Haul Masyaikh Miftahulhuda Al-Musri’ Ke-24

Tanggal 13-14 Bulan Rajab 1445 H \ 25-26 Januari 2024 M akan diadakannya acara Haul Mama KH. Ahmad Faqih bin H. Kurdi dan para Masyaikh Al Musri’. Dengan tema yang diusung untuk haul kali ini adalah “Nyukcruk Galur Piwuruk Guru, Napak Lacak Amanat Mama”.

  • Kh. Ahmad Faqih ke-24
  • Umi Hj. Siti Qoni’ah ke-34
  • Umi Hj. Juhaenah ke-74
  • Ang Habibul Manan ke-28
  • Umi Hj. Siti Maryam ke-02
  • Kh. Zaenal Musthofa ke-20
  • Kh. Ade Manshur Shomad ke-11
  • Kh. Hilman Abdurrohman ke-03

Acara yang biasanya diadakan pada tanggal 05-06 bulan Sya’ban, untuk kali ini diadakan pada tanggal 13-14 bulan Rajab 1445 H dikarenakan akan dilangsungkan nya hajat negara yaitu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Adapun acara Haul kali ini yang akan berlangsung selama 6 Hari dimulai dari hari Sabtu dan akan diakhiri pada hari Jum’at.

Untuk info lebih lanjut: https://youtu.be/0EBaF3OEEzQ

Adapun keterangan Haul sebagai berikut:

Peringatan haul (kata “haul” dari bahasa Arab, berarti setahun) adalah peringatan kematian seseorang yang diadakan setahun sekali dengan tujuan utama untuk mendoakan ahli kubur agar semua amal ibadah yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Biasanya, haul diadakan untuk para keluarga yang telah meninggal dunia atau para tokoh untuk sekedar mengingat dan meneladani jasa-jasa dan amal baik mereka. Haul yang penting diadakan setiap setahun sekali dan tidak harus tepat pada tanggal tertentu alias tidak sakral sebagaimana kita memperingati hari ulang tahun. Hari dan tanggal pelaksanaan ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu yang berhubungan acara-acara lain yang diselenggarakan bersamaan dengan peringatan haul itu.

Sumber: https://nu.or.id/syariah/tradisi-haul-eABrU

Pewarta: Fachry Syahrul



Agama Itu Fitrah

Fitrah berarti asal kejadian, bawaan sejak lahir, jati diri, dan naluri manusiawi. Agama (yang bersumber dari Tuhan) yang intinya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut Al-Qur’an, adalah Fitrah (lihat QS 30:30). Hanya saja, fitrah ini tidak seketat yang lain dan pemenuhannya dapat ditangguhkan sampai akhir hayat.

Komunisme juga memiliki paham akhirnya menjadikannya semacam agama, tetapi ia tidak sesuai fitrah. Pangkalan tempat bertolak dan bersauh agama adalah wujud yang Mahamutlak yang berada di luar alam, namun dirasakan oleh manusia. Sedangkan komunisme adalah masyarakat bawah yang terbentuk karena adanya manusia. Agama berpandangan jauh kedepan melampaui batas hidup duniawi, sedangkan komunisme membatasi diri pada kekinian dan ke-disini-an.

Agama memperlihatkan manusia seutuhnya, komunisme mengabaikan ruhani manusia. Agama berusaha mewujudkan keserasian antarkelas mutlak adanya. Inilah sedikit dari banyak perbedaan. Kalau demikian, agama dan komunisme bertolak belakang sehingga pertarungannya sulit di hindari. Siapa yang akan menang? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita hayati terlebih dahulu pernyataan: “Agama adalah Fitrah”.

Kerena agama adalah fitrah atau sejalan dengan jati diri, maka ia pasti dianut oleh manusia- kalau bukan sejak muda, maka menjelang usia berakhir. Fir’aun yang durhaka merasa dirinya tuhan pun pada akhirnya bertobat dan ingin beragama, sayang ia terlambat (QS 10:90).

Karena agama adalah Fitrah, maka pasti petunjuknya tidak ada yang bertentangan dengan jati diri dan naluri manusia. Kalau pun ada maka cepat atau lambat akan ditolak oleh penganutnya sendiri, dan ketika itu terbukti bahwa ia bukan fitrah.

