INAUGURASI MENUJU ANSOR MASA DEPAN

Pada kesempatan ini, dalam acara pelantikan pengurus pusat gerakan pemuda Ansor, alhamdulillah dari pondok pesantren miftahulhuda Al-Musri’ menjadi salah satu bagian dari acara ini, dengan lima orang santri yang mewakili untuk datang menghadiri ke istora senayan jakarta. lima orang santri tersebut adalah perwakilan dari banom al-musri’ yang notaben nya tingkat ma’had aly dan dirosatul ulya.

adapun ungkapan-ungkapan dari orang-orang besar yang sambutan pada acara kali ini,

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan bahwa Gerakan Pemuda (GP) Ansor adalah ototnya Nahdlatul Ulama.  Menurutnya, Rais Aam tidak boleh dibiarkan ikut perang atau terlibat petentengan, dan Ketua Umum PBNU tidak boleh dibiarkan mengangkut kursi. Hal ini karena ototnya NU ada pada Gerakan Pemuda Ansor.

Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) hadir dalam pelantikan Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor di Istora Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024) sore. Pada sambutannya ia mengaku terkesima dengan ungkapan Ansor maju satu barisan, seribu rintangan patah semuanya. Menurutnya semangat itulah yang harus dipegang oleh GP Ansor yaitu semangat persatuan dan pantang menyerah. “Ansor maju satu barisan seribu rintangan patah semuanya. Semangat ini yang harus dipegang oleh GP Ansor semangat persatuan dan pantang menyerah dalam menjaga simpul kebangsaan dan hubbul wathan minal iman,” ujarnya.

Berikut adalah susunan Pengurus PP GP Ansor Masa Khidmat 2024-2029  

Ketua Umum: H. Addin Jauharudin   Wakil Ketua Umum: H. Mabrur L. Banuna H.M. Fajri Al Farobi H. Ach. Ghufron Sirodj   Ketua: H. Septian Hario Seto H. Affan Asirozi KH. R. Mahfudz Hamid H. Moesafa Muhammad Aziz Hakim H. Timbul Pasaribu H. Dendy Zuhairil Finsa H. Abdurrahman Soleh Fauzi H. Kurniana Dianta Arfiando Sebayang H. Moh. Abid Umar H. Nur Faizin H. Jabidi Ritonga H. Deni Ahmad Haidar H. Rahmat Tk. Sulaman H.M. Syafiq Syauqi H. Muhammad Soleh Rajuini Teddy Suryana H. Purwaji H. Pendais Hak H. Ahmad Zarkasih H. Sudirman Az H. Rahmad Budi Harto H. Ahmad Nuri H. Muchammad Syaifudin H. Sholahuddin Aly H. Ajhar Jowe H. Azwar A. Gani H. Zamroni Aziz H. Alamsyah Prawirabhakti Palenga Ahsan As’ad Said H. Muhammad Hasan Bisri Yamin Latief Tjokra H. Hanies Cholil Barro’ H. Mufti A.N. Anam H. Muhammad Rustam Hatala Muhammad Arif Rohman H. Julianda Al Fitra Tommy Darmadi Amin Fauzi Juwanda Dwi Winarno Sumarno Syukri Rahmatullah Gufron Mabruri Muhammad Alghifari S. H. Aswandi Jailani Ahmad Luthfi Muhammad Abdullah Syukri   Sekretaris Jenderal: H.A. Rifqi Al Mubarok   Wakil Sekretaris Jenderal: Muhammad Rin Parok H. Alma Ashfiya Habib Syarif H. Sugiyona Amzah Asyathry H. Akhmad Afendi H. Musaffa H. Muhamad Nuris Salam Ibnu Ngakil Yonathan Wegiq Supranjono Busra  H. Elly Saputra Nugroho Yoga Priambodo Fika Taufiqurrohman Abdul Rauf Moh. Syarif Latadano Abdullah Ali Masyhuri Maswatu H. Fahsin M. Faal Agung Zawil Afkar Al-Muhtad Awang Azhari Muhammad Zahid Ruzi Setiawan Megi Harisandi Coki Guntara H. Johan Jauhar Anwari H. Taufik Hidayat Firmana Tri Andika Muhammad Fathoni Fikri Hizbullah Huda Ishak Rahmatullah Alwi Muhammad Syukron Habiby Yudiarto Santosa H.M. Harun Donald Qomaidiasyah Tungkagi Abdul Haris Wally Wahyudi Dja’far Farid Assifa Abdul Gofur Abdul Muiz Muh. Alim A. Siddik Muh. Ramli Syamsudin Muhammad Dzikra Ulya S La Radi Eno H. Ridwan Hasibuan Syauqul Muhibbin Sabolah Budy Sugandi Bambang Tri Anggono   Bendahara Umum: H. Noer Fajrieansyah   Wakil Bendahara Umum: Fauzi Ibrahim H. Solla Taufiq H. Muhammad Za’im Cholil Mumtaz Syamsul Arifin Hadi Mulyo Utomo H. Erfan Maulana H. Abdussalam Zulkarnain Mahmud   DEWAN PENASIHAT   Ketua: H. Yaqut Cholil Qoumas Sekretaris: H. Irsyad Yusuf   Anggota: H. Rosan Roeslani H. Saifullah Yusuf H. Nusron Wahid H. Endin Aj. Soefihara H. Abdul Rochman H. Muhammad Aqil Irham H. Faisal Saimima H. Mujiburrohman H. Faisal Ali Hasyim H. Hasanuddin Ali H. Abdullah Azwar Anas H. Wiranto H. Sufmi Dasco Ahmad H. Sumantri Suwarno H. Zainal Abidin H. Abdul Halik Rumkel H. M. Nuruzzaman H. Harianto Ogie H. Abdul Qodir H. Hasani Zubair H. Khaerudin Wahid H. A. Syarif Munawi Hadir dalam pelantikan ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Panglima TNI Agus Subiyanto, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju Jilid 2, para pimpinan partai politik, Pengurus Tandfidziyah dan Syuriyah PBNU, dan ribuan anggota Banser mengenakan seragam serba loreng.

