Arti Pernikahan Dalam Islam
Bagikan ini :

A. Pengertian Nikah

Kata nikah menurut bahasa al-jam’u dan aldhamu yang artinya kumpul. Makna nikah (zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. juga bisa diartikan (wath’u alzaujah) bermakna menyetubuhi istrinya. Devinisi di atas juga hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Rahmat Hakim, bahwa kata nikah berasal dari bahasa arab “nikāhun” yang merupakan masdar atau dari kata kerja (fiil madhi) “nakaha” sinonimnya “tazawwaja” kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai perkawinan.

B. Hukum Pernikahan

     Pernikahan merupakan perkara yang diperintahkan syari’at Islam, demi terwujudnya kebahagiaan dunia akhirat. Allah berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 3:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An- Nisa: 3).

Rasulullah bersabda:

Artinya: “Dari Anas bin Malik ra. bahwasanya Nabi SAW memuji Allah dan menyanjungnya, beliau bersabda: “Akan tetapi aku shalat, aku tidur, aku berpuasa, aku makan, dan aku mengawini perampuan, barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku (HR. al-Bukhari Muslim)

     Jumhur ulama menetapkan hukum menikah menjadi lima yaitu:

1. Mubah

Hukum asal pernikahan adalah mubah. Hukum ini berlaku bagi seseorang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan nikah atau mengharamkannya.

2. Sunnah

Hukum ini berlaku bagi seseorang yang memiliki bekal untuk hidup berkeluarga, mampu secara jasmani dan rohani untuk menyongsong kehidupan berumah tangga dan dirinya tidak khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan atau muqaddimahnya (hubungan lawan jenis dalam bentuk apapun yang tidak sampai pada praktik perzinaan). Sabda Rasululloh:

“Hai kaum pemuda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, maka kawinlah, Sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barangsiapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya (HR. Al- Bukhari dan muslim)

3. Wajib

Hukum ini berlaku bagi siapapun yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, memiliki bekal untuk menafkahi istri, dan khawatir dirinya akan terjerumus dalam pebuatan keji zina jika hasrat kuatnya untuk menikah tak diwujudkan.

4. Makruh

Hukum ini berlaku bagi seseorang yang belum mempunyai bekal untuk menafkahi keluarganya, walaupun dirinya telah siap secara fisik untuk menyongsong kehidupan berumah tangga, dan ia tidak khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan hingga datang waktu yang paling tepat untuknya. Untuk seseorang yang mana nikah menjadi makruh untuknya, disarankan memperbanyak puasa guna meredam gejolak syahwatnya. Kala dirinya telah memiliki bekal untuk menafkahi keluarga, ia diperintahkan untuk bersegera menikah.

5. Haram

Hukum ini berlaku bagi seseorang yang menikah dengan tujuan menyakiti istrinya, mempermainkannya serta memeras hartanya.

Baca Juga: Dzulqa’dah: Asyhurul Hurum, Keutamaan, Dan Ragam Peristiwa Yang Terjadi Pada Bulan Tersebut.

C. Rukun dan Syarat Pernikahan

Rukun dalam pernikahan adalah:

  1. Calon mempelai laki-laki.
  2. Calon mempelai perempuan.
  3. Wali dari perempuan yang akan mengakadkan pernikahan.
  4. Dua orang saksi.
  5. Ijab yang akan dilakukan wali dan qabul yang akan dilakukan oleh suami.

D.Tujuan Pernikahan

  1. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt
  2. Memperbanyak umat Nabi Muhammad Saw.
  3. Menyempurnakan agama.

Dan masih banyak lagi tujuan-tujuan pernikahan, selain dari yang telah disebutkan diatas.

Penulis: Eka Nurlela

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *