Teladan Rasulullah dalam Membangun Perekonomian yang Berkeadilan

Allah SWT mengutus para Rasul ketika nilai-nilai kemanusiaan mengalami kemerosotan. Manusia memiliki peran untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan menyembah Allah SWT serta menjaga hubungan baik antarsesama. Salah satu nilai kemanusiaan yang rusak saat itu adalah ketidakadilan dalam transaksi jual beli. Para Rasul diutus untuk memperbaiki akhlak yang merosot ini. Ada di antara umat yang beriman, namun ada juga yang tetap tenggelam dalam kekufuran, sehingga Allah SWT menurunkan azab kepada umat-umat terdahulu.   Contohnya adalah umat Nabi Syu’aib yang mengurangi timbangan dalam berdagang. Perintah untuk berlaku adil dan tidak menzalimi sesama manusia telah dijelaskan dalam Al-Quran, sebagaimana firman Allah SWT:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Al-Quran, Surah An-Nisaa : 29).  Dalam Islam, kesejahteraan merupakan unsur penting dalam meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Kepemilikan harta oleh orang beriman memfasilitasi terciptanya kesejahteraan melalui praktik sedekah dan wakaf. Sedekah dan wakaf ini menjadi salah satu upaya kaum muslimin dalam ihyaul ummah, yakni menghidupkan kesejahteraan di tengah umat Islam.

Dalam sirah Rasulullah, kemerosotan akhlak terjadi pada masyarakat jahiliah. Pada masa itu, kehidupan masyarakat sangat timpang; yang kaya semakin kaya dan menindas yang miskin, sementara yang miskin terus diperlakukan secara tidak manusiawi. Kehadiran Rasulullah SAW bersama para sahabatnya kemudian berhasil memulihkan peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan. (Safiyurrahman Al-Mubarakfuri, Rahiqul Makhtum, [Iskandariah: Dar Ibn Khaldun, t.t., hal. 33). Sejak awal kehidupannya di Mekkah, Rasulullah SAW sudah terlibat dalam aktivitas perdagangan. Beliau mengikuti pamannya dalam kafilah dagang ke negeri Syam, dan kemudian menjalin hubungan bisnis dengan Sayyidah Khadijah. (Muhammad Said Ramadan al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, [Damaskus: Darul Fikri, 2005], hal. 52). Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah cukup memahami seluk-beluk dunia perniagaan. Dalam berniaga, beliau selalu menekankan pentingnya amanah dan kejujuran dalam setiap aktivitas bisnis. Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَلصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ Artinya: “Dari Abi Sa’id, dari Nabi saw bersabda: ‘Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para Nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada’.”  (Al-Munawi, Faidhul Kabir, [Beirut, Darul Ma’rifah, tt], jilid III, halaman 278). Di Madinah, Rasulullah SAW memakmurkan masjid (imaratul masjid) dan memperkuat persaudaraan di antara umat Islam, serta membangun hubungan dengan seluruh elemen suku yang ada di Madinah melalui Piagam Madinah. (Muhammad Said Ramadan al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, Damaskus, Darul Fikri, 2005, hal. 142). Langkah ini kemudian memudahkan Rasulullah bersama kaum muslimin untuk membangun pasar dengan menguatkan perekonomian umat Islam. Salah satu caranya adalah dengan mendirikan Al-Hisbah, lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pasar. Rasulullah SAW juga membentuk Baitul Mal, lembaga yang bertugas mengelola keuangan. Melalui sistem ini, khususnya dengan keberadaan Baitul Mal, tujuan Ihyaul Ummah (mewujudkan kesejahteraan masyarakat) melalui perekonomian Islam dapat tercapai.

فقد كان النبي يعين أمراء وعمال الأقاليم، وكانت مهمة كل أمير أن يقوم بجمع الصدقات . والجرية وأخماس الغنائم والخراج، وأحيانا كان رسول الله  يرسل عاملاً مختصا بالنواحي المالية، لتحصر مهمته بجمع مستحقات الدولة من الأموال الخراج والجزية، والعشور، والصدقات ويدفعها إلى بيت مال المسلمين، كما فعل رسول الله ٢ مع معاذ بن جبل  حينما بعثه إلى اليمن القبض الصدقات من عمالها، ومع أبي عبيدة بن الجراح : حينما أرسله إلى البحرين ليأتيه بجزيتها

Artinya, “Nabi SAW mengangkat para pemimpin dan pekerja di berbagai wilayah, dan tugas setiap pemimpin adalah mengumpulkan sedekah, pajak, seperlima dari rampasan perang, dan hasil dari pajak tanah. Terkadang, Rasulullah SAW mengutus seorang pekerja yang khusus menangani masalah keuangan, yang tugas utamanya adalah mengumpulkan pendapatan negara dari pajak tanah, upeti, zakat, dan sedekah, lalu menyetorkannya ke Baitul Mal. Seperti yang dilakukan Rasulullah ketika mengutus Muaz bin Jabal ke Yaman untuk mengumpulkan sedekah dari para pekerjanya, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah ketika beliau mengutusnya ke Bahrain untuk membawa upeti..” (Abi Ubaid Bin Qasim, Kitabul Amwal, [Beirut: Darusy Syuruq, 1989], halaman 41). Setahun setelah berada di Madinah, kaum muslimin berhasil membangun pasar yang kuat dan berperan penting dalam perekonomian kota. Keterkaitan antara iman dan akhlak yang amanah menjadi kunci utama dalam kesuksesan perekonomian umat Islam. Rasulullah SAW bersabda: حدثنا عفان حدثنا حماد حدثنا المغيرة بن زياد الثقفي سمع أنس بن مالك يقول إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لا إيمان لمن لا أمانة له ولا دين لمن لا عهد له   Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki kejujuran, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memiliki perjanjian.” (Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, [Beirut: Dar Ihya at-Turats Al-Arabiy, 1993], jilid III, halaman 251, No. 13225). Di Madinah, sahabat Abdurrahman bin Auf awalnya tidak memiliki modal untuk berdagang. Namun, melalui strategi yang tepat, ia berhasil kembali menjadi salah satu sahabat terkaya. Selain itu, Sayyidina Utsman bin Affan juga dikenal sebagai salah satu sahabat terkaya di Madinah.   Setelah satu abad wafatnya Rasulullah, Islam hadir dengan perekonomian yang stabil, yang kemudian mencapai puncak kejayaan pada masa Kekhalifahan Turki Utsmani, dengan banyaknya tanah wakaf produktif. Dari sini, pemberdayaan ekonomi melalui konsep ihyaul ummah menjadi teladan yang diwariskan oleh Rasulullah SAW. Sebagai penutup, pemberdayaan ekonomi dalam Islam tidak hanya tentang pengelolaan harta, tetapi juga mencakup nilai-nilai keadilan, amanah, dan kesejahteraan bagi seluruh umat. Rasulullah SAW telah memberikan teladan yang nyata dalam membangun fondasi perekonomian yang berlandaskan keimanan dan akhlak yang mulia.  Dari masa beliau hingga masa kejayaan peradaban Islam, prinsip-prinsip ini terus dijaga dan diterapkan oleh para sahabat dan generasi sesudahnya. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari warisan ini dan menerapkannya dalam kehidupan ekonomi yang berkeadilan dan penuh keberkahan, demi mewujudkan kesejahteraan bersama. Wallahu a’lam

Sumber: https://islam.nu.or.id/hikmah/teladan-rasulullah-dalam-membangun-perekonomian-yang-berkeadilan-ydznI

Jihad Utama Mengatakan Kebenaran di depan Penguasa Zalim

Pemimpin yang lalim dan tidak adil akan menimbulkan kerusakan di wilayah yang dipimpinnya. Mereka sering kali membuat keputusan yang merugikan dan mengikis hak-hak rakyat.   Lebih ironis lagi, mereka cenderung menggunakan kekuasaan hanya untuk kepentingan pribadi, sementara kebutuhan dan kesejahteraan rakyat diabaikan. Padahal, seorang pemimpin sejatinya hadir untuk membawa kemaslahatan dan melindungi kedaulatan rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat tidak boleh tinggal diam ketika melihat seorang pemimpin berbuat zalim. Mereka memiliki hak dan kewajiban untuk menyuarakan kebenaran dan menentang segala bentuk tindakan yang menyimpang dari keadilan dan kebenaran.

Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah saw menyebutkan, di antara jihad yang paling utama adalah suara keadilan yang diucapkan di hadapan pemimpin yang lalim dan tidak adil. Rasulullah saw bersabda: أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

Artinya, “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Merujuk pada pendapat ‘Abdurrahman al-Mubarakfuri, maksud dari “penguasa yang zalim” adalah pemimpin yang berbuat kezaliman menggunakan kekuasaannya. Sementara maksud dari “kalimat” dalam hadits tersebut adalah seruan kepada pemimpin untuk menegakkan kebenaran dan menghentikan tindak kezaliman yang mereka lakukan. Seruan ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik ucapan, tulisan, dan lain semacamnya. Al-Mubarakfuri menyebut:

وَالْمُرَادُ بِالْكَلِمَةِ مَا أَفَادَ أَمْرًا بِمَعْرُوفٍ أَوْ نَهْيًا عَنْ مُنْكَرٍ مِنْ لَفْظٍ أَوْ مَا فِي مَعْنَاهُ كَكِتَابَةٍ وَنَحْوِهَا

Artinya, “Yang dimaksud dengan kalimat adalah ucapan yang mengandung perintah melakukan kebenaran atau larangan melakukan kemungkaran, melalui ucapan atau tulisan, dan juga media lainnya yang memiliki fungsi serupa.” (Tuhfatul Ahwadzi, [Beirut: Darul kutub Ilmiyah, t.t.], jilid XI, halaman 330).

Para ulama ahli hadits memiliki interpretasi yang beragam terkait alasan Rasulullah saw menyebut seruan kebenaran di hadapan pemimpin yang zalim dan tidak adil sebagai jihad yang paling utama. Di sini penulis berupaya mengutip beberapa pendapat ulama beserta argumentasinya.  

Menurut Imam al-Khattabi, sebagaimana dikutip oleh Imam Suyuthi dalam Mirqatush Shu’ud Ila Sunani Abi Dawud, Rasulullah saw menyebut seruan kebenaran di hadapan pemimpin yang zalim sebagai jihad yang paling utama karena menegakkan kebenaran di hadapan pemimpin yang lalim lebih sulit dan menantang dibandingkan dengan jihad melawan musuh-musuh Islam [dalam konteks perang].