Sumber: https://www.nu.or.id/

penulis : Ridwan Fauzi

Biografi K.H. Hasyim Asy’ari

1. Latar Belakang Keluarga KH Hasyim Asy’ari


K.H. Hasyim Asy’ari atau M Hasyim Asy’ari merupakan ulama kelahiran Jombang, 24 Dzulqaidah 1287 H. Hasyim merupakan putra ketiga dari 11 bersaudara, dari pasangan KH Asy’ari (pemimpin Pesantren Keras, Jombang) dan Nyai Halimah.
Dari garis keturunan sang ayah, Hasyim merupakan keturunan Rasulullah. Selain keturunan Rasulullah, beliau juga merupakan keturunan Sunan Giri, wali yang menyebarkan Islam di Jawa.Sementara dari garis keturunan sang ibu, Hasyim merupakan keturunan raja terakhir Kerajaan Majapahit. Raja tersebut yakni Raja Brawijaya VI (Lembu Peteng).

2. Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari


Hasyim, sedari kecil tinggal berdampingan di lingkungan pesantren tradisional. Di sana, ia belajar dasar-dasar Islam dari pondok pesantren yang dipimpin sang ayah, Pesantren Keras.

Menginjak usia 15 tahun, Hasyim melancong ke beberapa pesantren di Jawa. Mulai dari Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo), Pesantren Tambakberas (Jombang), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Cepoko (Ngawi), serta Pesantren Sarang (Rembang).

Enam tahun berselang, Hasyim memperistri Nafisah yang merupakan putri dari Kiai Ya’qub Siwalan Panji. Ia kemudian menunaikan ibadah haji bersama mertua dan istrinya.

 
Tak hanya menjalankan ibadah haji, beliau juga menimba ilmu kepada beberapa ulama terkemuka yakni Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syaikh Muhammad Salih al-Samarqnadi, Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Thahir al-Ja’fari, serta Syaikh Muhammad Mahfuzh al-Tarmasi.

Sebelum kembali ke Tanah Air, K.H. Hasyim juga sempat mengabdi sebagai pengajar di Masjidil Haram. Ia menyandang gelar Syaikhul Haram.

K.H. Hasyim juga turut menulis beberapa karya ilmiah. Mulai dari Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah dan Al-Imam al-Ghazali wa Arauhu al-Kalamiah. Setelah itu, ia pulang ke Indonesia dan mendirikan Pesantren Tebuireng pada tahun 1899.

3. Peran dan Perjuangan K.H. Hasyim Asy’ari


Tak hanya dikenal sebagai ulama yang ahli di berbagai bidang ilmu, K.H. Hasyim juga dikenal sebagai pejuang yang gigih dalam membela agama dan bangsa. Beliau turut maju menghadapi penjajah Belanda, dengan mengutamakan syariat Islam.

Perjuangan K.H. Hasyim terlihat ketika ia mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926. Didirikannya NU bertujuan untuk menjaga kemurnian ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, mempererat persatuan umat Islam, dan menggalang perlawanan terhadap penjajah.

NU kemudian berkembang pesat sehingga menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini memiliki jutaan anggota dan ratusan ribu pengurus dari berbagai penjuru daerah di Indonesia.

Selain partisipasinya dalam ajaran Islam, K.H. Hasyim juga turut menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Untuk diketahui, KNIP adalah lembaga pertama Republik Indonesia.

K.H. Hasyim juga turut mengeluarkan fatwa jihad guna melawan agresi militer Belanda di tahun 1948. Fatwa jihad ini digagas oleh K.H. Hasyim Asy’ari dengan maksud sebagai seruan semangat kepada para pejuang untuk merdeka.

4. Warisan K.H. Hasyim Asy’ari


K.H. Hasyim wafat pada 7 Jumadil Akhir 1336 H atau sama dengan 25 Juli 1947 di Surabaya. Jenazah KH Hasyim dimakamkan di kompleks Pesantren Tebuireng.

Ilmu K.H. Hasyim bisa dipelajari dari karya-karya ilmiah yang dibuatnya. Beberapa karya ilmiah yang populer di antaranya Al-Imam al-Ghazali wa Arauhu al-Kalamiah, Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, Nadzom al-Ibanah ‘an Usul al-Diyanah, Al-Tahrir fi Usul al-Fiqh, dan Nadzom Jawahir al-Tauhid.

Selain karya dan jasanya yang dikenang, K.H. Hasyim juga turut melahirkan ulama dan pemimpin bangsa. Beberapa di antaranya yakni KH Wahid Hasyim (putra K.H. Hasyim Asy’ari yang menjadi Menteri Agama RI pertama), H Abdurrahman Wahid (cucu KH Hasyim Asy’ari yang menjadi Presiden RI ke-4), KH Sahal Mahfudz (mantan Ketua PBNU), K.H. Mustofa Bisri (mantan Rais Aam PBNU), dan masih banyak lagi yang lainnya.

Editor: Alima sri sutami mukti

Sejarah NU (Nahdlatul Ulama), Ini Penjelasan Lengkapnya

 Sebagai Negara dengan penduduk beragama islam terbesar di dunia, Indonesia memiliki cerita tersendiri soal organisasi – organisasi islam yang berkembang. Termasuk kehadiran Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi islam terbesar di Indonesia yang memiliki sejarah panjang dalam pengaruhnya bagi penganut islam di tanah air. Banyaknya perbedaan ideologi dan arah politik dalam agama di Indonesia, menjadi tanda munculnya sejarah NU yang lahir pada tanggal 31 Januari 1926 atas nama kaum tradisionalis dalam menanggapi fenomena yang ada di dalam dan luar negeri, khususnya di dunia Islam.

Pengertian Nahdlatul Ulama (NU)                                                                                                        

Lambang Nahdlatul Ulama diciptakan oleh KH. Ridwan Abdullah setelah  proses kontemplasi dan hasil doa istikharah Sebagai pemimpin Allah SWT. Nahdlatul Ulama lahir pada tanggal 31 Januari 1926 sebagai perwakilan ulama tradisionalis yang mendapat bimbingan ideologis dari Ahlus Sunnah wal jamaah, yakni tokoh- tokoh seperti K.H. Hasyim Asy’ari, K. H. Wahab Hasbullah dan para ulama lainnya ketika upaya reformasi mulai meluas. Meskipun terorganisir, mereka sudah memiliki hubungan yang sangat kuat. Perayaan  seperti haul, peringatan wafatnya seorang kyai, yang kemudian mengumpulkan masyarakat sekitar, para kyai dan mantan santrinya hingga sekarang masih dilakukan secara rutin di beberapa wilayah di tanah air.

Substansi dan Ideologi Nahdlatul Ulama (NU)

Dalam sejarah NU, penciptaan Nahdlatul Ulama tidak dapat dipisahkan dengan dukungan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Aswaja). Ajaran ini bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma (keputusan ulama terdahulu). Qiyas  atau contoh kisah Al-Qur’an dan hadits menurut K.H. Mustofa Bisri memiliki tiga substansi di dalamnya, yakni sebagai berikut:

  1. Dalam bidang syariat Islam, sesuai dengan salah satu ajaran dari empat Madzhab (Hanafi, Maliki, Syafiy, Hanbali), dan sebenarnya Kyai NU sangat taat kepada Syafi’i. “Saya sekolah
  2. Dari perspektif tauhid (ketuhanan), saya akan mengikuti ajaran Imam Abu Hasan Almaty Ali dan Imam Abu Mansur Al Maturidi
  3. Dasar-dasar Imam Abu Qosim Al Junaidi di bidang tasawuf Proses mengintegrasikan ide-ide Sunni berkembang. Cara berpikir Sunni di bidang ketuhanan bersifat eklektik: memilih  pendapat yang benar. Hasan al-Bashri seorang tokoh Sunni  terkemuka dalam masalah Qodariyah dan Qadariyah mengenai personel, memilih pandangan Qadariyah. Pendapat bahwa pelaku adalah kufur dan hanya keyakinannya yang masih tersisa (fasiq). Apa ide yang dikembangkan oleh Hasan AL Basri Belakangan justru direduksi menjadi gagasan Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Menurut Muhammad Abu Zahrah Islam memiliki dua bentuk utama, yakni praktis dan teoritis. Perbedaan tersebut justru terlihat pada kelompok-kelompok seperti  Ali bin Abi Thalib, Khawarij, dan Muawiyah. Bentuk keberatan kedua  dalam Islam bersifat  teoritis ilmiah, seperti  dalam kasus “Aqidah dan Penuh” (Fikhu). Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai salah satu aliran batin Islam tentunya memiliki nuansa politik dan sangat kental pada saat kelahirannya. Namun dalam perkembangan wacananya juga merambah bidang-bidang seperti Aqidah, hukum Islam, tasawuf, dan politik.

Untuk ideologi ahlussunnah wal jamaah lahir karena alasan yang sangat mendasar. Kekuatan penguasa kolonial Belanda untuk menghancurkan potensi Islam telah menumbuhkan rasa tanggung jawab di kalangan ulama untuk menjaga kemurnian dan keutuhan ajaran Islam. Selain itu ada pula rasa tanggung jawab  ulama sebagai pemimpin yang memperjuangkan kemerdekaan dan dibebaskan dari belenggu penjajahan. Ulama juga memiliki rasa tanggung jawab  untuk menjaga kedamaian bangsa Indonesia.

Fase Perkembangan NU

Tidak semua sejarah bangsa Indonesia dijelaskan pada fase- fase abad ke-19 hingga sekarang yang merupakan proses pengujian dan antitesis. Misalnya, pada masa gerakan kemerdekaan, ada tiga kelompok kekuatan yang berkembang secara bersamaan. Munculnya elite baru sebagai aliran Belanda disertai dengan dua gerakan yang bersumber dari Islam, yakni “Islam modern” dan “Islam tradisional”. Pada tahap ini, modernisasi Islam untuk berbagai agama mulai menyebar dan diterima secara luas di hampir semua kota besar di Indonesia, termasuk desa- desa kecil di pelosok Indonesia.

Sejak awal 1980-an sebelum berdirinya jam’iyah Nahdlatul Ulama pada tahun 1926, Kay H. Hasyim Asyari melarang salah satu muridnya yang paling cerdas, KH. Wahab Hasbullah untuk berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan dan sosial keagamaan Kelompok Modernisasi Islam. Tampaknya pemikiran Islam modern tentang gerakan Muhammadiyah tidak terpengaruh sampai kematian pendiri Muhammadiyah Kyai H. Ahmad Dahlan pada tahun 1923. Idealisme paling mendasar dari Islam tradisional adalah pada tahap awal gerakan Islam modern, yakni adanya tekanan yang ditempatkan pada revitalisasi sosial, ekonomi dan politik. Mungkin itu sebabnya gerakan itu tidak dianggap sebagai ancaman bagi posisi para pemimpin Islam tradisional.

Pada awal abad 20 dalam  waktu 10 tahun dengan dukungan  Kyai dan Ulama, Kyai Abdul Wahab Hasbro menyelenggarakan Islam tradisional dan didirikan pada tahun 1912 di Surakarta oleh Ikatan Pedagang Muslim. Ia juga aktif dalam Syarikat Islam (SI). Dari Pada tahun 1916, Kyai Wahab mendirikan  madrasah yang berbasis di Surabaya bernama Nahdl di Batam. Orang tuanya adalah Kyai Wahab Hasbullah dan Kyai H. Mas Mansyur.

Peningkatan luar biasa terjadi untuk jumlah anggota organisasi Islam pada akhir 1920-an terutama disebabkan peran Kyai yang memobilisasi waktu secara ideologis pada organisasi- organisasi Islam. Setelah gerakan Muhammadiyah berdiri pada  tahun 1912 dan sepeninggal Kyai H. Ahmad Daran, sering  terjadi perdebatan di kalangan Kyai- Kyai. Para pimpinan dan ulama pondok pesantren mendukung gerakan Muhammadiyah yang menangani berbagai aspek keislaman. Forum utama untuk diskusi ini adalah organisasi Taswirul Afkar di Surabaya dibawah pimpinan Kyai H. Wahab Hasbullah, Kyai H.

