Teladan Rasulullah dalam Membangun Perekonomian yang Berkeadilan
Allah SWT mengutus para Rasul ketika nilai-nilai kemanusiaan mengalami kemerosotan. Manusia memiliki peran untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan menyembah Allah SWT serta menjaga hubungan baik antarsesama. Salah satu nilai kemanusiaan yang rusak saat itu adalah ketidakadilan dalam transaksi jual beli. Para Rasul diutus untuk memperbaiki akhlak yang merosot ini. Ada di antara umat yang beriman, namun ada juga yang tetap tenggelam dalam kekufuran, sehingga Allah SWT menurunkan azab kepada umat-umat terdahulu. Contohnya adalah umat Nabi Syu’aib yang mengurangi timbangan dalam berdagang. Perintah untuk berlaku adil dan tidak menzalimi sesama manusia telah dijelaskan dalam Al-Quran, sebagaimana firman Allah SWT:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Al-Quran, Surah An-Nisaa : 29). Dalam Islam, kesejahteraan merupakan unsur penting dalam meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Kepemilikan harta oleh orang beriman memfasilitasi terciptanya kesejahteraan melalui praktik sedekah dan wakaf. Sedekah dan wakaf ini menjadi salah satu upaya kaum muslimin dalam ihyaul ummah, yakni menghidupkan kesejahteraan di tengah umat Islam.
Dalam sirah Rasulullah, kemerosotan akhlak terjadi pada masyarakat jahiliah. Pada masa itu, kehidupan masyarakat sangat timpang; yang kaya semakin kaya dan menindas yang miskin, sementara yang miskin terus diperlakukan secara tidak manusiawi. Kehadiran Rasulullah SAW bersama para sahabatnya kemudian berhasil memulihkan peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan. (Safiyurrahman Al-Mubarakfuri, Rahiqul Makhtum, [Iskandariah: Dar Ibn Khaldun, t.t., hal. 33). Sejak awal kehidupannya di Mekkah, Rasulullah SAW sudah terlibat dalam aktivitas perdagangan. Beliau mengikuti pamannya dalam kafilah dagang ke negeri Syam, dan kemudian menjalin hubungan bisnis dengan Sayyidah Khadijah. (Muhammad Said Ramadan al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, [Damaskus: Darul Fikri, 2005], hal. 52). Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah cukup memahami seluk-beluk dunia perniagaan. Dalam berniaga, beliau selalu menekankan pentingnya amanah dan kejujuran dalam setiap aktivitas bisnis. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَلصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ Artinya: “Dari Abi Sa’id, dari Nabi saw bersabda: ‘Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para Nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada’.” (Al-Munawi, Faidhul Kabir, [Beirut, Darul Ma’rifah, tt], jilid III, halaman 278). Di Madinah, Rasulullah SAW memakmurkan masjid (imaratul masjid) dan memperkuat persaudaraan di antara umat Islam, serta membangun hubungan dengan seluruh elemen suku yang ada di Madinah melalui Piagam Madinah. (Muhammad Said Ramadan al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, Damaskus, Darul Fikri, 2005, hal. 142). Langkah ini kemudian memudahkan Rasulullah bersama kaum muslimin untuk membangun pasar dengan menguatkan perekonomian umat Islam. Salah satu caranya adalah dengan mendirikan Al-Hisbah, lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pasar. Rasulullah SAW juga membentuk Baitul Mal, lembaga yang bertugas mengelola keuangan. Melalui sistem ini, khususnya dengan keberadaan Baitul Mal, tujuan Ihyaul Ummah (mewujudkan kesejahteraan masyarakat) melalui perekonomian Islam dapat tercapai.
فقد كان النبي يعين أمراء وعمال الأقاليم، وكانت مهمة كل أمير أن يقوم بجمع الصدقات . والجرية وأخماس الغنائم والخراج، وأحيانا كان رسول الله يرسل عاملاً مختصا بالنواحي المالية، لتحصر مهمته بجمع مستحقات الدولة من الأموال الخراج والجزية، والعشور، والصدقات ويدفعها إلى بيت مال المسلمين، كما فعل رسول الله ٢ مع معاذ بن جبل حينما بعثه إلى اليمن القبض الصدقات من عمالها، ومع أبي عبيدة بن الجراح : حينما أرسله إلى البحرين ليأتيه بجزيتها
Artinya, “Nabi SAW mengangkat para pemimpin dan pekerja di berbagai wilayah, dan tugas setiap pemimpin adalah mengumpulkan sedekah, pajak, seperlima dari rampasan perang, dan hasil dari pajak tanah. Terkadang, Rasulullah SAW mengutus seorang pekerja yang khusus menangani masalah keuangan, yang tugas utamanya adalah mengumpulkan pendapatan negara dari pajak tanah, upeti, zakat, dan sedekah, lalu menyetorkannya ke Baitul Mal. Seperti yang dilakukan Rasulullah ketika mengutus Muaz bin Jabal ke Yaman untuk mengumpulkan sedekah dari para pekerjanya, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah ketika beliau mengutusnya ke Bahrain untuk membawa upeti..” (Abi Ubaid Bin Qasim, Kitabul Amwal, [Beirut: Darusy Syuruq, 1989], halaman 41). Setahun setelah berada di Madinah, kaum muslimin berhasil membangun pasar yang kuat dan berperan penting dalam perekonomian kota. Keterkaitan antara iman dan akhlak yang amanah menjadi kunci utama dalam kesuksesan perekonomian umat Islam. Rasulullah SAW bersabda: حدثنا عفان حدثنا حماد حدثنا المغيرة بن زياد الثقفي سمع أنس بن مالك يقول إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لا إيمان لمن لا أمانة له ولا دين لمن لا عهد له Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki kejujuran, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memiliki perjanjian.” (Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, [Beirut: Dar Ihya at-Turats Al-Arabiy, 1993], jilid III, halaman 251, No. 13225). Di Madinah, sahabat Abdurrahman bin Auf awalnya tidak memiliki modal untuk berdagang. Namun, melalui strategi yang tepat, ia berhasil kembali menjadi salah satu sahabat terkaya. Selain itu, Sayyidina Utsman bin Affan juga dikenal sebagai salah satu sahabat terkaya di Madinah. Setelah satu abad wafatnya Rasulullah, Islam hadir dengan perekonomian yang stabil, yang kemudian mencapai puncak kejayaan pada masa Kekhalifahan Turki Utsmani, dengan banyaknya tanah wakaf produktif. Dari sini, pemberdayaan ekonomi melalui konsep ihyaul ummah menjadi teladan yang diwariskan oleh Rasulullah SAW. Sebagai penutup, pemberdayaan ekonomi dalam Islam tidak hanya tentang pengelolaan harta, tetapi juga mencakup nilai-nilai keadilan, amanah, dan kesejahteraan bagi seluruh umat. Rasulullah SAW telah memberikan teladan yang nyata dalam membangun fondasi perekonomian yang berlandaskan keimanan dan akhlak yang mulia. Dari masa beliau hingga masa kejayaan peradaban Islam, prinsip-prinsip ini terus dijaga dan diterapkan oleh para sahabat dan generasi sesudahnya. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari warisan ini dan menerapkannya dalam kehidupan ekonomi yang berkeadilan dan penuh keberkahan, demi mewujudkan kesejahteraan bersama. Wallahu a’lam
Sumber: https://islam.nu.or.id/hikmah/teladan-rasulullah-dalam-membangun-perekonomian-yang-berkeadilan-ydznI