Fakta Isu Zionisme Perspektif Islam (1)
Bangsa Yahudi di dalam Al-Qur’an cukup banyak disebut, antara lain bahwa Allah memang melebihkan kaum ini dibanding bangsa lain (QS 2 : 47 dan 122). Oleh karena karunia Tuhan menjadikan mereka nabi dan raja diantara umat (QS 5 : 20). Dalam kitab suci ini pula, sekurangnya ada 136 ayat menyinggung masalah Yahudi dan Bani Israil (Israel).
Diantaranya, juga berkisah tentang kecerewetan, kelicikan, kejelekan, pengkhianatan, sekaligus kutukan Tuhan terhadap mereka, misalnya mereka dilaknat Allah dan para nabi (QS 5 : 13, 14 dan 78, 79), kena kutukan Nabi Daud dan Nabi Isa (QS 5 : 78) karena mereka tak percaya dan membunuh nabi (QS 2 : 61), menulis (mengubah – ubah dan menambah) kitab (suci) sekehendak hatinya (QS 2 : 79), tidak menaati Nabi Musa untuk memasuki daerah Palestina (QS 5 : 20 – 24), melanggar peraturan (bekerja) pada hari Sabtu (QS 4 : 47 dan 7 : 163).
Kemudian manusia ini mengandalkan kultus berlebihan (rahbaniyah) dan menganggap rahibnya sebagai Tuhan (QS 57 : 27 dan 9 : 31), menyembah anak sapi (QS 2 : 51, 92, 93; 4:153; 7: 148; 20: 88) enggan memasuki Palestina (QS 5 : 20 – 26). Oleh karena itu, negeri Palestina diharamkan bagi Yahudi (QS 5 : 26). Akhirnya, mereka membuat kerusakan di muka bumi, dan pasti menyombongkan diri dengan kesombongan besar (QS 17 : 4), celaka bagi Yahudi (QS 2 : 79 – 80 dan 17 : 4 – 5), disambar halilintar lantaran minta akan menyaksikan Tuhan (QS 4 : 153).
Selanjutnya Bani Israil diberi giliran untuk mengalahkan dan dijadikan kelompok (punya pendukung) lebih lebih besar (QS 17 : 6). Mereka tidak akan senang kepada kaum Muslim (QS 2 : 120) karena Yahudi dan musyrik paling keras memusuhi islam (QS 5 : 82). Keimanan mereka susah diharapkan di zaman Nabi Muhammad (QS 2: 75 – 78). Kaum Yahudi banyak yang kafir (QS 5: 81), suka berkhianat, dan menipu Allah (QS 3 : 54). Yahudi yang beriman sedikit sekali, tetapi bagi yang beriman dan beramal saleh akan mendapat pahala (QS 2: 62 dan 5 : 69).
Jika mereka berbuat baik, berarti kebaikan itu bagi dirinya, dan bila berbuat kejahatan maka kejahatan itu (Kembali) bagi dirinya (QS 17 : 7). Sebaliknya bila mereka tetap ingkar dan kafir, maka Allah melaknat Yahudi karena kekafirannya (QS 3 : 112; 4: 146; 5: 64).
Israel asalnya ditakdirkan sebagai bangsa yang mulia. Dari keturunan Bani Israil lahir nabi dan rasul Allah. Sampai saat ini, keturunan Yahudi “mewarisi” keunggulan itu. Antara lain adalah kecerdasan dan kekayaannya. Karena kelebihan tersebutlah kiranya Israel menjadi amat congkak, dan kepongahannya telah menimbulkan ide untuk menguasai dunia di bawah kungkungannya, lewat organisasi yang disebut Zionisme Internasional.
Melalui jaringan ini Yahudi membutuk globar network untuk mengacau bangsa lain (non – israel) dengan sebutan goyim yang halal dieksploitasi bagi kepentingan Yahudi. Karena mereka merasa sebagai ‘anak tuhan’ dan kecintaan – Nya, Yahudi percaya hanya bangsa mereka sajalah yang masuk surga (QS 2 : 111). Sebab kepongahan inilah kewaspadaan harus ditingkatkan menghadapi Israel yang sewaktu – waktu tidak mustahil akan mekukan tipu daya dan pengkhianatan terhadap penjanjian yang walau disepakatinya sendiri – bila perlu.
Pada zaman Nabi, orang Israel membentuk jaringan komplotan untuk melawan Islam. Dalam batin, golongan ini menentang agama Ilahi. Rasul pun diberitahu Allah, bahwa mereka itu sebenarnya tak lain adalah segolongan munafiq (jamaknya : munafiqun).
Tokoh munafiqun adalah Abdullah bin Ubay. Ia terkenal sangat licin dan licik. Lelaki inilah yang menjadi man behind the screen untuk melakukan pengacauan yang sistemik dan terstruktur terhadap umat Islam di Madinah kala itu. Dia dan teman – temannya, dalam peperangan memang ikut, tetapi dengan terpaksa. Lantas membelot dari medan pertempuran, malah ‘menohok kawan seiring’ bak kata pepatah juga ‘menggunting dalam lipatan’ dengan cara menyingkap rahasia pasukan Muslimin.
Dimana – mana mereka menyebarkan fitnah, adu domba, dan pecah – belah. Secara diam – diam, mereka bekerja untuk kepentingan kuffar Quraisy dalam setiap menjelang peperangan.
Pada zaman Khalifah Abu Bakar as – Siddiq dan Khalifah Umar bin al – Khattab kaum Yahudi ini terbukti tak berkutik. Meman gada intrik – intrik yang mencoba secara provokatif disebar di Tengah umat Islam. Toh, kandas karena ketakutan pada sikap Sayyidina Abu Bakar maupun Sayyidina Umar bin al – Khattab yang terkenal tegas dan keras.
Pada masa Khalifah Ustman bin al – Affan yang terasa agak kendor, muncullah sosok tokoh Yahudi dengan misi yang sama : memorak – porandakan umat dalam skala lebih besar. Dialah Abdullah bin Saba. Seorang Yahudi yang cerdas, tetapi licik dan culas. Dari Yaman ia memainkan sandiwara duka – cerita ‘kegagalan’ pemerintah Islam saat itu.
Sebelumnya, dia tinggal di ibukota pemerintah Khalifah Ustman (Madinah) hanya beberapa bulan saja. Di sana ia sempat mempelajari situasi dan kondisi objektif untuk menerapkan rencana – rencana fitnah, ‘black campaign’ dan pecah belah. Barangkali Abdullah bin Saba inilah perintis permulaan doktrin Zionisme. Ia menjalankan politik belah bambu, seperti ditulis Prof. Fazi Ahmad, M.A., Guru besar Tarikh Islami dalam bukunya, Othman The Third Calliph (1996). Saba mengarang Riwayat palsu yang mempertentangkan Ali bin Abi Talib dengan umat Islam.
Dengan siasat adu domba, dan di lain pihak bermain di belakang layer, berusaha mempropagandakan usahanya sembari menjelek – jelekan Khalifah Ustman bin Affan. Celah – celah kelemahan Khalifah dan para pembantunya disorot tajam untuk diekspos pada khalayak ramai. Abdullah bin Saba, menurut Prof Fazi telah menjadikan Mesir sebagai basis untuk segala aktifitas oposisi dan manuver jahatnya.
Adapun upaya – upaya yang ditempuh Gerakan Saba ini antara lain : para anggotanya (Sebagian sahabat terpengaruh) menunjukan sikap akhlak yang tinggi di depan umat, Ikhlas dan berjiwa social, juga harus taat melebihi para pendukung Usman. Di sela – sela itu, pengikut Saba diminta tidak berdiam diri terhadap keadaan yang dilukiskan sudah bobrok dan diharuskan untuk mengadakan ‘revolusi’.
Di samping secara rahasia, biro khusus dibentuk untuk menyebarkan surat – surat ‘kaleng’ guna memperkuat bahwa memang kesenjangan itu ada. Dalam salah satu surat kaleng sempat disiarkan juga isu bohong bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib mendukung Gerakan Saba.
Sejak saat itu kekacauan terjadi. Agen – agen Saba tak saja menguasai Mesir, melainkan juga Basrah. Lantas terjadilah terror yang brutal itu : Sayyidina Usman bin Affan dibunuh secara sadis tatkala menantu kinasih Nabi yang berjasa pula dalam menghimpun mushaf ini sedang membaca Al-Qur’an.
Pada zanab kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, provokasi Saba tidak berhenti. Ia memunculkan isu nasional “Qamis Usman” yang terkenal itu, yakni tuntutan agar pembunuh Usman bin Affan diadili. Sesuatu yang sebenarnya tak mudah karena terror itu dilakukan oleh gerombolan liar secara keroyokan.
Untuk sementara agar terkesan netral, memang Gerakan Saba kali ini tidak berpihak ke Ali (Bani Hasyim) dan Usman (Bani Ummayah) yang sudah diamati oleh Saba sejak lama, dan memang biasanya, pertentangan etnik dan fanatisme kesukuan itu mudah tersulut. Dari situ Saba memulai manuver pecah belah itu.
Agen – agen Saba memfitnah orang – orang dekat Ummul – Mu’minin Aisyah. Maka pascawafat Usman bin Affan keadaan jadi chaos hingga terjadilah peristiwa Jamal (Unta). Setelah disadari kedua belah pihak bahwa hal itu akibat kesalahpahaman dan adanya fitnah yang tak ketahuan juntrungnya, maka perdamaian disusun. Namun, seperti dituturkan Fazl berikutnya, Saba tak puas mencium gelagat pendekatan ini. Tengah malam menjelang disepakatinya “perjanjian damai” antara Khalifah Ali dan Ummul – Mu’minin, ia menyebarkan kasak – kusuk di Tengah rombongan Aisyah bahwa pasukan Ali akan berkhianat.
Demikian pula di Tengah pasukan Ali, mereka menyebarkan fitnah yang sama, bahwa pasukan Ummul – Mu’minin akan menyerbu kubu Ali. Karuan saja tragedy lantas berlanjut. Untung tak berlangsung lama. Tatkala kaki unta Ummul – Mu’minin terpancung, Sayyidina Ali mendekat dan memperlakukannya dengan baik. Aisyah pun akhirnya berkhotbah, bahwa sebenarnya pertentangannya dengan Ali ini soal keluarga (antara ibu tiri Fatimah dengan suaminya, yakni Ali yang menantu Nabi). Sayyidina Ali membenarkan dan menimpalinya dengan ungkapan sama, bahkan rombongan Ummul – Mu’minin diantar Khalifah Ali dengan rasa haru mendalam sampai ke perbatasan kota.
Zubair, sahabat Nabi yang mendukung Sayidah Aisyah, pulang bersamanya, tetapi ia sungguh dulu ke Makkah. Di sini ia dibunuh Amir bin Jarmuz tatkala sedan salat. Tiba di Kufah, Jarmuz mempersembahkan sebelah tangan dan pedang Zubair kepada Ali sebagai bukti ia telah membunuh Zubair. Dikiranya Sayyidina Ali menyetujui sikap ini, justru sebaliknya, ia mendapat caci – maki keras, “Aku tahu siapa pemilik pedang ini. Dialah pejuang di samping Rasulullah. Engkau telah membunuhnya. Celakalah kau!” katanya dan kemudian menghukum pembunuh Zubair itu.
Sudah terlalu banyak darah kaum muslim tumpah akibat intrik dan fitnah adu domba Yahudi, Akankah darah itu terus mengalir karena fitnah mereka? Sampai kini pun setiap muslim harus waspada, sebab ingatlah bahwa dusta, khianat, fitnah, adu domba, dan pecah belah adalah sifat – sifat kaum Yahudi yang memusuhi Allah.
Referensi Buku : Problema Keumatan & Kebangsaan Pandangan Sosiolog Agama (hlm. 116 – 125)
Sumber foto : https://pasaronlineforall.blogspot.com/2010/11/bani-israil-dalam-al-quran.html
Penulis Buku : Prof. Dr. H. Mohammad Baharun, S.H., M.A.
Pewarta : Muhammad Wildan Musyaffa