Dalam acara tersebut ada Mas Mansoer, Kyai H. Hasyim Ashari, Kyai KH. Bisri Syamsuri (keduanya dari Jombang), Kyai Lidowan (Semarang), Kyai Nawawi (Pasuruan),  Kyai Abdul Aziz (Surabaya) dan sebagainya. Keputusan yang diambil dalam rapat tersebut adalah sebagai berikut ini:

  1. Pengiriman delegasi dari Kongres Dunia Islam ke Mekah Perjuangkan Ibn Saud sesuai hukum Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali) Perlindungan dan kebebasan dalam bidang pertanggungjawaban
  2. Pembentukan (kebangkitan) Jamiya yang disebut Nahdlatul Ulama Cendekiawan bertujuan untuk menegakkan penegakan hukum Islam di bawah salah satu dari empat sekolah

Namun, kedua kelompok ini pada umumnya mendukung kegiatan Sarekat Islam karena organisasi tersebut tidak membahas masalah- masalah yang berkaitan dengan asimilasi konsep- konsep yang berkaitan dengan keagamaan.  Syarikat Islam lebih tertarik pada kegiatan politik dan tujuan umumnya adalah untuk menyatukan kelompok- kelompok Islam Indonesia, sehingga penekanannya adalah menghindari perbedaan pendapat tentang detail praktik keagamaan.

Pada bulan Februari 1923, Persatuan Islam (dikenal dengan singkatan Persis) didirikan di Mapan Bandung. Sejak saat itu para anggotanya mulai mengungkapkan pandangan tanpa kompromi, yang ditunjukkan dalam semangat Islam tradisional. Pada saat yang sama, persatuan Islam dapat memenangkan empati banyak intelektual Islam. Buah semangat Persis (Masyarakat Islam) memiliki pengaruh yang kuat terhadap pembentukan ideologi keagamaan dalam masyarakat Islam sejak tahun 1923, termasuk perjalanan sejarah NU.

Selama Konferensi Islam ke-4 di Bandung Pada Februari 1926, Parlemen hampir sepenuhnya didominasi oleh para pemimpin organisasi Islam modern. Mereka menyetujui usulan para pemimpin Islam tradisional untuk melestarikan praktik keagamaan tradisional, termasuk pelestarian Mazhab, makam Nabi dan makam empat sahabat Medina. Alhasil, Kyai dan Ulama diajar langsung oleh Kyai H. Hasyim Asy’ari sangat mengkritik Islam modern dan telah mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama sebagai medan pertempuran bagi para pemimpin Islam tradisional sejak didirikan pada tahun 1926.

Tujuan Berdirinya NU

Pengaruh Nahdlatul Ulama sangat besar di kalangan Kyai dan Ulama di Jawa bagian timur dan tengah, serta masyarakat umum. Seperti statuta Nahdlatul Ulama. Perumusan Pada tahun 1927, organisasi tersebut bertujuan untuk memperkuat kesetiaan Islam kepada salah satu dari empat Madzhab dan untuk melaksanakan kegiatan yang bermanfaat bagi para anggotanya sesuai dengan ajaran Islam. Kegiatan utama organisasi NU adalah sebagai berikut.

  1. Memperkuat persatuan Diantara sesama ulama yang masih setia pada ajaran mazhab
  2. Memberikan bimbingan tentang jenis-jenis buku yang diajarkan oleh lembaga pendidikan Islam
  3. Penyebarluasan ajaran Islam atas permintaan empat Madzhab
  4. Meningkatkan jumlah Madrasah dan Organisasi
  5. Mendukung pembangunan Masjid, Langgar dan Pesantren
  6. Membantu anak yatim  dan fakir miskin.

Perkembangan NU di Indonesia

Berdasarkan sejarah NU, organisasi islam terbesar di Indoneisa ini telah memantapkan dirinya sebagai pengawas tradisi dengan mempertahankan ajaran empat mazhab Syafi’i, yang diterima oleh sebagian besar umat Islam di seluruh tanah air. Selain itu, NU memberikan perhatian khusus pada bidang- bidang yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, seperti kehidupan  pemilik tanah dan para pedagang.

