Kebijakan Islam di Masa kepemimpinan Umar Bin Khattab

Siapa yang tidak mengenal Umar bin Khattab? Beliau adalah salah satu dari 4 orang khulafaur rasyidin. Sebagai salah seorang sahabat nabi terbaik, tentu saja banyak orang yang mengagumi Umar bin Khattab. Selain ketegasan dan ketangkasannya, kepemimpinan di masa Umar merupakan kepemimpinan terbaik.

Umar bin Khattab adalah khalifah kedua setelah meninggalnya Abu Bakar as Shiddiq. Masa kepemimpinan Umat bin Khattab adalah selama 10 tahun 73 hari (13-23 Hijriah). Sebagai khalifah, Umar dikenal sebagai sosok yang berani, tanggung jawab, adil, sederhana, dan cerdas. Ketika memimpin jazirah Arab, banyak sekali kebijakan yang dicetuskan beliau.

Mengutip buku berjudul Umar bin Khattab Ra. karangan Abdul Syukur al-Azizi (2021: 213), dalam sepuluh tahun kepemimpinan Umar bin Khattab, banyak sekali kebijakan yang beliau keluarkan, diantaranya: mendirikan departemen pedidikan, membuat peraturan gaji terhadap pegawai-pegawai pemerintah, membangun Baitul Mal, mencetak mata uang, memberntuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengangkat para hakim, menyelenggarakan hisbah dan sebagainya.

Umar bin Khhatab juga meletakan prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahannya. Pemerintah Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara dan tidak ada hak istimewa. Selain itu, Umar berjasa besar dalam mengembangkan perekonomian masyarakat selama masa pemerintahannya. Beliau dianggap sebagai khalifah yang mampu mensejahterakan rakyatnya.

Keberhasilan Umar bin Khattab mengembangkan Islam hingga ke luar jazirah Arab berdampak pada dinamika sosial umat muslim. Sebelum penaklukan, penduduk negara islam terdiri dari etnis Arab dan minoritas Yahudi. Setelah penaklukan, jumlah orang yang beragama Islam naik pesat, sehingga kelompok-kelompok sosial dalam komunitas Islam semakin beragam dan kompleks.

Bersamaan dengan hal tersebut, terjadi pula asimilasi antar berbagai kelompok, terutama dibangunnya Kota Kufah sebagai tempat bertemunya berbagai kelompok dan suku. Mobilitas penduduk semakin intens. Ibu kota Madinah tidak hanya dikunjungi suku Arab, melainkan orang-orang nin arab. Begitu juga sebaliknya, orang-orang Arab dapat mengunjungi dan menetap di Mesir, Syria, Persia dan wilayah-wilayah kekuasan. Hal tersebut menimbulkan kontak dan saling mengambil unsur-unsur kebudayaan.

Dalam beberapa ketentuan hukum, Umar bin Khattab terus berijtihad dengan sungguh-sungguh yang belum pernah dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam dan Abu Bakar as Shiddiq. Umar juga membuat peraturan ekonomi dan sosial yang begitu terperinci yang menuntut perhitungan bersih dan kemurnian prinsip-prinsip agama yang benar. Ada banyak kebijakan yang diterapkan Umar semasa kepemimpinannya. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:

1. Kebijakan dalam bidang pendidikan dan pengajaran

Selama kepemimpinannya, Umar menerapkan banyak kebijakan. Termasuk juga yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran. Di bawah kepemimpinannya, Al-Qur’an diajarkan dan disebarkan ke seluruh pelosok negeri.

Bersama dengan itu, dibangun juga berbagai tempat belajar dan madrasah yang mempelajari Al-Qur’an, hadits, fiqh, dan berbagai ilmu agama. Para siswa dari madrasah tersebut diwajibkan untuk menghafal minimal 5 surat dari Al-Qur’an. Yaitu surat Al-Baqarah, An-Nisa, Al-hajj, An-Nur, dan Al-Maidah.

Ada beberapa madrasah yang dibangun di Makkah, Madinah, Bashrah, Kufah, Syam, dan Mesir. Setiap madrasah tersebut memiliki guru besarnya masing – masing yang berasal dari kalangan sahabat.

Beberapa sahabat yang ahli hadits dan fiqh pun diminta untuk mengajar. Di antaranya adalah Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Muadz bin Jabal, Abu Darda, Ubadah bin Shamit, Imran bin Hashim, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Mas’ud, Ali bin Abu Thalib, dan termasuk juga Aisyah binti Abu Bakar.

2. Kebijakan pembangunan masjid

Pembangunan masjid juga menjadi perhatian Umar bin Khattab. Beliau memerintahkan para gubernur di Bashrah, Kufah, Mesir, dan para wali di sepanjang wilayah Syam untuk membangun masjid besar di pusat kota, dan juga satu masjid di setiap kampung dan suku.