Pemimpin yang zalim biasanya akan mengancam siapa pun yang berani menentang, terutama rakyat yang berada di bawah kekuasaannya. Oleh karena itu, menurut al-Khattabi, seorang rakyat yang berani menyuarakan kebenaran di hadapan pemimpin yang zalim menunjukkan keberanian yang luar biasa dan tidak mengenal rasa takut. Inilah alasan mengapa jihad melawan pemimpin yang zalim dianggap sebagai jihad yang paling utama. Ia menyebutkan:

وصاحب السُّلطان مقهور في يده فهو إذا قال الحق وأمره بالمعروف فقد تعرَّض للتلف وأهدف نفسه للهلاك، فصار ذلك أفضل أنواع الجهاد من أجل غلبة الخوف.

Artinya, “Seseorang yang berada di bawah kekuasaan seorang pemimpin otomatis berada dalam kendali pemimpin tersebut. Maka, jika ia menyampaikan kebenaran dan memerintahkan pemimpinnya untuk berbuat kebaikan, otomatis ia telah menempatkan dirinya dalam bahaya dan menghadapkan dirinya pada kehancuran.  

Oleh karena itu, tindakan ini menjadi jenis jihad yang paling utama karena dirinya harus melawan rasa takut yang mendalam.” (Imam Suyuthi, Mirqatush Shu’ud Ila Sunan Abi Dawud, [Beirut: Darul Ibnu Hazm, 2012], jilid III, halaman 106).

Penafsiran lain mengenai alasan menyuarakan kebenaran di hadapan pemimpin yang zalim disebut sebagai jihad yang paling utama, menurut Imam al-Muzhir, adalah karena ketika seorang pemimpin berbuat zalim, seluruh rakyatnya yang akan menderita akibat tindakan dan kebijakannya.  

Oleh karena itu, ketika ada seseorang yang berani menyuarakan kebenaran untuk menghentikan kezaliman tersebut, ia telah berjuang demi kepentingan rakyat. (Mula al-Qari, Mirqatul Mafatih, [Beirut: Darul Fikr, 2002], jilid VI, halaman 412).

Di sisi lain, Syekh Muhammad bin ‘Alan  menegaskan bahwa menyuarakan kebenaran di hadapan pemimpin yang zalim dianggap jihad yang paling utama karena tindakan tersebut mencerminkan kekuatan iman dan keberanian yang luar biasa dari orang yang melakukannya. (Dalilul Falihin, [Beirut, Darul Ma’rifah: 2004], jilid II, halaman 484).   Menyuarakan kebenaran kepada pemimpin yang zalim merupakan kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Artinya, setiap anggota masyarakat berhak dan berkewajiban untuk melakukannya, namun jika sudah ada sebagian yang menunaikannya, maka kewajiban ini gugur bagi yang lainnya.  

Menyuarakan kebenaran kepada pemimpin yang zalim menjadi sangat penting agar mereka menghentikan segala tindakan yang merugikan rakyat dan menyimpang dari prinsip-prinsip kebenaran.   Namun, penting untuk diingat bahwa amar ma’ruf, atau menyuarakan kebenaran kepada pemerintah, harus dilakukan dengan cara yang bijaksana.

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menekankan bahwa amar ma’ruf kepada pemerintah sebaiknya dilakukan melalui nasihat yang baik dan penyampaian kebenaran dengan cara yang santun. Amar ma’ruf kepada pemerintah tidak boleh dilakukan dengan cara pemberontakan (bughat), karena menyampaikan kebenaran melalui pemberontakan hanya akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Imam Al-Ghazali menyatakan:    

وَأَمَّا الْمَنْعُ بِالْقَهْرِ ; فَلَيْسَ ذَلِكَ لِآحَادِ الرَّعِيَّةِ ; لِأَنَّ ذَلِكَ يُحَرِّكُ الْفِتْنَةَ، وَيُهَيِّجُ الشَّرَّ، وَيَكُونُ مَا يَتَوَلَّدُ مِنْهُ مِنَ الْمَحْذُورِ أَكْثَرَ Artinya, “Adapun mencegah (kezaliman) dengan kekerasan, maka hal ini bukanlah kewenangan individu dari rakyat, karena tindakan tersebut dapat memicu fitnah, mengobarkan kejahatan, dan menyebabkan kerusakan yang timbul darinya menjadi lebih besar.” (Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: t.t.], jilid II, halaman 343)

Senada dengan Imam Ghazali, Imam ar-Ramli berpendapat bahwa memberontak kepada pemimpin hukumnya haram sekalipun pemimpin itu zalim, karena melihat dampak yang akan ditimbulkan seperti fitnah, pertumpahan darah, dan kerusakan yang nyata pada suatu negara. Ia berkata:

يحرم الخروج على ولي الأمر وقتاله بإجماع المسلمين لما يترتب على ذلك من الفتن وإراقة الدماء وفساد ذات البين فتكون المفسدة فى عزله أكثر منها في بقائه ولأننا تحت طاعته في أمره ونحوه مالم يخالف الشرع وإن كان جائرا Artinya, “Diharamkan untuk memberontak terhadap penguasa dan memeranginya berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin, karena hal tersebut akan menimbulkan fitnah, pertumpahan darah, dan kerusakan hubungan di antara umat. Kerusakan yang terjadi akibat menggulingkannya lebih besar daripada kerusakan yang ditimbulkan karena tetap mempertahankannya.   Selain itu, ketidakbolehan memberontak dikarenakan kita harus taat pada pemimpin selama perintahnya tidak bertentangan dengan syariat, meskipun penguasa tersebut zalim.” (Syamsuddin ar-Ramli, Ghayatul Bayan, [Beirut: Darul Ma’rifah, t.t.], halaman 15).

Pada kesimpulannya, kita akan sadar betapa pentingnya menyuarakan kebenaran kepada pemimpin yang zalim agar ketidakadilan yang mereka lakukan dapat dihentikan. Terlebih dalam konteks negara demokrasi, menyampaikan aspirasi dan pendapat di muka umum merupakan hak asasi manusia yang legal dan konstitusional. Meskipun demikian, menyuarakan kebenaran harus dilakukan dengan cara yang baik sesuai norma-norma syariat maupun aturan dalam undang-undang, tujuannya agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Wallahu A’lam

Pandangan Intelektual Muslim Terhadap Demokrasi Di Indonesia

Islam merupakan agama yang adil. Mengutamakan suatu
keputusan akhir untuk diambil secara bersama-sama. Dalam Islam
juga sudah mengajarkan arti pentingnya hak bersama seperti hak
bersuara, mengutarakan pendapat, dan hak kebebasan dalam memilih.
Di Indonesia dikenal dengan Istilah Demokrasi. Demokrasi adalah
suatu sistem yang dianut oleh Indonesia. Rakyat diberi prioritas dalam
sistem pemerintahan ini ketika membuat keputusan. karena rakyat
juga menguasai kedaulatan tertinggi.
Dalam Islam, sistem demokrasi Indonesia memiliki kelebihan
dan kekurangan. Ada yang sependapat dan ada yang tidak. Sudah
menjadi hal biasa jika ada perbedaan dalam berpendapat ketika
mengarah suatu pandangan antara pemerintahan dan Islam. Bukan
berarti ada banyak pertikaian dikarenakan pendapat akan tetapi hanya
untuk mengarahkan bagaimana seseorang untuk memilih apalagi kita
sebagai umat Islam tentu saja berlandaskan dengan syari’at Islam.
Ada beberapa pendapat yang Intelektual muslim tentang
Demokrasi di Indonesia. Ada pandangan yang bisa menerima
demokrasi Indonesia karena Demokrasi itu mengutamakan
keadilanDemokrasi bukan pemikiran dari Islam melainkan dari Barat.
Mengikuti demokrasi berarti seseorang tersebut mengikuti kafir hal
ini di haramkan atau sangat tegas tidak di perbolehkan karena
menyerupai orang-orang kafir. Pada intinya Demokrasi ini
mengutamakan suara bersama yang di ambil dari mana suara
terbanyak berarti bukan di lihat dari kebenaran. Mengikuti demokrasi
berarti seseorang tersebut mengikuti kafir hal ini di haramkan atau
sangat tegas tidak di perbolehkan karena menyerupai orang-orang
kafir. Pada intinya Demokrasi ini mengutamakan suara bersama yang
di ambil dari mana suara terbanyak berarti bukan di lihat dari
kebenaran.
Kebenaran hanya milik Allah SWT dan kedaulatan yang
tertinggi juga hanya kepada Allah SWT. Adapun kita sebagai umat
muslim yang hidup di negara menganut sistem Demokrasi tentu saja
menjalankan sistem tersebut akan tetapi dengan catatan jangan
sampai melanggar hukum atau syari’at Islam.

Demokrasi adalah suatu sistem yang dianut oleh Indonesia.
Sistem pemerintahan ini mengutamakan rakyatnya untuk
pengambilan keputusan. Dalam implementasinya di Indonesia
contohnya pemilu. Dimana dapat dilihat pentingnya suara rakyat.
Indonesia berprinsipkan dengan ideologi Pancasila yang menuntut
kedamaian, kebersamaan, keadilan, serta keselarasan dalam hal
bersuara.
Jika dilihat dari sistem bagaimana demokrasi itu berjalan
dapat dilihat sangat adil apabila diterapkan dengan baik oleh
pemerintah. Karena didalam suatu negara khususnya Indonesia
demokrasi ini hak bersama, maksudnya adalah mengutamakan
musyawarah bersama. Dan yang paling terpenting adalah mengambil
suatu keputusan juga tidak memberatkan dari sisi rakyatnya. Akan
tetapi apakah Demokrasi di Indonesia sudah sesuai dengan apa yang
telah dianut oleh Indonesia sendiri? Hal ini menjadi pertanyaan
banyaknya masyarakat yang merasa tidak adil. Contoh kasusnya
seperti disaat pemilu itulah kesempatan dari orang yang mencalonkan
dirinya untuk menggunakan masyarakat yang memiliki ekonomi yang
rendah, mereka membayar masyarakat tersebut untuk memilih dirinya
agar menjadi pemegang kekuasaan sesuai keinginannya. Selain itu
juga ada kasus dimana intimidasi terjadi oleh masyarakat dimana
pihak mencalonkan diri mengancam agar tidak memilih orang lain
selain dirinya.
Dari beberapa contoh diatas apakah dapat dikatakan Indonesia
sudah sesuai dengan sistem demokrasi tersebut. Hal ini kembali lagi
kepada kesadaran manusia masing-masing karena sesungguhnya itu
bisa dinilai mana yang baik dan mana yang buruk.

Jika demokrasi suatu sistem yang didukung oleh demokrasi nasional,
maka akan kuat kokoh apabila disokong oleh demokrsi. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang demokratis. Pemahaman demokrasi Indonesia saat ini antara lain dipengaruhi oleh
konsep demokrasi modern. Terjadi pergeseran dan pola yang berbeda
sejak kemerdekaan hingga masa reformasi demokrasi. Gagasan
demokrasi ini dipraktikkan dengan cara yang berbeda di berbagai
negara di seluruh dunia. Dalam 16 tahun sejak era reformasi Indonesia dimulai, topik
ini, apalagi soal demokrasi disana, publik sangat tertarik. Hal ini
dikarenakan masyarakat Indonesia sangat memperhatikan masa
transisi menuju kehidupan politik yang lebih baik. Perkembangan
demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut. Sejarah Indonesia
dapat dibagi menjadi empat periode sesuai dengan perkembangan
demokrasi: 1) Periode I Republik Indonesia, juga dikenal sebagai
demokrasi konstitusional, yang menekankan peran parlemen dan
partai dan disebut sebagai “Demokrasi Parlementer .” 2) Masa Republik Indonesia, juga dikenal sebagai demokrasi terpimpin, menunjukkan “beberapa aspek demokrasi rakyat” dan menyimpang
dari demokrasi konstitusional dalam banyak hal. 3) Masa Republik
Indonesia Ketiga: Khususnya masa Demokrasi Pancasila, demokrasi
konstitusional dengan sistem presidensial. (badan presidensial sangat
dominan, parlemen dibuat tidak berdaya, dan kekuasaan presiden
menjadi tidak terkendali), 4) Periode Republik Indonesia Keempat:
yaitu periode Demokrasi Pancasila setelah reformasi MPR melakukan
empat kali amandemen UUD 1945 antara tahun 1999 dan 2002,
sehingga mengurangi kewenangan lembaga presiden dan
meningkatkan kewenangan DPR. Sifat demokrasi adalah berkembang
seiring dengan perubahan sosial. Sebagai sistem politik, demokrasi mencakup pembagian
kekuasaan (kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif),
pemerintahan konstitusional, perlindungan hak asasi manusia,
pengawasan administrasi negara, pemilihan umum yang bebas, dan
supremasi hukum. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi di
Indonesia yang mengutamakan kepentingan seluruh masyarakat
melalui musyawarah dan mufakat. Hal itu didasarkan pada nilai-nilai
sosial budaya bangsa.

Makna Kemerdekaan Bagi Bangsa Indonesia

Hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang diproklamirkan oleh Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, hingga saat ini, telah memasuki tahun ke-79. Hari kemerdekaan Indonesia memiliki makna yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Proklamasi ini merupakan hasil dari perjuangan panjang dan merupakan puncak dari serangkaian perjuangan melawan penjajah. Kemerdekaan merupakan kata yang sering diucapkan tanpa memahami maknanya. Kemerdekaan berarti bangsa Indonesia memperoleh kebebasan yang seutuhnya, bebas dari segala bentuk penindasan dan penguasaan bangsa asing. Sementara itu, definisi kemerdekaan menurut KBBI sendiri ialah sebuah kebebasan, lepas, tidak mendapat tekanan dari luar, tidak terjajah, dan lain-lain.

Sejarah mengajarkan betapa berharganya Kemerdekaan. Generasi terdahulu mempertaruhkan nyawa dan masa depan mereka untuk membebaskan negara dari belenggu penjajahan. Di era modern ini, kemerdekaan diartikan sebagai kebebasan dari ketidaksetaraan dan diskriminasi. Usaha untuk meraih kemerdekaan Indonesia secara tidak langsung mengajarkan pentingnya edukasi bagi generasi penerus bangsa. Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 menandakan kelahiran sumber hukum di Indonesia yang mengatur ketatanegaraan secara menyeluruh. Cita-cita bangsa yang tercantum dalam proklamasi kemerdekaan menjadi arah gerak bangsa. Proklamasi kemerdekaan menjadi acuan untuk pembuatan landasan hukum Indonesia. Hal ini dapat menjadi pengingat kita agar selalu menaati aturan hukum yang dirancang untuk memastikan kestabilan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Apa makna kemerdekaan yang sesungguhnya? Apakah hanya sebatas bebas melakukan apa saja? Jika kita mengingat bagaimana kerasnya perjuangan para pahlawan untuk mendapatkan kehidupan yang merdeka, kita bisa belajar soal kegigihan dalam mengejar hidup yang lebih baik. Tantangan yang kita hadapi kini bukan lagi perkara penjajahan maupun medan perang, melainkan musuh tidak kasat mata seperti ancaman kesehatan, rasa malas  dan kebiasaan boros. 

Makna kemerdekaan bagi Indonesia adalah bebas dari penjajah, tetapi apa makna kemerdekaan bagimu? Mari kita renungkan, bagaimana visi hidup yang lebih baik? Apapun itu, tetaplah berjuang keras agar bisa mencapai semua tujuan hidup yang mampu membawa kita menuju masa depan yang lebih baik. Di masa penjajahan, cita-cita Tanah Air adalah untuk merdeka. Sementara cita-cita Indonesia sekarang adalah untuk bisa menjadi poros ekonomi dunia yang kuat. Intinya, cita-cita seharusnya bisa terukur dan realistis. Indonesia telah melihat banyak jasa para pahlawan yang berjuang demi kemerdekaan, bersikukuh membangun negeri, menjunjung tinggi keadilan, dan memulihkan Tanah Air dari ancaman seperti pandemi. Kita tidak boleh lengah dan harus pantang menyerah seperti para pahlawan kebanggaan kita.

Makna kemerdekaan yang patut dicontoh oleh para generasi muda. 

1.     Jangan Takut Coba Hal Baru

Hidup hanya sekali, mari kita jalani dengan semaksimal mungkin. Begitulah kira-kira prinsip hidup yang dipegang oleh para pejuang bangsa. Makna kemerdekaan yang harus selalu kita resapi adalah berani untuk mengambil keputusan sulit dan mencoba hal baru. Rasa takut untuk memulai dan mengambil risiko bila dibiarkan begitu saja akan melumpuhkan semangatmu. Kumpulkan keberanian saat kita yakin bahwa ini adalah hal yang positif bagi diri sendiri dan sekitar. 

2.     Saling Toleransi dengan Sesama

Sejak era penjajahan, masyarakat Indonesia merangkul satu sama lain terlepas dari perbedaan yang ada. Inilah makna kemerdekaan yang khas Indonesia, saling toleransi dengan sesama. Meski fisik kita berbeda, kita sama-sama mencintai Tanah Air dan meneriakkan semangat “Merdeka!” 

3.     Indonesia Bisa, Indonesia Hebat

Selama 78 tahun Indonesia merdeka, sayangnya masih banyak generasi muda dan terdahulu yang memandang sebelah mata potensi bangsanya sendiri. Padahal, Indonesia telah mencetak banyak prestasi.

4.     Selalu Berjuang Demi Hidup yang Lebih Baik

Makna kemerdekaan adalah bebas dari penindasan dan tekanan yang diberikan sang penjajah (orang lain).

Sedangkan Makna Proklamasi Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, dapat diuraikan antara lain sebagai:

1.     Identitas Nasional yang Kuat

Proklamasi Kemerdekaan merupakan momen yang menyatukan berbagai suku, agama, dan budaya di Indonesia menjadi satu bangsa yang memiliki identitas nasional yang kuat. Hal ini memperkuat rasa persatuan dan kebanggaan terhadap jati diri sebagai bangsa Indonesia.

2.     Kedaulatan dan Kemerdekaan

Proklamasi ini menegaskan hak Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. Dalam konteks identitas nasional, hal ini mencerminkan keinginan bangsa Indonesia untuk hidup bebas dari campur tangan asing dan memiliki kedaulatan atas wilayahnya sendiri.

3.     Perjuangan dan Pengorbanan

Proklamasi Kemerdekaan mengingatkan kita akan perjuangan dan pengorbanan para pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Nilai-nilai kepahlawanan, semangat pantang menyerah, dan pengorbanan untuk bangsa menjadi bagian penting dari identitas nasional Indonesia.

4.     Kebebasan Berdemokrasi

Proklamasi ini membuka jalan bagi masyarakat Indonesia untuk menikmati kebebasan berdemokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan sosial. Kebebasan ini menjadi bagian esensial dari identitas nasional Indonesia dan mencerminkan semangat untuk menciptakan masyarakat yang adil, demokratis, dan berkeadilan.

5.     Pembangunan dan Kemajuan

Proklamasi Kemerdekaan memberikan landasan untuk pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia. Momen ini memacu semangat untuk terus berusaha, berinovasi, dan berkontribusi dalam memajukan negara serta mencapai kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

6.     Warisan Budaya

Nilai-nilai seperti gotong royong, kebhinekaan, dan kearifan lokal menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas nasional Indonesia. Warisan budaya ini melengkapi dan memperkaya identitas bangsa Indonesia serta menjadi sumber kebanggaan dan kekuatan dalam menjaga keberagaman dan persatuan.

7.     Pemersatu dalam Kebinekaan

Meskipun Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, bahasa, dan budaya yang beragam, proklamasi ini menggarisbawahi pentingnya persatuan dan kesatuan dalam membangun bangsa. Hal ini mengilhami semangat inklusivitas, saling menghormati, dan menjaga persatuan dalam keragaman, yang menjadi ciri khas identitas nasional Indonesia.

8.     Perlawanan Terhadap Penjajahan

Proklamasi Kemerdekaan adalah simbol perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan. Momen ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah berhasil mengusir penjajah dan mengambil kendali atas tanah airnya sendiri. Proklamasi ini mengajarkan nilai-nilai ketahanan, keberanian, dan semangat untuk melawan penindasan, yang terus memperkuat identitas nasional Indonesia.

9.     Proklamasi Kemerdekaan adalah momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia.

Makna proklamasi ini meliputi identitas nasional, kedaulatan dan kemerdekaan, perjuangan dan pengorbanan, kebebasan berdemokrasi, pembangunan dan kemajuan, serta warisan budaya.

Di tengah gemuruh teknologi dan kompleksitas globalisasi, makna kemerdekaan kini memperoleh dimensi baru yang memerlukan pemahaman yang mendalam. Kemerdekaan tidak lagi hanya berkaitan dengan pelepasan dari belenggu penjajahan fisik, melainkan juga melibatkan pembebasan dari kungkungan digital, sosial, dan budaya.

Kemerdekaan juga berhubungan dengan inovasi dan kreativitas. Masyarakat yang merdeka adalah masyarakat yang mampu menghasilkan gagasan-gagasan baru. Dalam era ini, kita dihadapkan pada tuntutan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat dan berbagai masalah global seperti perubahan iklim dan krisis kesehatan. Kemerdekaan berarti kita memiliki kebebasan untuk mencari solusi inovatif tanpa terhalang oleh dogma atau konvensi yang ketinggalan zaman.

Namun, kemerdekaan juga harus datang dengan tanggung jawab. Dalam era di mana informasi mudah tersebar, kita perlu berlatih pemahaman yang kritis dan bijak terhadap apa yang kita konsumsi. Kita harus mampu membedakan antara berita palsu dan fakta yang terverifikasi, serta memilih untuk berkontribusi pada diskusi yang membangun.

Jadi, menggugah makna sejati kemerdekaan pada masa sekarang ini berarti mengenali kompleksitas tantangan dan peluang yang ada di hadapan kita. Dengan menjaga semangat inklusivitas, inovasi, dan tanggung jawab, kita dapat melangkah maju menuju masa depan yang lebih berdaya, beragam, dan lebih merdeka daripada sebelumnya.

Memupuk kemerdekaan

Dalam perjalanan merayakan dan menghayati kemerdekaan, terdapat beberapa nilai dan aspek yang perlu kita pupuk dan tanamkan dalam budi pekerti kita.

Pertama, semangat inklusivitas dan toleransi. Kemerdekaan sejati hanya dapat terwujud jika setiap individu dan kelompok merasa dihargai dan diakui. Kita perlu berusaha memahami dan menghormati perbedaan, baik dalam keyakinan, budaya, maupun pandangan.

Kedua, semangat inovasi dan kreativitas. Kemerdekaan memberikan ruang bagi ekspresi diri dan pengembangan potensi. Dalam era modern yang cepat berubah, kita perlu berani mencari solusi-solusi baru untuk mengatasi tantangan-tantangan yang muncul.

Ketiga, tanggung jawab sosial. Kemerdekaan membawa hak-hak, tetapi juga membawa kewajiban terhadap sesama dan masyarakat.  Dengan memegang teguh tanggung jawab sosial, kita dapat membantu menciptakan masyarakat yang adil dan berkeadilan.

Keempat, semangat pemahaman kritis. Di era informasi yang berlimpah, kita harus mampu memilah dan memilih informasi yang akurat dan terpercaya. Kita juga perlu menganalisis dengan bijak setiap informasi yang kita terima, agar tidak mudah terbawa arus pandangan sempit atau berita palsu.

Kelima, semangat menjaga warisan sejarah. Kemerdekaan didapatkan melalui perjuangan dan pengorbanan para pendahulu kita. Menjaga dan menghormati warisan ini adalah wujud penghargaan terhadap perjuangan mereka. Kita harus memahami sejarah untuk tidak mengulangi kesalahan masa lalu dan membangun masa depan yang lebih baik.

Dalam menggugah makna sejati kemerdekaan dan membawanya menuju masa depan yang lebih cerah, kita harus menggabungkan nilai-nilai ini dalam tindakan sehari-hari. Dengan inklusivitas, inovasi, tanggung jawab, pemahaman kritis, dan penghargaan terhadap sejarah, kita dapat merintis jalan menuju masyarakat yang lebih harmonis, berkeadilan, dan merdeka.

Memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan dengan berbagai kegiatan, kita tidak hanya merayakan dan menghayati kemerdekaan, namun juga bentuk dari rasa syukur kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia. MERDEKA!!!

Editor: Alima sri sutami mukti

Hakikat Manusia Merdeka dengan Seutuhnya

Setiap tanggal 17 Agustus merupakan tanggal yang ditunggu-tunggu, karena merupakan moment yang paling bersejarah Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia. Meskipun sudah merdeka, kita tetap bisa mengingat yang telah
diperjuangkan oleh pendahulu bangsa ini guna meraih kemerdekaan. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia
memproklamirkan kemerdekaan Negara Indonesia, sejarah mencatat proklamir
kemerdekaan Indonesia tepat pada hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan pukul
10.00 WIB, perjuangan panjang para pendahulu bangsa ini berjuang melawan
penjajah. Kemudian makna apa yang terkandung dalam kemerdekaan Bangsa
Indonesia, tentu tidak hanya sekedar mengenang tanpak kilas memperingati
hari kemerdekaan saja, namun yang paling penting merasa telah merdeka
dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana mengisi kemerdekaan itu sendiri.

Arti Penting Kemerdekaan
Kemerdekaan dalam bahasa Arab disebut al-Istiqla, ditafsirkan sebagai
”al-Taharrur wa al-Khalash min ayy Qaydin wa Saytharah Ajnabiyyah” (bebas
dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain), atau “al- Qudrah ‘ala al-Tanfidz ma’a In‘idam Kulli Qasr wa ‘Unf min al-Kharij”
(Kemampuan mengaktualisasikan diri tanpa adanya segala bentuk pemaksaan
dan kekerasan dari luar dirinya). Jadi kemerdekaan bebas dari segala bentuk
penindasan bangsa lain, kata lain untuk makna ini adalah al-hurriyyah, kata ini
diterjemahkan dengan kebebasan. Dari kata ini terbentuk kata al-tahrir yang
berarti pembebasan, orang yang bebas atau merdeka disebut al-hurr lawan dari
al-‘abd (budak).

Kemerdekaan (kata benda) di saat suatu negara meraih hak kendali
penuh atas seluruh wilayah bagian negaranya, atau kemerdekaan (kata benda)
di saat seseorang mendapatkan hak untuk mengendalikan dirinya sendiri tanpa
campur tangan orang lain dan atau tidak bergantung pada orang lain lagi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merdeka artinya bebas dari
penghambaan, penjajahan, dan lain-lain; berdiri sendiri; tidak terkena atau
lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak
tertentu; atau leluasa. Merdeka berarti bebas dari penjajahan, bebas dari
tahanan, bebas dari kekuasaan, bebas intimidasi, bebas tekanan, dari nilai dan
budaya yang mengungkung diri kita. Kemerdekaan keadaan (hal) berdiri sendiri
(bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya); kebebasan: adalah hak
segala bangsa.

Kemerdekaan senantiasa mempunyai arti penting bagi kehidupan suatu
bangsa, termasuk Bangsa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan pengakuannya oleh dunia telah diperoleh bangsa ini dengan perjuangan berat
tanpa kenal lelah dan pamrih. Modal kemerdekaan bangsa ini akan memiliki
harga diri dan dapat bersama-sama duduk saling berdampingan dengan
bangsa-bangsa lain di dunia ini. Dalam hal ini kemerdekaan Indonesia mempunyai beberapa arti penting,
antara lain:

  1. Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, merupakan
    puncak perjuangan bangsa ini. Jadi, serangkaian perjuangan menentang
    kaum penjajah akhirnya akan mencapai pada suatu puncak, yakni
    kemerdekaan.
  2. Kkemerdekaan, berarti bangsa Indonesia mendapatkan suatu
    kebebasan. Bebas dari segala bentuk penindasan dan penguasaan
    bangsa asing. Bebas menentukan nasib bangsa sendiri. Hal ini berarti
    bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berdaulat, bangsa
    yang harus memliki tanggung jawab sendiri dalam hidup berbangsa dan
    bernegara.
  3. Kemerdekaan adalah jembatan emas atau merupakan pintu gerbang
    untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Jadi, dengan kemerdekaan
    itu bukan berarti perjuangan bangsa sudah selesai. Tetapi, justru muncul
    tantangan baru untuk mempertahankan dan mengisinya dengan
    berbagai kegiatan pembangunan.

Secara Fitrah Manusia Adalah Merdeka
Sesungguhnya manusia yang lahir dari kandungan ibunya ke dunia ini
seluruhnya merupakan mahluk merdeka, manusia diciptakan Allah Swt. dengan
fitrahnya yang bersih (hanif), yaitu berakidah dan bertauhid dalam arti kata
manusia awal penciptaannya merdeka. Dalam konteks ini semua dalamkeadaan fitrah (suci dan bersih dari perikatan dan penjajahan apapun), namun
setelah dewasa ketika mulai baligh ada manusia yang kembali fitrah dan ada
juga manusia yang yang tergelincir dari fitrahnya. Sedangkan manusia tidak
merdeka adalah manusia yang hidupnya dikendalikan oleh akalnya sendiri,
dogma, hawa nafsu, ilmu sesat, harta dan dien selain Islam.

Islam datang ke alam dunia ini sesungguhnya membawa pesan dan sifat
kemerdekaan. Islam menyeru umat manusia supaya membebaskan diri dan
pemikiran mereka daripada belenggu jahiliah dan kemusyrikan terhadap Allah
Swt, membebaskan diri daripada perhambaan dan membebaskan negara
daripada cengkaman musuh. Islam dalam arti kata kesejahteraan, kedamaian
dan keamanan semuanya menjurus kepada hakikat kemerdekaan. Hakikat ini
dapat dilihat semasa perkembangan awal Islam di mana Rasulullah Saw. telah
membawa kemakmuran dan kesejahteraan untuk Negeri Madinah dan
memerdekakan Mekah dari cengkaman kafir Quraisy. Demikian juga halnya
perkembangan masa pemerintahan Khulafa’ ar-Rasyidin dan kekhalifahan
sesudahnya yang banyak memerdekakan negara dari cengkaman kekufuran.
Islam juga bersifat merdeka dalam arti kata lain bermaksud bebas daripada
keruntuhan akhlak dan kemurkaan Allah Swt. Lantaran itu, Islam telah berjaya menyelamatkan manusia dari sistem perhambaan terhadap manusia ataupun
hawa nafsu yang diselaputi oleh perbuatan syirik, kekufuran, kemungkaran dan
kemaksiatan. Oleh karena itulah hendaknya umat Islam senantiasa bercita-cita
agar membebaskan diri daripada sifat-sifat yang boleh meruntuhkan wibawa
kamanusiaan karena sifat-sifat demikian dimurkai Allah Swt. dan menyebabkan
manusia terpenjara dibawah arahan hawa nafsu dan ajakan syetan, dan yang
terpenting lagi terlepas dari siksaan api neraka.

Islam memandang kemerdekaan tidak hanya sekedar diukur dari sudut
pandang terbebasnya bangsa dari kejahatan penjajahan, meskipun tidak bisa
dipungkiri sebagai salah satu alat dalam mengukur kemerdekaan sejati. Tidak
adanya suatu kebebasan (hurriyah) dirasakan jika semua makna penjajahan
dalam bentuk apapun kecuali benar-benar berakhir dan sirna dalam kehidupan
umat manusia itu sendiri.