Sebenarnya, Nahdlatul Ulama, salah satu organisasi masyarakat (ormas) terbesar di Indonesia dari komunitas Islam yang ada sejak kelahirannya di tahun 70-an. Selain itu NU juga selalu menekankan pentingnya menjaga dan menghormati kekayaan budaya nusantara. Terinspirasi dari tipikal tudingan terhadap Wali Songo yang berhasil “menghubungkan” bidang agama (Islam) dengan wilayah budaya. Dalam praktiknya NU berwajah familiar atau muda, sebagaimana diakui oleh seluruh masyarakat.

Untuk menghindari pendekatan negatif memerlukan dorongan dari dua hal yang sangat dibutuhkan dalam konteks pluralisme, yakni: Pertama, melekatnya identitas nasional karena mereka mengikuti jalur budaya dengan karakter pluralistic. Komunitas budaya jarang merasa bahwa keberadaan mereka secara langsung atau tidak langsung terancam. Dari sinilah  muncul aturan hukum Islam “al`adah muhakkamah”.

Ini memberikan peluang besar untuk mengubah tradisi apa pun menjadi bagian dari hukum Islam. Kecuali ibadah Mahdah, seperti shalat atau puasa, kegiatan budaya sangat mungkin dianggap sebagai kegiatan yang dipaksakan secara agama jika  berperan dalam mendukung prinsip-prinsip Islam. Dan setidak-tidaknya kegiatan budaya tersebut tidak  dilarang kecuali mengganggu kemanfaatannya.

Oleh karena itu, kehormatan Islam di Indonesia  selalu didukung dengan cara yang dapat diterima oleh kelompok lain, meskipun secara statistik dikategorikan mayoritas, dan tidak dipaksakan oleh kepentingan masyarakat dan penindasan atau penolakan keberadaannya. Langkah-langkah ini dapat sangat membantu dalam mendukung upaya untuk memantapkan identitas nasional bersama.

Kedua, Pengembangan nilai- nilai kemanusiaan yang tidak bisa dipungkiri bahwa kemunculan Islam yang toleran secara tidak langsung  berdampak positif terhadap upaya penegakan nilai-nilai kemanusiaan jika dibandingkan dengan sikap tegas beragama yang dapat membahayakan hak asasi manusia. Mudah memicu kekerasan agama dari keringnya keterlibatan Islam yang  memonopoli kebenaran dan menunjukkan kelemahan iman. Toleransi, di sisi lain, tampaknya menjadi bukti keutuhan pemahaman agama, yang diyakini  menjadi berkah bagi semua.

Pada akhirnya, sikap pemaaf yang muncul dari  kesadaran untuk memahami perbedaan dan keragaman budaya merupakan salah satu landasan kokoh dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku yang lebih peka terhadap nilai- nilai kemanusiaan. Jadi orang tidak Seharusnya diperlakukan secara manusiawi hanya karena mereka adalah Muslim, tetapi didasarkan pada pemahaman bahwa nilai- nilai kemanusiaan adalah milik semua orang.

Nahdlatul Ulama  menjadikan dirinya sebagai organisasi sosiologis dan keagamaan dalam menjawab permasalahan bangsa. Bukan seluruh  sejarah negara Indonesia, Nahdlatul Ulama telah melalui tahap yang berkembang dari akhir abad ke-19 hingga saat ini. Ini adalah proses pengujian dan antitesis. Pada masa pergerakan kemerdekaan. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman tingkat berikutnya untuk menelusuri dan memahami sejarah NU yang panjang dan sangat berpengaruh pada perkembangan Negara Indonesia pulau. Berikut ini fase atau kondisi organisasi Nu dan kaitannya dengan Indonesia dalam sejarah NU:

1. Nahdlatul Ulama Sebelum Kemerdekaan 

Sebelum kemerdekaan, Nahdlatul Ulama berkembang sebagai organisasi yang disegani oleh penjajah. Sangat memungkinkan kekuatan Ulama dan anggota NU untuk menjembatani kepentingan Islam dan negara Indonesia saat itu yang telah menjadi pilar pengantar  lahirnya negara kesatuan Republik Indonesia.

2. Nahdlatul Ulama Di masa kemerdekaan 

  • Periode Orde Lama –NU memutuskan  menjadi partai politik semata-mata karena berkonfrontasi dengan Komunis. Kekuatan komunisme sebagai partai politik membutuhkan pola yang sama. Nahdlatul Ulama  akhirnya mampu mempertahankan dasar Pancasila dengan suara lantang.
  • Masa Orde Baru –Karena kebijakan pemerintah yang kuat, posisi NU adalah Ulama, bersama kelompok Islam lainnya, kembali sebagai kelompok sosiologis dan religious, kemudian sepakat untuk membentuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Secara sosial merupakan kepedulian Nafatur Utama dan secara politik merupakan partai Nahdlatul Ulama.
  • Masa Reformasi Pada masa reformasi –Pola politik NU mulai berubah. NU telah sepakat untuk kembali ke Khittah. Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi yang murni sosiologis dan religius, menjaga jarak dengan partai politik yang ada. Oleh karena itu, Nahdlatul Ulama bukan milik siapa pun, melainkan milik potensi negara Indonesia.