Sementara Masjidil Haram dan masjid Nabawi pun juga dibangun agar menjadi lebih luas. Serta ditambahkan beberapa fasilitas seperti lampu gantung, wewangian, dan juga alas tikar.

3. Kebijakan kesehatan masyarakat

Selain memperhatikan agama masyarakatnya, Umar juga memperhatikan kesehatan masyarakat yang dipimpinnya. Oleh karena itu, beliau banyak mendirikan klinik dan rumah sakit, serta pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.

4. Kebijakan pembagian wilayah administratif

Pada masa Umar juga pembagian wilayah administratif mulai diberlakukan. Umar membagi wilayah Islam menjadi beberapa provinsi dan distrik. Yaitu Semenanjung Arabia, Semenanjuk Irak, Persia, Mediterania Timur, dan juga Afrika Utara.

Setiap provinsi tersebut memiliki struktur administratif masing – masing yang terdiri dari gubernur, sekretaris wilayah, perwira militer, dinas perpajakan yang juga menjadi petugas zakat, pejabat keuangan negara, dan dinas kehakiman.

5. Kebijakan pemisahan antara eksekutif dan yudikatif

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, khalifah dan pejabat administratif memiliki rangkap jabatan sebagai hakim juga. Namun, seiring perkembangan kekuasan kaum muslimin, Umar berpikir bahwa kaum muslimin membutuhkan mekanisme administratif yang lebih mendukung sistem pemerintahan yang baik.

Karena itulah Umar memutuskan untuk memisahkan antara eksekutif dan yudikatif. Bersama dengan hal tersebut, Umar melakukan pengangkatan gubernur, ahlul halli wal aqdi, pendirian pengadilan, dan juga mengangkat hakim.

6. Ahlul halli wal aqdi

Ahlul halli wal aqdi merupakan lembaga yang dibuat untuk menetapkan penyelesaian dan kesepakatan atas suatu hal. Anggota lembaga ini berasal dari para ulama dan cendekiawan. Ada dua kriteria penting untuk anggota lembaga ini. Yaitu telah mengabdi di dunia politik, militer, dan misi Islam setidaknya selama 8 – 10 tahun, dan juga memiliki pengetahuan Islam dan Al-Qur’an yang memadai.

7. Kebijakan permusyawaratan terbuka

Di masa kepemimpinannya, Umar juga memulai kebijakan permusyawaratan terbuka. Musyawarah ini dilakukan di masjid ibu kota dan dihadiri oleh anggota majelis atau oleh Umar sendiri. Dalam musyawarah ini, setiap masyarakat boleh menyampaikan keluhan dan menyelesaikan masalah bersama.

Termasuk juga oranng yang kontra dengan pemerintahan, wanita, anak-anak, orang tua, dan non muslim. Seluruh lapisan masyarakat memiliki hak penuh dan pendapatnya akan dicatat dan disampaikan dengan baik.

8. Kebijakan pembangunan pusat perbendaharaan negara

Atas usul Walid bin Hisyam, Umar pun membangun Pusat Perbendaharaan Negara atau baitul maal di Madinah dan kota – kota lainnya. Harta yang tersimpan di baitul maal kemudian digunakan untuk kepentingan umat. Untuk mengelola perputaran uang di baitul maal, Umar pun membuat sistem tadwinud diwan atas usulan salah seorang warga.

9. Kebijakan pembangunan infrastruktur

Pada masa pemerintahannya, Umar juga membangun berbagai infrastruktur. Mulai dari pembangunan kota, saluran air, dan bangunan penunjang pemerintahan seperti bangunan keagamaan, bangunan militer, dan bangunan sipil. Bersama dengan pembangunan tersebut, dibangun juga fasilitas penunjang seperti jalan dan jembatan.

Kota Madinah pun tidak luput dari pembangunan. Pada 17 H, Umar memerintahkan perbaikan jalan di Madinah, pembangunan tempat berteduh antara Makkah dan Madinah, pembersihan dan juga penggalian sumur baru. Dengan begitu, jamaah haji yang datang bisa menjalankan ibadah haji dengan baik.

 Adapun kebijakan-kebijakan islam kepemimpinan Umar bin Khattab yang bermanfaat hingga kini, diantara lain:

1. Libur pada Hari Jumat

Pada masa Umar bin Khattab, hari Jumat ditetapkan sebagai hari libur nasional dengan pertimbangan sebagai waktu menyiapkan diri mengikuti Sholat Jumat. Usulan ini kemudian menjadi sistem yang terus diikuti hingga saat ini, khususnya bagi lembaga pendidikan Islam di tingkat pesantren.

2. Kalender Islam

Mulai dikembangkannya penanggalan hijriyah. Dalam bidang astronomi, umat Islam mulai mengembangkan ilmu falak atau ilmu astronomi Islam serta penanggalan hijriyah. Hal ini memiliki peran besar terhadap pelaksanan kegiatan ibadah umat islam, yaitu dalam hal penetapan tahun Hijriyah. Penetapan tanggal hijriyah berdasarkan tradisi Islam dilaksanakan dengan mengikuti kalender peredaran bulan.

Selanjutnya ada pula kebijakan-kebijakan lain, yaitu sebagai berikut:

3. Sholat Tarawih Berjamaah

Semenjak meninggalnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat terus menjalankan shalat tarawih dengan berpencar-pencar atau bermakmum kepada imam yang berbeda-beda. Akhirnya Umar bin Al-Khattab menyatukan mereka untuk bermakmum kepada satu imam. Abdurrahman bin Abdul Qariy berkata:

Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat menjalankan sholat tarawih dengan terpencar atau dengan imam yang berbeda-beda. Kemudian Khalifah Umar bin Khattab menyatukan mereka untuk bermakmum pada satu imam.Abdurrahman bin Abdul Qariy berkata: “Suatu malam di bulan Ramadhan, aku keluar bersama Umar bin Khattab menuju masjid. Ternyata kami dapati manusia berpencar-pencar di sana sini. Ada yang shalat sendirian, ada juga yang shalat mengimami beberapa gelintir orang. Beliau berkomentar: “(Demi Allah), seandainya aku kumpulkan orang-orang itu untuk sholat bermakmum kepada satu imam, tentu lebih baik lagi”. Kemudian beliau melaksanakan tekadnya, beliau mengumpulkan mereka untuk shalat bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu’anhu. Abdurrahman melanjutkan: “Pada malam yang lain, aku kembali keluar bersama beliau, ternyata orang-orang sudah sedang shalat bermakmum kepada salah seorang qari mereka”. Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Uwattha (I:136-137), demikian juga Al-Bukhari (IV:203), Al-Firyabu (II:73, 74:1-2), Dan juga Ibnu Abi Syaibah (II:91:1).

4. Pendidikan dan Lembaga Kajian Al Quran

Khalifah Umar bin Khattab menaruh kepedulian yang besar terhadap bidang pendidikan. Oleh karena itu pada masa kepemimpinannya pendidikan pun berkembang. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, Khalifah Umar bin Khattab meresmikan Madinah sebagai kota negara Islam dan sebagai pusat pembentuk hukum-hukum Islam. Pada masa kepemimpinannya sebagai khalifah, salah satu agenda Umar bin Khattab adalah menjadikan Madinah sebagai pusat kajian Al-Quran dan fikih.

5. Menerangi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan Lampu.

Umar bin Khattab merencanakan menerangi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bahkan berlanjut hingga setelahnya. Ali bin Abi Thalib berkata, “Semoga Allah menerangi Umar di kuburnya, sebagaimana ia menerangi kita di masjid ini.”

Penulis: Raisya Audyra

Esensi Korupsi pada Zaman Rasulullah

Korupsi merupakan satu persoalan bangsa yang hingga kini tetap menjadi prioritas utama untuk memberantasnya. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Namun upaya dari semua itu tetap belum menunjukkan hasil yang signifikan. Bahkan boleh dibilang korupsi terus saja mengganas. Sampai-sampai timbul rasa pesimis bahwa pemberantasan korupsi merupakan sesuatu yang mustahil. Ungkapan-ungkapan seperti bahwa korupsi di negara ini tak ubahnya virus yang terus berkembang serta menjalar tanpa bisa lagi terdeteksi, kondisi korupsi saat ini sudah memasuki keadaan tidak berpengharapan , atau negara dalam keadaan darurat korupsi adalah cermin dari rasa pesimisme itu. 

Esensi korupsi adalah pencurian melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan. Demikian definisi yang diberikan Syed Hussein Alatas dalam bukunya, Korupsi: Sifat, Sebab dan Fungsi. Dengan tegas, ajaran Islam melarang perbuatan tersebut.

Ada banyak firman Allah SWT yang menegaskan terlarangnya korupsi. Misalnya, Alquran surah al-Baqarah ayat 188.
وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Dalam khazanah Islam, istilah lain untuk korupsi adalah risywah. Bahasa Indonesia menyerapnya menjadi kata rasuah. Itu maknanya disepadankan dengan, antara lain, tindakan suap-menyuap dengan niat mencuri hak orang lain, individual maupun kolektif.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah melaknat orang yang memberi suap, menerima suap, sekaligus perantara suap yang menjadi penghubung antara keduanya.”

Penegakan hukum atas para koruptor sudah tampak jelas bahkan sejak zaman Nabi SAW. Dikisahkan, tatkala beliau masih hidup, pernah ada kasus. Itu bermula ketika Rasulullah SAW mengangkat seorang laki-laki untuk menjadi amil zakat bagi kabilah Bani Sulaim. Namanya pria itu adalah Abdullah bin al-Latbiyah.

