Bahtsul Masail Merupakan Tradisi Intelektual Di Kalangan Forum NU
NU, sebagai organisasi keagamaan, mempunyai rasa tanggungjawab moral terhadap persoalan yang terjadi di masyarakat. Atas dasar inilah, organisasi NU membentuk lembaga yang membahas segala persoalaan, mulai dari politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Forum itu disebut Lajnah Bahtsul Masail (LBM). LBM merupakan lembaga atau forum yang memberikan fatwa hukum keagamaan kepada umat islam. Seperti yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU, dalam butir F pasal 16 menyatakan bahwa, tugas bahtsul masail adalah menghimpun, membahas dan memecahkan masalah-masalah yang mauquf dan waqi’iyah yang harus segera mendapatkan kepastian hukum.
Di kalangan NU, Bahtsul Masail merupakan tradisi intelektual yang berkembang sejak lama, bahkan ditengarai forum ini lahir sebelum NU dibentuk. Sebetulnya LBM telah berkembang di tengah masyarakat muslim tradisional pesantren, jauh sebelum tahun 1926 dimana NU didirikan. Secara individual, mereka bertindak sebagai penafsir hukum bagi muslimin di sekelilingnya.
Kegiatan ini, menjadi salah satu forum diskusi yang sering dilakukan oleh para santri. Tujuannya untuk memecahkan sebuah masalah, baik yang sudah terungkap dalam tabir kitab salaf ataupun yang belum ditetapkan hukumnya. Dan, mendidik santri untuk berlatih berpikir kritis, solutif dan kontekstual. Sementara pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual and Teaching Learning) adalah sebuah pendekatan pembelajaran modern yang menekankan siswa sebagai subjek belajar yang menggali dan mencari pengalaman sendiri untuk pendapatkan pengetahuan. Santri yang terlibat, dituntut untuk mencoba masuk dalam masalah yang nyata disekitar mereka, serta merasakan dan memecahkan segala permasalahan yang melingkupinya. Bahtsul Masail ini sangat berperan penting dalam megembangkan berpikir kritis santri dalam berdiskusi. Santri diharapkan dapat memahami permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan materi pembahasan tersebut, santri dituntut agar mampu beragumen dan memberikan pendapat dengan dasar pengetahuan yang sudah dimiliki, berserta refrensi-refrensi yang telah dikaji. Sehingga setelah mengikuti Bahtsul Masail, santri dapat berpikir kritis dalam mengkaji dan dapat menganalisis semua kajian atau informasi yang santri dapat. Juga memberikan peluang bagi para santri untuk mengembangkan dayakritis santri dengan saling bertukar ide dan gagasan atas hasil tela’ah materi yang diajarkan. Pembelajaran yang demikian menjadikan suasana keilmuan terasa lebih mencair, dari pada hanya sekedar santri mendengarkan materi ajar, tanpa diberikan kesempatan untuk bertanya dan memberikan argumen.
Bahtsul masail ini terdiri dari beberapa komponen, diantaranya; musyawir, moderator, perumus, dan musohih. Adapun, penggunaan metode bahtsul masail di pesantren Miftahulhuda Almusri’ adalah sebagai berikut:
A.Pembukaan
Tahap pembukaan atau mukadimah dalam penerapan Forum Bahtsul Masail ini,melalui beberapa sesi, yaitu:
(1) Mengucap salam.
(2) Mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT dan Shalawat terhadap Nabi Muhammad SAW.
(3) Mengucapkan salam penghormatan kepada Masyaikh dan Musyawirin atau hadirin.
(4) Mengabsen para Musyawirin.
(5) Menjelaskan maksud, tujuan dan memotivasi para Musyawirin dalam penerapan Forum Bahtsul Masail.
B.Tashawwur Masalah
Tahap tashowwur masalah dalam penerapan Forum Bahtsul Masail adalah sebagai berikut:
(1) Tugas Sail mengajukan pertanyaan sejelas mungkin dengan mendeskripsikan melalui narasi dan contoh yang terjadi di lapangan.
(2) Moderator menyampaikan pertanyaan yang diberikan oleh sail kepada Musyawirin.
(3) Tugas Musyawirin adalah memahami pertanyaan yang disampaikan oleh moderator. Musyawirin dapat mengembalikan pertanyaan yang diajukan Sail, apabila pertanyaan tersebut kurang jelas dipahami oleh Musyawirin. Pertanyaan tersebut bisa ditampung apabila sudah jelas dipahami oleh musyawirin. Setelah jawaban yang sudah dipahami dan ditampung, musyawirin mempersiapkan jawaban berserta dalil-dalilnya.
C.Penyampaian Jawaban
Adapun, tahap dalam sesi penyampaian jawaban adalah sebagai berikut:
(1) jawaban yang disampaikan kelompok musyawirin berdasarkan hukum masalah yang di kaji, dicatat oleh perumus.
(2) Setelah musyawirin menyampaikan jawaban, kemudian musyawirin mempertanggungjawabkan jawaban tersebut, disertai alasan dan referensi. Pada tahap ini perumus mencatat dan mengelompokan jawaban Musyawirin, Kemudian moderator menyampaikan jawaban supaya musyawirin mengetahui perkembangan jawaban. dan diupayakan ketika moderator menyampaikan jawaban menimbuilkan pro dan kontra dengan tujuan menstimulus santri agar mulai berpikir kritis terhadap jawaban tersebut.
(3) Moderator memberikan kesempatan kepada kelompok Musyawirin yang mengkritisi jawaban dari kelompok Musyawirin lain dan hanya bersifat menjelaskan intinya saja.
(4) Hasil dari tanggapan kelompok Musyawirin, di voting berdasarkan jawaban yang paling kuat. Biasanya jawaban yang paling kuat tersebut berasal dari kitab yang mu’tabaroh berasal dari madzhab Syafiiyyah yaitu, jika diperlukan kitab yang berasal dari lintas madzhab.
(5) Musohih mentashehkan jawaban dengan mempertimbangkan manfaat dan mafsadat dari persoalan tersebut. Pada sesi ini moderator memberikan kesempatan kepada para Musyawirin untuk menanggapi dan mengkritisi jawaban dari kelompok lain serta Musyawirin saling menguatkan jawaban dengan dalil-dalil yang ada. Kemudian tim perumus menilai jawaban kelompok mana yang paling kuat atau dengan cara di voting berdasarkan jawaban yang paling kuat, sebelum ditashehkan kepada Mushohih.
D.Perumusan jawaban
Berdasarkan penelitian di atas, bahwa tahap perumusan jawaban yakni:
(1) Moderator menyebutkan jawaban ideal dari kelompok Musyawirin yang telah disesuaikan dengan ibarah atau dasar kitab yang kuat.
(2) Moderator memberikan kesempatan kepada Musyawirin untuk menyepakati jawab ideal yang telah disesuaikandengan ibarah atau dasar yang kuat tersebut.
(3) Jawaban-jawaban ideal tersebut yang disepakati oleh Musyawirin, kemudian disahkan oleh Mushahih. Tahapan pada perumusan jawaban dan mauquf. yakni moderator menyebutkan jawaban yang ideal yang didasari dengan dalil kuat maka moderator mempertegas jawaban tersebut untuk disetujui oleh Musyawirin, tim perumus. Artinya semua keputusan harus didasarkan atas musyawarah kemudian akan disahkan kepada Mushohih.
E.Pengesahan Jawaban
Sesi pengesahan jawaban adalah sesi terakhir dari program ini, Pengesahan ini juga melewati beberapa tahap, diantaranya:
(1) Jawaban kelompok Musyawirin yang telah sesuai dengan ibaroh dan disepakati, maka akan disahkan oleh Musoheh.
(2) Pengesahan jawaban tersebut dilakukan dengan cara Mushoheh mengajak para Musyawirin membaca umul kitab Al- Fatihah. Tujuan pembacaan umul kitab agarmendapat keberkahan atau manfaat dari pelaksanaan Forum Bahtsul Masail, melegakan dada para Musyawirin dan diharapkan jawaban tersebut dapat bermanfaat. tahapan pengesahan dianggap sah apabila mendapat persetujuan Musyawirin, tim perumus dan Musoheh, setelah melalui proses diskusi panjang maka moderator meminta kepada Musoheh untuk mengesahkan jawaban dan mengajak Musyawirin untuk membaca surah Al-Fatihah dengan tujuan mendapat keberkahan atau manfaat dari pelaksanaan Forum Bahtsul Masail.
Namun, Keputusan bahtsul masa’il di lingkungan NU, dibuat dalam rangka bermadzhab dengan salah satu madzhab empat yang disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara qaul. Oleh karena itu dalam memberikan jawaban ittifaq hukum, digunakan susunan metodologis sebagai berikut:
1). Dalam kasus yang ditemukan jawabannya dalam ibarat kitab dan hanya satu qaul (pendapat), maka qaul itu yang diambil.
2). Dalam kasus yang hukumnya terdapat dua pendapat maka dilakukan taqrir jama’i dalam memilih salah satunya.
3). Bila jawaban tidak ditemukan dalam ibarat kitab sama sekali, dipakai ilhaq al masail binnadhariha secara jamai oleh para ahlinya.
4). Masalah yang dikemukakan jawabannya dalam ibarat kitab dan tidak bisa dilakukan ilhaq, maka dilakukan istimbat jama’i dengan prosedur madzhab secara manhaji oleh para ahlinya.
Sebagai contoh, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai status hukum bunga bank. Dalam memutuskan masalah krusial ini, tidak pernah ada kesepakatan di dalamnya. Ada yang mengatakan halal, haram dan juga subhat. Hal ini terjadi sampai Muktamar NU tahun 1971 di Surabaya diselenggarakan. Muktamar tersebut tidak mengambil sikap. Keputusannya masih sama yakni halal, haram dan subhat. Ini sebetulnya merupakan langkah antisipatif NU. Sebab, sejatinya orang tidak bisa menghindar dari persoalan bank. Dalam hal ini, NU mengatakan bahwa perkara khilafiyah dalam hal apapun, termasuk bunga bank, sebaiknya dikembalikan pada madzhab yang dianut. Pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Buya Yahya dalam ceramah singkatnya di Channel YouTube Al-Bahjah TV. Beliau menuturkan: “Untuk mempermudah dalam mengambil dan mengamalkan hukum Islam, ambilah yang sesuai dengan madzhab Anda. Di Indonesia Syafi’i, ya ambil Madzhab Syafi’i. Karena sejatinya, semua ulama madzhab itu dekat dengan sunnah”.
Penulis: Eka Nurlela
Alhamdulillah setelah keluar sma.. bisa belajar berbagai ilmu di ponpes almusri.