Program Sorogan Menjadi Tahap Awal Santri Belajar Mengamalkan
Bagikan ini :

Secara Bahasa, sorogan berasal dari bahasa Jawa Sorog, yang artinya menyodorkan. Dengan metode ini, berarti santri dapat menyodorkan materi yang ingin dipelajarinya sehingga mendapatkan bimbingan secara individual atau secara khusus. Begitupun seorang guru dapat membimbing, mengawasi, dan menilai kemampuan santri secara langsung.

Metode ini tentu sangat efektif untuk mendorong peningkatan kualitas santri tersebut.

Metode ini juga pernah diilustrasikan oleh Abu Bakar Aceh sebagaimana dikutip Ridwan Nasir dalam buku Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Dalam mengadakan pengajian sorogan, guru atau kiai biasanya duduk di atas sepotong sajadah atau sepotong kulit kambing atau biri-biri, dengan sebuah atau dua buah bantal dan beberapa jilid kitab di sampingnya yang diperlukan. Sementara, murid-muridnya duduk mengelilinginya mendengarkan sambil melihat lembaran kitab yang dibacakan gurunya.

Sorogan merupakan metode pembelajaran yang diterapkan pesantren hingga kini, terutama di pesantren-pesantren salaf. Usia dari metode ini diperkirakan lebih tua dari pesantren itu sendiri.

Di Yayasan Pondok pesantren Miftahulhuda Al-Musri, ada berbagai pembelajaran sorogan dengan fan ilmu yang berbeda-beda. Namun yang akan dibahas di sini adalah sorogan harian yang menjadi salah satu program unggulan. Dilaksanakan setelah waktu magrib dan subuh dengan metode individual atau diatur khusus untuk setiap santri mempunyai satu orang guru yang akan mengajarkan bagaimana cara membaca logatan kitab kuning mulai dari kitab Safinatunnaja, Tijanuddarori, Sulamuttaufiq pada kelas tingkat Ibtidaiyah sampai kitab Irsyadul Ibad untuk tingkat Tsanawiyah.

Selain belajar membaca logatan kitab, saat sorogan waktu subuh para santri juga akan belajar membaca Al-Qur’an terlebih dahulu beserta Tajwid dan Makhraj-Makhrajnya, dilanjut dengan pembelajaran kitab, dan setelah itu akan ada Mufradat bahasa Arab yang diberikan oleh biro Pengembangan Bahasa untuk digunakan para santri sebagai bahasa sehari-hari.

Sementara pada waktu magrib pada minggu pertama akan menghafal buku Tamhidlul Ibadah, dan pada minggu kedua akan dijelaskan tentang terjemah kitab Bidayatul Hidayah.

Tahap sistem pembelajarannya pun berbeda antara tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Dikarenakan masih tahap awal, maka metode pada tingkat Ibtidaiyah adalah dengan cara dibacakan terlebih dahulu oleh gurunya bagaimana cara membaca logatan atau penerjemahan kitab yang benar sesuai dengan kemampuan murid sampai ia bisa menangkap dan meniru apa yang gurunya bacakan.

Dan untuk tingkat Tsanawiyah, karena sudah masuk tahap kelas menengah, maka metodenya yaitu dengan murid itu sendiri yang membaca terlebih dahulu, lalu gurunya akan mengoreksi jika ada pembacaan lafad yang keliru.

Sistem penerjemahan disampaikan sedemikian rupa sehingga para santri mudah mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu rangkaian kalimat dalam kitab kuning tersebut.

Pada setiap pergantian semester, akan ada juga pergantian antara guru dan murid. Sehingga setiap semesternya akan mendapat satu orang guru yang berbeda-beda, begitupun sebaliknya. Selain untuk menambah wawasan, juga dengan begitu akan semakin mempererat tali persaudaraan antar santri.

Pada program sorogan ini, santri tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah sebagai muridnya. Lalu di samping itu, siapa yang menjadi gurunya? Nah, dari mulai kelas Aliyah, Ma’had Aly sampai Dirosatul Ulya lah yang akan menjadi guru sorogan tersebut.

Dengan begitu, santri dari mulai tingkat Aliyah bisa mengulang kembali bahkan belajar mengamalkan pengetahuannya dari masa kelas Ibtidaiyah dan Tsanawiyah.

Di antara adab menuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diketahui. Karena ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diiringi dengan amal. Orang yang berilmu memang banyak memiliki keutamaan. Namun jika ilmu tersebut tidak diamalkan, maka ia tidak akan bermanfaat bagi pemiliknya. Ia bagaikan pohon tanpa buah yang tidak menghasilkan apa-apa.

Fudhail bin Iyadh berkata:

عَلَى النَّاسِ أَنْ يَتَعَلَّمُوْا فَإِذَا عَلِمُوْا فَعَلَيْهِمُ الْعَمَلُ

“Wajib bagi manusia untuk belajar. Jika telah berilmu maka wajib bagi mereka untuk mengamalkannya.” (Al-Khatib Al-Baghdadi, Iqtidhaul Ilmi Al-Amal, hal. 37)

Para salaf sekalipun enggan menambah ilmu sampai mereka betul-betul telah mengamalkannya. Diriwayatkan dari Ibnu Masud beliau berkata:

كُنَّا إِذَا تَعَلَّمْنَا مِنَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عَشْرَ آيَاتٍ مِنَ الْقُرْآنِ لَمْ نَتَعَلَّمْ مِنَ الْعَشْرِ الَّتِى نَزَلَتْ بَعْدَهَا حَتَّى نَعْلَمَ مَا فِيهِ. قِيلَ لَهُ: مِنَ الْعَمَلِ قَالَ نَعَمْ.

“Kami jika belajar sepuluh ayat Al-Qur’an dari Nabi, kami tidak akan belajar sepuluh ayat yang turun berikutnya hingga kami mengetahui isinya. Kemudian ditanyakan, ‘Maksudnya mengamalkannya?’ Ia menjawab, ‘Iya.’” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Al-Hakim).

Ubai bin Kaab juga berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW. membaca Al-Qur’an kepada mereka (para sahabat) sepuluh ayat dari Al-Qur’an. Beliau tidak akan menambah sepuluh ayat yang lain hingga mereka benar-benar belajar untuk mengamalkannya. Para sahabat berkata, ‘Kami belajar Al-Quran dan mengamalkannya secara bersamaan.’” (Syarh Al Mukhalilat, I/22)

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad, berkata: “Sekira engkau membaca ilmu seratus tahun dan engkau kumpulukan seribu kitab, semua itu tidak akan membantumu berhak mendapat rahmat Allah hingga engkau mengamalkannya.”

Oleh karena itu, program sorogan ini sangat bermanfaat bagi para santri untuk belajar pengamalan ilmu tersebut.

 

Penulis : Rahmi Rahmatussalamah

One thought on “Program Sorogan Menjadi Tahap Awal Santri Belajar Mengamalkan

  1. Ass wr.wb.
    Tolong bantu bikinin/tulisin secara lengkap sanad keguruan mama syaikhuna agar lebih banyak yg tahu, atau barangkali mungkin ada mukimin/santri yang lupa😇
    Terimakasih wassalam wr.wb

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *