Dzulqa’dah: Asyhurul Hurum, Keutamaan, Dan Ragam Peristiwa Yang Terjadi Pada Bulan Tersebut.
Bagikan ini :

Perlu dimafhumi bahwa pada bulan Dzulqa’dah terdapat kejadian penting dan menjadikannya bulan istimewa. Mengetahui keberadaan bulan Dzulqa’dah dengan beragam kelebihannya mendesak diketahui agar umat Islam dapat mengisinya dengan ibadah terbaik sekaligus mendapat pelajaran berharga untuk direnungi.

Allah Subhanahu wa ta’ala melebihkan derajat sebagian makhluk-Nya atas sebagian yang lain. Sebagian manusia, Allah jadikan lebih utama daripada sebagian manusia yang lain. Sebagian tempat, Dia jadikan lebih utama daripada sebagian tempat yang lain. Juga sebagian waktu, Dia jadikan lebih utama dibandingkan dengan sebagian waktu yang lainnya. Salah satu waktu tersebut, yakni bulan Dzulqa’dah yang sedang kita lalui.

Adapun asal usul bulan Dzulqa’dah berasal dari bahasa Arab ذُو القَعْدَة yang terdiri dari dzu artinya pemilik yang jika disandingkan dengan kata lainnya berarti berbeda. Dalam kamus al-Ma’ānī kata dzū artinya pemilik, namun jika digandengkan dengan kata lain akan mempunyai makna tersendiri, misalnya dzū mālin (orang kaya), dzū ‘usrah (orang susah). Sementara kata qa’dah adalah devriasi dari kata qa’ada yang secara etimologis berarti orang yang tidak memiliki tempat duduk atau tidak bepergian ke mana-mana ia banyak duduk (di kursi). Dari kata “qa’ada” ini bisa berkembang beberapa bentuk dan pemaknaan, antara lain taqā’ud artinya pensiun, konotasinya orang yang sudah purna tugas akan berkurang pekerjaannya sehingga dia akan banyak duduk (di kursi).

Dalam Lisanul ‘Arab disebutkan, bahwa bulan ke-11 dalam bulan Hijriah ini diberi nama Dzulqadah karena pada bulan ini, orang Arab tidak bepergian, tidak mencari pakan ternak, dan tidak melakukan peperangan (qu’ud ‘anil qital). Karenanya jazirah Arab lebih tenang, demi menghormati bulan ini. Sebagian mengatakan juga bahwa tidak bepergian di bulan ini, demi mempersiapkan ibadah haji.

Dalam kalender Jawa bulan ke-11 itu dinamai Dulkangidah. Bulan ini dikenal pula dengan nama bulan Apit atau Hapit (Jawa Kuno). Menurut masyarakat Jawa, apit berarti terjepit. Hal ini karena bulan tersebut terletak di antara dua hari raya besar yaitu, Idul Fitri (Syawal) dan Idul Adha (Dzulhijah)

Bulan Dzulqa’dah juga merupakan salah satu di antara empat bulan yang dimuliakan (asyhurul hurum). Bahkan, bulan ini menjadi permulaannya. Tiga bulan lainnya adalah Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah (9) ayat 36 dalam Al-Qur’an:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ (سورة التوبة: ٣٦)

Artinya: “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, sebagaimana dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan yang diagungkan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab)” (QS at-Taubah: 36).

Al-Thabari, sewaktu menafsirkan at-Taubah: 36, dia berpendapat bahwa kata ganti  fī hinna  di ayat itu  kembali ke bulan-bulan suci, dan dia menyebutkan dalil-dalil untuk memperkuat pendapatnya ini. Jika dikatakan bahwa pendapat ini berarti membolehkan untuk berbuat zalim di selain empat bulan suci itu, sudah barang tentu pendapat itu tidak benar, karena perbuatan zalim itu diharamkan kepada kita di setiap waktu dan di setiap tempat. Hanya saja Allah SWT sangat menekankan keempat bulan tersebut karena kemuliaan bulan itu sendiri, sehingga ada penekanan secara khusus kepada orang yang bebuat dosa pada bulan-bulan itu, sebagaimana ada penekanan secara khusus  kepada orang-orang yang memuliakannya.

Sebagai padanannya firman Allah SWT:

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى

“Peliharalah semua sholat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.” (QS al-Baqarah: 238).

Tidak diragukan lagi bahwasanya Allah SWT memerintah kita untuk memelihara (melaksanakan) seluruh sholat-sholat fardlu dan tidak berubah menjadi boleh meninggalkan sholat-sholat itu dikarenakan ada perintah untuk memelihara sholat wustha. Karena perintah memelihara sholat wustha di sana untuk penekanan agar diperhatikan jangan sampai ditinggalkannya. Demikian halnya larangan berbuat zhalim pada keempat bulan suci dalam QS at-Taubah: 36

Dzulqa’dah adalah satu di antara tiga bulan haji, yaitu Syawal, Dzulqa’dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Tidak sah ihram untuk haji pada selain waktu tersebut. Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 197:

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ (البقرة: ١٩٧)

Artinya: “Musim haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi (ditentukan)” (QS al-Baqarah: 197).

Menurut Ibn Umar RA yang dimaksud bulan-bulan haji itu adalah: Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Menurut Ibnu Abbas RA diantara sunnah Rasulullah SAW adalah melaksanakan ihram haji hanya pada bulan-bulan haji tersebut.

Rasulullah saw tidak pernah melakukan umrah kecuali pada bulan Dzulqa’dah. Sahabat Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu meriwayatkan sebuah hadits berikut.

اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَرْبَعَ عُمَرٍ، كُلَّهُنَّ فِي ذِي القَعْدَةِ، إِلَّا الَّتِي كَانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ، عُمْرَةً مِنَ الحُدَيْبِيَةِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ العَامِ المُقْبِلِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ الجِعْرَانَةِ، حَيْثُ قَسَمَ غَنَائِمَ حُنَيْنٍ فِي  ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مَعَ حَجَّتِهِ (رواه البخاري)

Artinya: “Rasulullah saw berumrah sebanyak empat kali, semuanya pada bulan Dzulqa’dah kecuali umrah yang dilaksanakan bersama haji beliau, yaitu satu umrah dari Hudaibiyah, satu umrah pada tahun berikutnya, satu umrah dari Ji’ranah ketika membagikan rampasan perang Hunain dan satu lagi umrah bersama haji.” (HR al-Bukhari/ 1654 dan Muslim/ 1253)

Menurut Mazhab Syafii, barang siapa berbuat kebaikan di bulan-bulan suci, maka pahalanya dilipatgandakan, dan barang siapa berbuat kejelekan di bulan-bulan tersebut, maka dosanya dilipatgandakan pula. Di samping itu,  pembayaran diyat yang diberikan kepada keluarga terbunuh di bulan-bulan suci harus diperberat.

Bulan Dzulqa’dah merupakan 30 malam yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya;

وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً، وَقَالَ مُوسَى لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ (سورة الأعراف: ١٤٢)

Artinya: “Dan Kami telah menjanjikan kepada Musa untuk memberikan kepadanya kitab Taurat setelah berlalu tiga puluh malam (bulan Dzulqa’dah), dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam lagi (sepuluh malam pertama bulan Dzulhijjah), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya menjadi empat puluh malam. Dan Musa berkata kepada saudaranya, yaitu Harun, “Gantikanlah aku dalam memimpin kaumku, dan perbaikilah dirimu dan kaummu, dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-A’raf:142).

Mayoritas ahli tafsir mengatakan bahwa, “Tiga puluh malam itu adalah di bulan Dzulqadah, sedangkan yang sepuluh malam adalah di bulan Dzulhijjah.” (Tafsir Ibni Katsir II/244)

Selain karena keistimewaannya yang begitu banyak dan tidak kalah dari bulan lainnya, nyatanya sejumlah peristiwa penting pernah terjadi di bulan ini. Lantas, apa saja peristiwa tersebut?

  1. Pada tahun 5 hijriah, terjadi perang Bani Quraizhah.
  2. Pada Dzulqa’dah tahun 3 hijriah, terjadi perang Badr Sughra.
  3. Pada hari Sabtu, tanggal 7 Dzulqa’dah tahun 403 H, wafat seorang ulama ahli ilmu kalam dan ahli debat yang sangat masyhur, yaitu Imam Abu Bakr al-Baqillani. Beliau adalah salah seorang pejuang, pembela dan penyebar mazhab Asy’ari yang tiada lain adalah mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) ke berbagai penjuru. Berkat kegigihan dan perjuangannya dan ulama-ulama Aswaja lain saat itu, aqidah dan ajaran kelompok-kelompok yang menyimpang semakin tenggelam dan ditinggalkan para pengikutnya.
  4. Terjadinya Perjanjian Hudaibiyah. Peristiwa di bulan Dzulqa’dah yang pertama adalah munculnya perjanjian Hudaibiyah yang terjadi pada tahun ke-6 Hijriah atau Maret 628 Masehi. Perjanjian ini adalah kesepakatan antara kaum kafir Quraisy kota Mekkah, dengan umat Islam Madinah. Perjanjian Hudaibiyah dilatarbelakangi atas dilarangnya umat Islam oleh kaum kafir Quraisy ketika ingin memasuki kota Mekkah untuk beribadah Haji. Berkat adanya perjanjian ini, dakwah Islam di wilayah Arab dapat semakin meluas. Sebab, salah satu poin dari kesepakatan Hudaibiyah yakni, pihak Quraisy sepakat untuk tidak berperang dengan umat Muslim selama 10 tahun. Alhasil, umat Islam bisa lebih fokus dalam memaksimalkan penyebaran agama Islam.
  5. Nabi Muhammad SAW Melaksanakan Haji Wada (Haji Perpisahan). Peristiwa di bulan Dzulqa’dah selanjutnya yang tak kalah penting ialah Haji Wada yang dilaksanakan Rasulullah SAW. Selang empat tahun setelah perjanjian Hudaibiyah, Rasul melaksanakan ibadah haji terakhirnya sebelum wafat. Kejadian ini tepatnya terjadi pada tahun ke-10 Hijriah tanggal 10 Dzulqa’dah. Di momen ini pula Rasul menyampaikan khutbah terakhirnya. Dalam khutbah tersebut, Rasul meninggalkan pesan kepada seluruh umat Islam agar selalu memegang teguh Al-Quran maupun Hadis Nabi SAW.
  6. Wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq. Peristiwa di bulan Dzulqa’dah selanjutnya cukup menyayat hati. Bagaimana tidak? Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat Rasul yang juga termasuk ke dalam golongan Assabiqunal Awwalun, harus menghembuskan nafas terakhir akibat sakit. Abu Bakar Ash-Shiqqid wafat selang tiga tahun kepergian Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat pada 22 Dzulqa’dah tahun ke-13 Hijriah. Beliau dimakamkan tepat disebelah makam Rasulullah SAW.
  7. Muawiyah bin Abu Sufyan terpilih menjadi khalifah pertama Dinasti Umayyah pada tahun ke-41 Hijriah.

Setelah kita mengetahui apa saja keutamaan dan peristiwa penting yang terjadi di bulan Dzulqa’dah, mari kita tingkatkan taqwa serta amal kebaikan di bulan ini.

Penulis: Raisya Audyra

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *