan adanya program Tarkiban ini, dapat menjadikan para santri lebih giat lagi dalam mengevaluasi sehingga tidak melupakan pelajaran-pelajaran yang sudah diaji.

 

penulis : Rahmi Rahmatussalamah

Program Pencetak Santri Menjadi Mubaligh

Secara etimologis, kata Mubaligh ini diambil dari kata Ballagho yang maknanya adalah penyampai atau bisa pula disebutkan sebagai yang menyampaikan. Dengan demikian maka Mubaligh bisa diartikan sebagai sebutan bagi orang-orang yang menyampaikan atau menyiarkan ilmu agama kepada orang lain.

Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ punya metode tersendiri untuk mencetak santri-santrinya sebagai mubaligh yang pandai dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Yaitu dengan adanya Mubalighan sebagai salah satu program mingguan.

Program-program unggulan yang ada di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri termasuk Program Mubalighan ini telah ada sejak pesantren dipimpin oleh Mama KH. Ahmad Faqih yang sekaligus pendiri Yayasan pondok pesantren pada tahun 1972 M.

Pada setiap malam Kamis sesudah kajian kitab Ta’lim umum, para santri diharuskan memasuki tempat Mubalighan masing-masing untuk menonton peserta Mubaligh yang terpilih menyampaikan materi Mubaligh di malam tersebut.

Program mingguan Mubalighan ini dimulai dari yang menjadi MC, pembaca Tawasul, Al-Qur’an dan Sholawat, do’a, juga peserta Mubaligh akan bergiliran semua santri di setiap minggunya, dengan diawasi oleh perwakilan dari Ustadz / Ustadzah dan biro Pendidikan.

Untuk peserta mubalighnya, mulai dari kelas 1 tingkat Tsanawiyah sampai kelas 3 Ma’had Aly. Berbeda dengan kelas lainnya yang menyampaikan materi dengan Bahasa lokal, untuk kelas 3 tingkat Aliyah diwajibkan mubalighan dengan berbahasa Arab. Dengan membawakan materi yang dicari atau ditulis sendiri oleh para peserta.

Kelas yang lain seperti I’dadiyah, tingkat Ibtidaiyyah, dan santri dari kelas lainnya yang belum terpilih sebagai mubaligh diwajibkan untuk menyimak dan menuliskan kembali pesan serta isi dari mubaligh tersebut pada buku yang sudah disediakan oleh seksi Pendidikan. Dan sebulan sekali, akan ada pengumpulan buku tersebut untuk pemeriksaan.

Disamping itu, dengan program ini Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ juga menekankan pada para santrinya agar dapat menguasai berbagai literatur keislaman mulai dari kitab alat, fiqih, tauhid, hadits, tafsir, dan lainnya.

Berbicara tentang Mubaligh, untuk lebih mengembangkan lagi dalam hal berbahasa, salah satu organisasi santri Miftahulhuda Al-Musri’ (OSMA) -yaitu biro Bahasa- juga mengadakan lomba Pidato Bahasa Arab antar kelas setiap satu bulan sekali yang diikuti oleh satu orang perwakilan dari setiap kelasnya.

Program ini sangat bermanfaat bagi santri agar terbiasa dalam berdakwah secara lisan jika telah lulus dari pesantren. Hasilnya, para lulusan Pesantren MIftahulhuda Al-Musri’ kerap diminta oleh masyarakat untuk menjadi pengajar atau pengisi acara pengajian, terutama di tempat-tempat yang minim terdapat tokoh agamanya.

“Sering alumni yang lulus dari sini langsung diminta warga, dibuatkanlah seperti madrasah untuk mengisi pengajian dan mengajar.” kata salah satu dari bagian Pendidikan. Dan masih banyak lagi berbagai dampak manfaat lainnya yang menjadi inspirasi bagi para santri dalam berbagai program pembelajaran.

 

penulis : Rahmi Rahmatussalamah

 

Praktek Obsevasi Menggunakan Alat Tradisional (Ilmu Falak)

Selama ini banyak orang beranggapan bahwa mempelajari ilmu falak sangat sulit sehingga minat orang untuk mempelajari ilmu falak menjadi sangat minim. Padahal ilmu falak menjadi pijakan utama dalam praktik ibadah sehari-hari. Ini menyangkut penentuan arah kiblat, waktu shalat, awal puasa Ramadhan, penentuan awal bulan qamariyah, hingga terjadinya gerhana.

“Mempelajari ilmu falak sebenarnya tidak sulit. Ilmu falak sangat penting untuk dipelajari. Karena ini menyangkut ibadah kita sehari-hari, praktik ibadah dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidak bisa lepas dari ilmu falak. Masih banyak masyarakat yang kurang memahami dan tidak memperhatikan aspek arah kiblat dalam pembangunan tempat ibadah dan dalam hal penentuan waktu shalat.

“Padahal ini berkaitan dengan sah atau tidaknya ibadah kita. Tugas para santri ketika sudah pulang ke rumah masing-masing salah satunya ikut memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya ilmu falak. Pesantren turut bertanggung jawab atas praktik keagamaan masyarakat. ”Sehingga perlu dipersiapkan kader-kader yang mumpuni dalam penguasaan ilmu falak. Dan bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat di sekitarnya.”

Ilmu falak melibatkan banyak disiplin ilmu dari astronomi, fisika, matematika, hingga fikih. Mempelajari ilmu falak harus dimulai dari dasar, kemudian memahami istilah-istilah, sampai proses perhitungan.
Melalui Observasi ini, diharap lahir generasi baru yang akan merawat dan konsen dalam mendalami ilmu falak.

Seperti yang sering dilakukan para santri Yayasan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, melakukan observasi satu sampai tiga kali dalam satu semester. kitab tentang ilmu falak yang dikaji di antaranya adalah kitab Takribul Maqsod untuk tingkat satu – dua Ma’had Aly, Tashilul A’mal untuk tingkat 3 Ma’had Aly, Khulashotul Wafiyah untuk tingkat Dirosatul Ulya.

 

pewarta: Dimas pamungkas