Islam bukan saja sesuai dengan Fitrah, tetapi bahkan memberikan Hak Veto kepada pemeluknya untuk menangguhkan atau membatalkan pelaksanaan petunjuk apabila menyulitkan seseorang: Allah sama sekali tidak menjadikan untuk kamu dalam Agama sedikit pun dalam kesulitan (QS 22:78). Allah menghendaki kemudahan untuk kamu dan tidak menghendaki kesulitan (QS 2:185). “ Aku diutus membawa al-hanafiyah al-samha’ (agama yang luwes dan toleran),” demikian sabda Nabi Muhammad SAW.

Komunisme bertentangan dengan Fitrah, bukan hanya ajaran nya tetapi juga cara penyebaran nya yang bersifat memaksa atau membodohi. Memang hanya cara itulah yang dapat dilakukan, karna ia bertentangan dengan Fitrah. Apakan kejatuhan mereka di Rusia karena kerasnya tekanan dan pemaksaan atau karena semakin tingginya kesadaran akan pertentangannya dengan fitrah manusia? Sejarahlah yang akan mencatat.

Kewaspadaan terhadap komunisme harus terus kita pelihara, walaupun kita sadar dan yaki bahwa akhirnya paham ini – sebagaimana halnya semua paham yang bertentangan dengan jati diri manusia pasti akan kalah dan dikubur oleh penganutnya sendiri.

Manusia dari hari ke hari semakin dewasa. Kalau sebelumnya Tuhan menilai perlu mengutus para Nabi dan merinci petunjuknya, maka sejak manusia menanjak tangga kedewasaan, dia menghentikan kedatangan Rasul dan mencukupkan dengan petunjuk umum yang dibawa oleh Rasul terakhir. Dengan petunjuk umum itu, bersama akal yang semakin dewasa, manusia akan mampu menemukan kebenaran.

Penulis: Fachry Syahrul

           

Ibu: Manifestasi Tuhan yang Nyata

Hakikat Tuhan di dunia ini adalah kasat mata. Tidak bisa dilihat oleh mata bagi para hamba-Nya. Semua agama, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, maupun lainnya memiliki keyakinan yang sama berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Tentu saja hal ini tidak menjadikan keyakinan para pemeluk agama menjadi berkurang. Karena dari awal telah meyakini bahwa keberadaan Sang Pencipta, meskipun tidak bisa dilihat secara panca indera. Tetapi dalam hati nurani telah terpatri sebuah keyakinan bahwa Tuhan itu ada, namun tidak bisa dilihat. Keberadaan cukup diyakini keberadaanya. Namun ada satu sosok Tuhan di dunia ini yang bisa dilihat dengan panca indera kita, yaitu Ibu. Sekilas ungkapan ini memang terkesan aneh, bahkan mengarah pada pandangan ekstrim. Namun, penulis menyejajarkan posisi Ibu seperti Tuhan bukan karena tidak meyakini adanya Tuhan. Tetapi berdasarkan sudut pandang lain yang masih berada dalam koridor agama dan tidak lari dari prinsip-prinsip tauhid.

Berdasarkan perspektif agama Islam, Ibu adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki keistimewaan, baik dihadapan-Nya maupun kontribusi terhadap peradaban dunia. Satu-satunya sosok yang rela mempertaruhkan nyawanya demi kelahiran sang buah hati ke alam dunia. Seorang Ibu dengan penuh kesabaran merawat sang buah hati ketika di dalam kandungan selama 9 bulan genap hingga besar menjadi sosok manusia yang berbudi luhur. Dilansir dari salah satu laman Republika.com, bahwa Ibu dalam kacamata Islam dimaknai sebagai poros dan sumber kehidupan. Dari rahim seorang Ibu, akan lahir berbagai warna warni kehidupan untuk meramaikan dunia seisinya.

Sebelum membahas lebih spesifik terkait alasan menyejajarkan kedudukan Ibu dengan Tuhan, akan lebih bijak jika kita bersama-sama menyimak salah satu hadist Rasulullah SAW berikut ini. “Dari Abu Hurairah R.A beliau berkata “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Nabi menjawab, “Ibumu”. Pertanyaan ini diulangi hingga tiga kali sampai pada pertanyaan terakhir Rasululllah menjawab “Kemudian adalah ayahmu”. (HR Bukhari Muslim).

Mungkin kita sempat merasa bingung kenapa dalam teks hadist ini kata Ibu diulangi sebanyak tiga kali. Tentu saja Rasulullah SAW mempunyai alasan dan maksud tujuan di luar kemampuan kita sebagai umatnya. Syaikh Fadhlullah Al Jilani, ulama India mengatakan bahwa alasan Rasulullah SAW mengulangi perkataan Ibu adalah karena kesulitan yang dirasakan ibu ketika hamil. Seorang Ibu rela mempertaruhkan nyawa demi keselamatan anaknya. Tidak sampai di sini, perjuangan Ibu berlanjut ketika setelah melahirkan. Ibu dengan ikhlas dan sabar selalu merawat anaknya hingga besar sampai mereka sukses. Separuh hidup Ibu semata-mata hanya untuk mengurus, merawat, dan mendidik anak-anaknya. Dari sinilah muncul sebuah ungkapan yang dipopulerkan oleh penyair Hafizh Ibrahim sebagai berikut : “Al-Ummu Madrasatul Ula.” Artinya Ibu adalah madrasah pertama bagi anak. Maksudnya adalah Ibu menjadi gerbang pertama yang memberikan dasar-dasar pengetahuan kepada anak. Beliau mengenalkan tentang makna kehidupan sehingga anak memahami tentang etika sosial kemasyarakatan yang berlaku di tempat ia tinggal.

Besarnya perjuangan seorang Ibu kepada anaknya ini menjadikan setiap do’a yang keluar dari lisan Ibu dijamin mustajab. Telah banyak dijanjijkan oleh Allah SWT melalui hadist dan firman-Nya yang menjelaskan tentang do’a Ibu. Begitu pula dengan ridlanya. Ridla kedua orang tua terutama Ibu sangat penting bagi seorang anak. Do’a dan ridla orang tua adalah dua hal yang tidak bisa dianggap remeh, khususnya bagi seorang anak. Apapun keinginan anak, harus mendapat ridla beserta do’a orang tua, khususnya Ibu. Hal itu sangat penting karena berkaitan dengan ridla Allah SWT kepada keinginan anak tersebut. Hakikatnya adalah ridla Allah SWT terletak pada ridla kedua orang tuanya, terutama ibu. Jika seorang Ibu ridla kepada anaknya, maka bisa dipastikan bahwa ridla Allah SWT telah bersamaan dengan ridla seorang Ibu. Dan sebaliknya, ketika ibu enggan memberikan ridla, maka Allah SWT juga enggan memberikan ridla kepadanya.

Itulah mengapa pada narasi awal berani menyampaikan seorang Ibu sejajar dengan Tuhan. Bukan semata-mata karena ia adalah dzat yang wajib disembah apalagi diagungkan. Melainkan adalah karena mulianya sosok Ibu, ditambah setiap perkataan dan ridla yang keluar dari lisannya adalah setara dengan ridla Allah SWT. Seakan-akan apapun yang ada di dalam hati seorang Ibu bisa dengan mudah dilaksanakan jika ia meminta kepada Allah SWT. Ketika seorang Ibu ridla, maka Allah SWT akan ridla, begitu juga dengan do’a Ibu. Apapun do’a yang Ibu panjatkan entah baik atau buruk dan itu untuk anaknya, niscaya tidak ada penghalang bagi Allah SWT untuk menolaknya permintaan do’a itu. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga doa yang tidak tertolak: [1] doa orang tua (kepada anaknya) [2] orang-orang yang berpuasa [3] doa orang yang sedang safar” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan-nya no. 6619, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah).

Juga tidak lupa dalam keindahan Al-Quran, termaktub kisah-kisah mengharukan dan menginspirasi tentang perjuangan empat ibu mulia. Hajar, Milyanah, Hanah, dan Maryam, keempat perempuan ini melukis cerita tentang keimanan, kesabaran, dan keteguhan hati dalam menghadapi ujian kehidupan. Masing-masing membawa pesan mendalam tentang kasih ibu, keberanian, dan ketulusan yang menggetarkan hati.

Hajar Ibunda Nabi Ismail

Salah satu kisah yang mengharukan adalah kisah Hajar, ibunda Ismail. Ketika Nabi Ibrahim berdoa dan meninggalkannya bersama Ismail di gurun tandus, ia berucap, “Ya Tuhan Kami, sesungguhnya diriku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Ka’bah) yang dihormati. Ya Allah, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat. Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berikanlah rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim ayat 37).

Keteguhan dan kesabaran Hajar diuji oleh Allah ketika Ismail membutuhkan air. Dalam pencarian air, Hajar berlari bolak-balik antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah. Al-Quran menjelaskan, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumroh, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah ayat 158).

Dalam kisah ini, para ibu diajarkan tentang ketekunan, kesabaran, dan kepasrahan kepada kehendak Allah. Hajar barangkali tidak memikirkan keadaan dirinya yang sedang lemah tak ada tenaga, namun ia tetap berusaha melakukan ikhtiar untuk mendapatkan air. Beginilah sosok ibu yang senantiasa tidak rela bila mendapati anaknya berada dalam kelaparan, kehausan, dan kepayahan.

Milyanah Ibunda Nabi Musa

Selain kisah Hajar, Al-Quran menuturkan kisah ibu yang luar biasa, yakni ibunda Musa, yang oleh sejarawan disebut Milyanah. Dalam masa pemerintahan Fir’aun yang kejam, di mana penguasa tersebut memerintahkan pembunuhan terhadap bayi laki-laki Bani Israil, Milyanah menghadapi ujian besar. Fir’aun melaksanakan kebijakan yang mengerikan: “Sungguh, Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia (Fir’aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash ayat 4).

Milyanah, ibu Musa, hidup dalam keadaan bingung dan terpukul dengan kebijakan diskriminatif Fir’aun. Di tengah keputusasaan itu, Allah memberi ilham ke dalam hatinya untuk mengambil langkah yang benar: “Letakkanlah ia (Nabi Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.” (QS. Thaha ayat 39).

Sebelum peti itu terlempar ke sungai Nil, sang ibu menyusui Musa. Al-Quran mencatat, “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; ‘Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya. Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil), dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari Para Rasul.” (QS. Al-Qashash ayat 7).

Kisah Milyanah menggambarkan keharuan seorang ibu yang tegar dalam menghadapi ujian berat. Kesetiaan dan keberanian yang ditunjukkan oleh ibu Musa menjadi inspirasi abadi bagi setiap ibu yang menghadapi tantangan dalam perjalanan hidupnya.

Hanah Ibunda Maryam

Dalam Al-Quran, kita mendapati kisah Hanad, ibunda Maryam, dan istri dari Imran. Hanad terkenal karena melakukan nazar sebelum kelahiran Maryam, menghadiahkan anaknya untuk berbakti di Baitul Maqdis. “(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: ‘Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu, terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ali Imran ayat 35).

Namun, ketika saat kelahiran tiba, kenyataan tak sesuai dengan prasangka ibunda Maryam. Hanad, dengan tulus dan rendah hati, menerima anak perempuannya sebagai anugerah dari Allah dan tetap setia pada nazarnya. “Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: ‘Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk (QS. Ali Imran ayat 36).

Kisah Hanad memancarkan ketulusan dan keikhlasan seorang ibu yang setia pada janji dan nazar yang telah diucapkannya. Sebagai teladan bagi umat, Hanad mengajarkan kita untuk selalu berserah diri pada kebijaksanaan Allah meski rencana kita tak selalu sejalan dengan takdir-Nya.

Maryam Ibunda Nabi Isa

Maryam bin Imran mengukir kisah yang mempesona dalam lembaran Al-Quran. Ia bukan hanya seorang perempuan biasa, tetapi teladan bagi setiap muslimah di berbagai pelosok dunia. Keimanan dan ketakwaannya kepada Allah membawa berkah luar biasa, menciptakan keajaiban yang mengejutkan orang-orang di sekitarnya.

Al-Quran mencitrakan Maryam sebagai figur perempuan yang mulia, suci, dan penuh kesabaran. “Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam, Sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu, dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (QS. Ali Imran ayat 42-43).

Dengan kasih sayang Ilahi yang melimpah, Maryam membuktikan bahwa seorang perempuan dapat menjadi teladan yang memancarkan cahaya keimanan dan ketakwaan, menginspirasi generasi setelahnya. Melalui kisahnya, Al-Quran mengajarkan bahwa kepatuhan kepada Allah dan kesucian hati adalah pondasi yang kokoh untuk memperoleh keberkahan-Nya.

Empat Kisah tentang Ibu di dalam Al Quran di atas memberikan nilai-nilai keteguhan, kesabaran, keikhlasan, dan ketakwaan yang melekat dalam peran seorang ibu. Kisah Hajar, Milyanah, Hanah, dan Maryam merupakan panduan hidup bagi setiap ibu dan perempuan muslimah. Keberanian, kepasrahan, dan keikhlasan mereka di hadapan ujian hidup menggambarkan kebesaran peran seorang ibu dalam membentuk karakter, menghadapi cobaan, dan mendidik generasi penerus.

Semoga bisa meneladani ketulusan dan dedikasi para ibu yang terabadikan dalam Al Quran, sehingga peran suci sebagai ibu dapat terus dijaga dan diperjuangkan sebagai fondasi keluarga yang kokoh. Dengan demikian, semoga kita dapat meraih keberkahan dunia dan akhirat, serta menerima peran ibu dengan penuh kebermaknaan dan kesuksesan.

Penulis: Raisya Audyra

Resolusi Jihad: Upaya mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia

Pertempuran 10 November di Surabaya menjadi salah satu pertempuran terhebat dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.

Namun, siapa sangka di balik peristiwa hebat itu ada peran penting yang dimaikan oleh kaum santri.

Pertempuran dahsyat di Surabaya itu tak lepas dari resolusi jihad yang dicetuskan oleh Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945.

Resolusi jihad itu dicetuskan merespons kedatangan tantara Inggris kembali ke Indonesia. Mereka datang dengan bantuan Netherlands Indies Civil Administration (NICA).

Resolusi Jihad bermula saat Presiden RI Pertama, Soekarno, mengirim utusan kepada K.H. Hasyim Asyari untuk menanyakan hukum dalam agama Islam mengenai membela tanah air dari ancaman penjajah.

Pada tanggal 21-22 Oktober 1945, KH Hasyim Asyari mengumpulkan wakil-wakil dari cabang Nahdlatul Ulama (NU) di seluruh Jawa dan Madura di Surabaya untuk membahas hukum membela tanah air dalam Islam.

Hasil dari pertemuan tersebut adalah lahirnya Resolusi Jihad yang berisi kewajiban dalam membela tanah air melawan NICA.

Resolusi Jihad inilah yang memotivasi kiai dan kaum santri untuk mulai melawan penjajah. Mereka membawa semangat perlawanan ini hingga puncaknya pada 10 November di Surabaya.

Ratusan santri dari Pulau Jawa dan Madura berkumpul dan bertempur di Surabaya. Mereka datang dari berbagai daerah seperti Cirebon di bawah pimpinan Kiai Abas Buntet hingga para santri Kediri yang dipimpin oleh Kiai Mahrus Ali Lirboyo.

Meski berbekal peralatan sederhana seperti bambu runcing dan benda tajam lainnya, semangat untuk membela bangsa dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia begitu kuat dalam hati mereka.

Perlu diketahui, pidota Bung Tomo yang membakar semangat arek-arek Suroboyo pada masa itu juga terinspirasi oleh fatwa Resolusi Jihad.

Dan untuk melanjutkan estafet perjuangan para pahlawan kita sebagai anak muda harus mempunyai semangat yang membara untuk membangun negri ini menjadi lebih maju, dan kita harus sadar betapa penting nya peran pemuda dalam kemajuan bangsa

”Sesungguhnya mereka ialah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS. Al-Kahfi : 13)

 Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa kekuatan sebuah bangsa terletak di tangan para pemudanya, karena merekalah yang kelak akan menunjukkan wajah kehormatan suatu bangsa dalam segala kontes kehidupan. Yang jika para pemuda dalam suatu negara mengalami kerusakan moral dan agama, maka sangat disayangkan nasib bangsa itu nantinya.

Berbicara tentang pemuda berarti berbicara tentang masa depan, sebab pemuda ialah generasi pewaris yang akan menggantikan estafet kepemimpinan sebuah generasi baik dalam keluarga, kelompok, organisasi, bangsa dan dunia. Pemuda merupakan motor penggerak peradaban, mereka merupakan harapan besar bagi kemajuan bangsa, negara dan agama. Oleh karenanya jika kita ingin mengetahui bagaimana suatu negara dimasa yang akan datang, maka lihatlah pemudanya di masa sekarang. Untuk itu amat diperlukannya pendidikan moral, agama, hingga pengembangan wawasan agar suatu negara kelak dapat menghasilkan pemuda-pemuda yang hebat serta taat pada perintah agama. Yang insya allah kelak akan menjadi tonggak kesuksesan suatu negara, juga menjadi inspirasi bagi siapapun yang melihat dan mengenalnya. Dipundak pemudalah harapan dan cita-cita bangsa digantungkan, sehingga pemuda dituntut untuk dapat berperan aktif dalam garda terdepan pembangunan bangsa baik fisik maupun mental.

Dalam sejarah peradaban bangsa sendiri, pemuda merupakan aset bangsa yang sangat mahal dan tak ternilai harganya. Kemajuan atau kehancuran suatu bangsa tergantung pada kaum mudanya sebagai agen of change (agen perubahan), yang mana pada setiap perkembangan serta pergantian peradaban selalu ada darah muda yang memeloporinya. Namun, pemuda indonesia dewasa ini telah banyak kehilangan jati dirinya, terutama dalam hal wawasan kebangsaan dan patriotisme (cinta tanah air) indonesia. Yang oleh sebab itu dibutuhkan adanya re-thinking (pemikiran kembali) dan re-inventing (penemuan kembali), dalam nation character building (pembangunan karakter bangsa) bagi para pemuda yang kurang berwawasan kebangsaan dan patriotisme untuk menemukan kembali jati diri bangsa.

Sepanjang sejarah peradaban dunia, Islam memiliki pemuda-pemuda hebat pada zamannya masing-masing. Yang mana di usianya yang cenderung masih sangat muda, mereka mampu menorehkan karya-karya luar biasa untuk kelangsungan peradaban dunia.

  • Yang pertama, ada Muhammad Al-Fatih. Mehmed dikenal sebagai pemimpin yang cakap serta ahli dalam bidang kemiliteran, ilmu pengetahuan, matematika, dan menguasai enam bahasa saat beranjak 21 tahun. Ia dikenal sebagai pahlawan di Turki, maupun dunia Islam secara luas. Dalam sejarah peradaban Islam sendiri, Mehmed dikenal sebagai salah seorang pemimpin yang hebat, yang mana sebelumnya telah diramalkan oleh Rasulullah SAW kehadirannya.
  • Selanjutnya ada Ibnu Battuta, yang mana ia dikenal sebagai penjelajah dunia paling andal dari Maroko. Gairahnya berpetualang ke dunia luar begitu membara, ia berharap kelak dapat belajar lebih banyak. Dalam perjalanannyalah ia menulis buku berjudul ‘Rihlah’, yang mana di dalamnya ia mengungkapkan alasan mengapa ia meninggalkan kota kelahirannya dan memutuskan menjelajah. Yakni “Tujuanku untuk berziarah ke Kabah (di Makkah), dan untuk mengunjungi makam Nabi”, berbekal tujuan ini Ibnu Battuta mengembara dengan keledainya meninggalkan kota kelahirannya di Tangier, Maroko. Ia pergi seorang diri ke arah timur di sepanjang wilayah Afrika Utara, melewati lembah, sungai, dan daratan-daratan kering yang diapit serangkaian pegunungan.
  • Lalu dari tokoh wanitanya ada Fatimah Al-Fihri, perempuan hebat yang semangat menjadi duta kebaikan dari Kairouan Tunisia. Universitas Al-Qarawiyyin dan pendirinya ‘Fatima al Fihri’ ialah permata mahkota dan simbol kuat aspirasi perempuan serta pemimpin kreatif dalam sejarah peradaban Muslim. Didirikan pada tahun 859 (hampir seratus tahun sebelum pendirian Al Azhar di Kairo) dan terletak di medina tua Fez, Universitas al-Qarawiyyin di Maroko sendiri telah lama diakui dalam Guinness Book of World Records sebagai lembaga tertua di dunia yang beroperasi sebagai universitas pemberi gelar akademik.

juga masih banyak lagi tokoh-tokoh pemuda inspiratif islam lainnya yang memiliki peran penting dalam kelangsungan peradaban dunia.

Penulis: Raisya Audyra

Faktor pendorong kesabaran dan ketegaran kaum Muslimin

Seorang yang berhati lembut akan berdiri tercenung dan para cendekiawan akan saling bertanya diantara mereka, “Apa sebenernya sebab-sebab dan faktor-faktor yang telah membawa kaum Muslimin mencapai puncak dan batas tak tertandingi dalam ketegarannya? Bagaimana mungkin mereka bisa bersabar menghadapi penindasan demi penindasan yang membuat bulu roma merinding dan hati gemetar begitu mendengarnya?”

Melihat fenomena yang menggetarkan jiwa ini, kami menggap perlunya menyinggung sebagian dari faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut secara ringkas dan singkat;

  • Keimanan kepada Allah

Sebab dan faktor paling utama adalah keimanan kepada Allah SWT semata dan mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Keimanan yang mantap bila telah menyelinap ke sanubari dapat menjadi setimbangan gunung dan tidak akan goyah. Orang yang memiliki keimanan yang kokoh dan keyakinan yang mantap seperti ini akan memandang kesulitan duniawi sebesar, sebanyak dan serumit apapun jika dibandingkan dengan keimanannya ibarat lumut-lumut yang diapungkan oleh air bah yang berusaha menghancurkan bendungan kuat dan benteng yang kokoh. Maka dia, tidak mempedulikan rintangan apapun lagi karena telah mengenyam manisnya  iman, segarnya ketaatan serta cerianya keyakinan. Allah berfirman yang artinya, “Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya. Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.”

  • Kepemimpinan Yang Diidolakan Setiap Hari

Rasulullah SAW adalah sosok seorang pemimpin tertinggi umat islam, bahkan seluruh manusia. Beliau memiliki keindahan fisik, jiwa yang sempurna, akhlak luhur, sifat-sifat yang terhormat dan ciri fisik yang agung. Hal ini dapat menyebabkan hati tertawan dan membuat jiwa rela berjuang untukya sampai tetes darah terakhir. Kesempurnaan yang dianugerahkan kepadanya tersebut tidak pernah dianugerahkan kepada siapa pun. Beliau menempati posisi puncak dalam derajat sosial, keluhuran budi, kebaikan dan keutamaan. Demikian pula dari sisi kesucian diri, amanah, kejujuran dan semua jalan-jalan kebaikan, tidak ada yang menandinginya. Jangankan oleh para pecinta dan sahabat karib beliau, musuh-musuhnya pun tidak meragukan lagi hal itu. Ungkapan yang pernah terlontarkan dari mulut beliau pastilah membuat mereka langsung meyakini kejujuran dan kebenarannya.

  • Rasa tanggung jawab

Para sahabat menyadari secara penuh akan besarnya tanggung jawab yang dipikulkan ke pundak umat manusia. Tanggung jawab ini tidak dapat dielakkan dan diselewengkan betapa pun kondisinya. Sebab keteledoran dan lari darinya, memiliki implikasi yang sangat besar dan berbahaya melebihi penindasan yang dirasakan oleh mereka. Kerugian yang akan derita dan diderita oleh umat manusia secara keseluruhan akibat lari darinya, jauh lebih besar dibanding dengan kesulitan- kesulitan yang selama ini mereka hadapi akibat beban yang mereka tanggung tersebut.

  • Iman kepada akhirat

Ini merupakan salah satu faktor yang menguatkan tumbuhnya rasa tanggung jawab tersebut. Mereka memiliki keyakinan yang kuat bahwa kelak mereka akan dibangkitkan dan menghadap Rabb semesta alam, amal mereka dihisab dengan sedetail-detailnya; baik yang besar maupun yang kecil. Jadi, hanya dua pilihan; ke surga yang penuh kenikmatan dan kesenangan abadi atau ke Neraka Jahim yang penuh dengan azab yang kekal.

          Mereka menjalani kehidupan antara rasa takut dan pengharapan; mengharapkan rahmat Rabb mereka dan takut akan siksaNya.

                   Mereka adalah sebagaimana yang difirmankan Allah SWT,

وَاُلَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَواْ وَّقُلُوبِهِمْ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.” (Al-Mu’minun:60)

          Mereka mengetahui bahwa dunia dengan kesengsaraan dan kesenangan yangada di dalamnya tidak mempunyai nilai sedikit pun dibandingkan dengan kehidupan di akhirat, sekalipun hanya seberat sayap nyamuk.

  • Al-Qur’an

Pada rentang waktu yang amat kritis dan sulit ini, turunlah surat-surat dan ayat-ayat Allah guna membersihkan Hujjah dan argumentasi atas kebenaran risalah islam dan prinsip-prinsipnya yang merupakan poros dakwah. Al-Qur’an tampil dengan gaya bahasa yang kuat dan indah, mengarahkan kaum Muslimin kepada pondasi-pondasi yang kelak atas ketentuan Allah akan terbentuk di atasnya komunitas manusia yang paling agung dan mempesona di muka bumi ini, yaitu masyarakat Islam. Surat-surat dan ayat-ayat tersebut juga amat membangkitkan sensifitas dan motifasi kaum muslimin untuk bersabar dan pantang menyerah, menguraikan sikap tersebut dengan bahasa permisalan dan menjelaskan kepada mereka hikmah di balik itu. Allah berfirman,

اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْۗ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاۤءُ وَالضَّرَّاۤءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِۗ اَلَآ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ 

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam -macam cobaan) sehingga berkatalah Rasulullah dan orang-orang yang beriman bersamanya “Bilakah datangnya pertolongan Allah” ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS Al-Baqarah:214)

Ayat tersebut juga mementahkan argumentasi-argumentasi kaum kafir dan para pembangkang nya dengan bantahan yang membuat mereka mati kutu sehingga tidak tidak memiliki trik lain untuk mengelak. Ayat tersebut sekali waktu juga memperingatkan mereka akan akibat yang fatal karena mereka bersikeras pembangkangan dan kesesatan denagan pemaparan yang jelas dan lugas, serta menyebutkan contoh azab Allah yang ditimpakan kepada umat umat terdahulu dan peristiwa historis yang menunjukan adanya sunatullah terhadap para wali dan  musuhNya. Sekali waktu pula, menyapa mereka secara ramah, (berupaya) membuat (mereka) mengerti, memberi petunjuk dan arahan sehingga dengan itu mereka mau berpaling dari kesesatan nyata yang tengah mereka lakukan

  • Berita- Berita gembira tentang kemenangan

Meskipun kaum muslimin mengetahui akan berita-berita gembira ini, namun mereka juga mengetahui sejak pertama kali mengalami perlakuan kasar dan penindasan bahkan sebelum itu bahwa masuk islam bukan berati tersingkirnya semua musibah dan kematian tersebut, tetapi sejak awal lahirnya dakwah islamiyah bertujuan untuk mengenyahkan dunia Jahiliyyah dan sistemnya yang dzalim. Mereka juga mengetahui bahwa buah dari hal itu di dunia ini adalah terbentangnya kekuasaan di atas muka bumi ini dan penguasaan terhadap politis diseluruh alam yang dapat menggiring umat manusia dan komunitas manusia secara keseluruhan ke dalam ridha Allah dan membebaskan mereka dari penyembahan terhadap para hamba (makhluk) menuju kepada penyembahan terhadap Allah semata.

Demikianlah, Rasulullah SAW senantiasa menyuguhkan santapan rohani kepada mereka dengan rangsangan keimanan; menyucikan jiwa mereka dengan mengajarkan al-Hikmah (hadits) dan al-Qur’an; mendidik mereka dengan pendidikan yang mendalam; mendorong jiwa mereka agar menduduki keluhuran rohani, kemurnian hati, kebersihan budi pekerti, keterbebasan dari pengaruh meterialistik, melawan hawa nafsu serta kembali kepada Rabb bumi dan langit; menyucikan kegelapan hati mereka; mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya terang; mengajak mereka sabar terhadap semua gangguan, memiliki sifat pemaaf, selalu antusias menuntut ilmu dan memahami agama, mengintropeksi jiwa dan menundukan sentimen-sentimen yang tumbuh, mengalahkan perasaan-perasaan dan gejolak-gejolak jiwa serta selalu mengikat diri dengan kesabaran, kedamain dan ketenangan. Wallahu’alam

Penulis: Fachry Syahrul