Nahdlatul Ulama sebenarnya berdiri dalam sejarahnya sebagai bentuk reaksi eksternal (gerakan pemurnian). Dan berdirinya organisasi ini tidak terlepas dari peran Kyai, wakil utama kelompok Islam tradisionalis, dan komunitas Pesantrennya. Nahdlatul Ulama mengacu pada salah satu Imam Mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanabari) dan merupakan organisasi keagamaan yang melayani negara, negara bagian dan Muslim.

Nah, itulah penjelasan tentang sejarah NU dan kaitannya dengan perkembangan kondisi Indonesia, termasuk ajaran agama islam. Sebagai salah satu organisasi islam besar di Indonesia, Grameds pasti sudah tidak asing lagi dengan ormas yang satu ini. Dalam praktiknya mungkin kita masih kesulitan membedakan organisasi islam ini dengan lainnya dalam melakukan amalan agama islam. Dari situlah sebenarnya dapat menjadi ciri khas masing- masing aliran dalam melakukan ibadah.

Editor: Alima sri sutami mukti

Dokumentasi asli 17 agustus
Isi Teks Resolusi Jihad

Resolusi Jihad merupakan seruan atau fatwa yang dikeluarkan Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 22 Oktober 1945 yang ditulis oleh Pendiri NU sekaligus pendiri Pesantren Tebuireng Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Resolusi tersebut dikeluarkan atas keresahan kaum santri dan kiai karena Sekutu bersama NICA dan AFNEI ingin menjajah Indonesia kembali pasca kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, dan juga jawaban atas permintaan saran yang diajukan Bung Karno kepada Hadratusyaikh.

Fatwa itu diputuskan dalam Rapat Besar Konsul-konsul NU se-Jawa dan Madura, pada 21-22 Oktober di Surabaya, Jawa Timur. Melalui konsul-konsul yang datang ke pertemuan tersebut, seruan ini kemudian disebarluakan ke seluruh lapisan pengikut NU khususnya dan umat Islam umumnya di seluruh pelosok Jawa dan Madura. 

Berikut ini adalah teks Resolusi Jihad NU sebagaimana pernah dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi No. 26 tahun ke-I, Jumat Legi, 26 Oktober 1945:

Toentoetan Nahdlatoel Oelama kepada Pemerintah Repoeblik Soepaya mengambil tindakan jang sepadan Resoloesi wakil-wakil daerah Nahdlatoel Oelama Seloeroeh Djawa-Madoera

Bismillahirrochmanir Rochim
Resoloesi:

Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsoel2) Perhimpoenan Nahdlatoel Oelama seloeroeh Djawa-Madoera pada tanggal 21-22 October 1945 di Soerabaja.
Mendengar :
Bahwa di tiap-tiap Daerah di seloeroeh Djawa-Madoera ternjata betapa besarnja hasrat Oemmat Islam dan ‘Alim Oelama di tempatnja masing-masing oentoek mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAOELATAN NEGARA REPOEBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang :

a. Bahwa oentoek mempertahankan dan menegakkan Negara Repoeblik Indonesia menurut hoekoem Agama Islam, termasoek sebagai satoe kewadjiban bagi tiap2 orang Islam.

b. Bahwa di Indonesia ini warga negaranja adalah sebagian besar terdiri dari Oemmat Islam.

Mengingat:

  1. Bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang jang datang dan berada di sini telah banjak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang menganggoe ketentraman oemoem.
  2. Bahwa semoea jang dilakoekan oleh mereka itu dengan maksoed melanggar kedaoelatan Negara Repoeblik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah di sini maka beberapa tempat telah terdjadi pertempoeran jang mengorbankan beberapa banjak djiwa manoesia.
  3. Bahwa pertempoeran2 itu sebagian besar telah dilakoekan oleh Oemmat Islam jang merasa wadjib menoeroet hoekoem Agamanja oentoek mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanja.
  4. Bahwa di dalam menghadapai sekalian kedjadian2 itoe perloe mendapat perintah dan toentoenan jang njata dari Pemerintah Repoeblik Indonesia jang sesoeai dengan kedjadian terseboet.

Memoetoeskan :

  1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap oesaha2 jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannja.
  2. Seoapaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “sabilillah” oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.

Soerabaja, 22 Oktober 1945
NAHDLATOEL OELAMA

Sangat besar pengaruh fatwa Resolusi Jihad ini bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sekejap, dari mulai cabang sampai ranting NU menjadi basis markas Hizbullah dan Sabilillah. Umat Islam tergerak untuk berangkat tak gentar dengan kematian yang setiap saat bisa menimpa mereka. Bahkan mereka merasa bangga mendapatkan predikat syahid sebab membela agama dan tanah air.

Fatwa ini juga mengilhami adanya peristiwa 10 November 1945. Tidak hanya itu, resolusi ini juga mendorong perjuangan mempertahankan kemerdekaan hingga empat tahun kemudian. Pertempuran demi pertempuran yang terjadi di daerah-daerah sangat mempengaruhi jalur diplomasi yang dilakukan elit pemerintahan Indonesia dengan pihak sekutu. Semisal dikuasainya Krian oleh sekutu, menjadikan perundingan Linggarjati tertunda. Dikuasainya Mojokerto dengan sangat alot, oleh sekutu, juga membuat perundingan Renville tertunda. Walaupun kedua perjanjian tersebut tetap dilakukan walau Krian dan Mojokerto tetap berhasil dikuasai.

Pesan dan isi Resolusi Jihad ini jelas dan tegas. Namun dalam penafsirannya, terutama melalui penyebarannya secara lisan, kadang-kadang memperoleh tekanan yang lebih keras dan luas. Seperti Fatwa bahwa kewajiban (fardhu ‘ain) bagi setiap muslim yang berada pada jarak radius 94 km untuk turut berjuang. Sedangkan yang berada di luar jarak itu berkewajiban (fardlu kifayah) untuk membantu saudara-saudara mereka yang berada dalam jarak radius tersebut. Kalau yang berada di radius 94 km tak kuasa membendung musuh, maka yang berada di luar radius itu, berubah hukumnya menjadi fardlu ‘ain ikut membantu.

Resolusi Jihad adalah bukti kontribusi NU, Kiai, dan santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dan dalam perjalannya pasca itu, santri dan kiai banyak memberikan warna tersendiri bagi sejarah perjalanan bangsa ini hingga sekarang.


Sumber: Resolusi Jihad “Perjuangan Ulama: dari Menegakkan Agama Hingga Negara” karya Abdul Latif Bustami dkk dan Perjuangan Laskar Hizbullah karya Isno El Keyyis)

Penulis : M Wildan Musyaffa

MAKESTA X MAPAG Pertama kali dilakukan di Al-Musri’

Pimpinan Komisariat (PK) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) dan Pimpinan Komisariat (PK) Pagar Nusa (PN), Srikandi  Miftahulhuda Al-Musri’ Cianjur menggelar acara Makesta X Mapag yang bertempat di gedung aula Al-faqih, Pondok Pesantren Miftahuhuda Al-Musri’.

Sebanyak 300 santri putra maupun putri mengikuti acara makesta X mapag tersebut. Acara yang biasanya dilakukan secara terpisah, untuk pertama kalinya acara makesta disatukan dengan acara mapag.

Makesta X Mapag adalah pintu gerbang awal yang harus dilalui oleh calon kader-kader NU. Karna dengan mengikuti makesta x mapag adalah salah satu cara untuk menghidupkan Nahdlatul Ulama (NU).

Adapun isi acara ini terdiri dari sambutan-sambutan dari:

  1. Ketua Panitia
  2. Rais ‘am
  3. Ketua Banom(Badan otonom)
  4. Perwakilan PC (Pimpinan Cabang) IPNU IPPNU Cianjur
  5. Ketua PC Pagar Nusa

Lalu pemberian materi berupa

  • Ke-NU an
  • Ke-Bangsaan
  • Ke- IPNU an
  • Ke- IPPNU an
  • Ke- Organisasian & Ke-pemimpinan
  • Ke- Aswajaan
  • Materi jurus SD A+B (Pagar Nusa)

Juga dilakukan inagurasi malam dan pembai’atan atau erjanjian sebagai kaderisasi yang sah menjadi anggota IPNU, IPPNU, Pagar Nusa dan Srikandi.

“Diharapkan kepada seluruh kader IPNU IPPNU ataupun Pagar Nusa Srikandi untuk selalu aktif di Nahdlatul Ulama (NU), karena menghidupkan Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu amanat Mama Syaikhuna KH Ahmad Faqih” tutur salah satu Ampuh (Amanat Sepuh) Pondok Pesantren Almusri’. 

Pewarta: Fachry Syahrul