Setelah melaksanakan tugasnya, maka pria itu menghadap Nabi SAW. Dia berkata, “Ini harta zakat untukmu (wahai Rasulullah SAW—untuk baitul maal) dan yang ini adalah hadiah (untukku).”

Rasulullah SAW pun menanggapinya, “Jika engkau benar (dalam menunaikan tugas), maka apakah engkau (mau) duduk di rumah ayah atau ibumu, maka hadiah itu datang kepadamu?”

Usai kejadian ini, beliau SAW berpidato di hadapan orang-orang. “Demi Allah,” seru beliau, “begitu seorang mengambil sesuatu dari hadiah itu tanpa hak, maka nanti pada Hari Kiamat, ia akan menemui Allah dengan membawa hadiah (yang diambilnya itu). Lalu, saya akan mengenalinya, dia memikul di atas pundaknya (bagaikan) unta melekik atau sapi melenguh atau kambing mengembek.”

Hadis cukup panjang yang disahihkan Imam Bukhari itu jelas mewanti-wanti kaum Muslimin agar berhati-hati dalam menjalankan amanat publik, apalagi yang berkaitan dengan ibadah syariat. 

“Barangsiapa yang telah aku angkat sebagai pekerja dalam satu jabatan kemudian aku beri gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gajinya adalah ghulul (korupsi),” demikian hadis lainnya dari Nabi SAW, sebagaimana diriwayatkan Abu Dawud.

Betapa tegasnya Rasulullah SAW dalam persoalan harta halal dan haram. Hadis lainnya yang diriwayatkan Imam Bukhari mencerminkan hal itu.

Dikisahkan bahwa suatu hari setelah Penaklukan Khaibar, Abu Hurairah keluar bersama Nabi SAW. Keduanya tidak mendapatkan rampasan perang emas dan perak, melainkan benda tak bergerak, pakaian, sejumlah barang, dan seorang budak bernama Mid’am—yang dihadiahkan kepada Rasulullah SAW oleh Rafi’ah bin Zaid asal Bani ad-Dubaib.

Nabi SAW dan Abu Hurairah kemudian melanjutkan perjalanan ke Wadi al-Qura. Sesampainya di sana, Mid’am yang mengikuti mereka kemudian menurunkan barang-barang. Tiba-tiba, sebuah panah yang entah dari mana asalnya mengenai tubuh Mid’am, sehingga budak itu meninggal dunia.

“Maka orang-orang (yang melihat Mid’am) mengatakan, ‘Semoga dia masuk surga. Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak! Demi Tuhan yang diriku di tangan-Nya, sesungguhnya mantel yang diambilnya pada waktu Penaklukan Khaibar dari rampasan perang yang belum dibagi, akan menyulut api neraka yang akan membakarnya.’

Begitu orang-orang mendengar pernyataan Rasulullah SAW itu, ada seorang laki-laki menghampiri Nabi SAW dengan membawa beberapa utas tali. Al-Musthafa lalu bersabda, ‘Seutas tali sepatu sekalipun akan menjadi api neraka; dua utas tali sepatu akan menjadi api neraka (seandainya tidak dikembalikan kepada yang berhak)’”

Hadiah, mantel, atau tali sepatu barangkali dapat digolongkan sebagai hadiah kecil. Nilainya dapat dipastikan tidak sampai puluhan dirham atau jutaan rupiah. Bagaimanapun, Nabi Muhammad SAW tidak membeda-bedakan besar kecilnya harta haram. Siapapun yang dengan sengaja masih menyimpannya akan diancam dengan siksaan keras.

Contoh lainnya tentang betapa berat dosa korupsi, Rasulullah SAW juga mengenakan sanksi moral, yakni enggan menshalatkan jasad pelakunya. Beliau hanya menyuruh sahabat-sahabatnya agar melakukan hal tersebut.

Demikianlah, praktik korupsi sudah ada sejak lama dan menjadi perbuatan yang sangat dibenci dan dikecam, termasuk oleh Rasulullah. Nabi bersikap sangat tegas kepada para “pejabat” bawahannya agar dalam bertugas selalu adil, jujur, dan amanah. Tidak boleh “aji mumpung”, mumpung sedang menjabat, mumpung sedang memiliki kewenangan, mumpung sedang diberi kepercayaan, lalu mengorupsi harta milik publik. Korupsi bisa berakar dari ketidakjujuran dan rendahnya sikap empati terhadap orang lain. Karena itu, sekecil apap pun dua sifat tercela ini mesti kita musnahkan dari diri.

Sebagian disarikan dari NU Online.

Penulis: Raisya Audyra


SEJARAH AWAL BERDIRINYA MASJIDIL AQSA

Terkait awal didirikannya, sejarah Masjid Al-Aqsa terdapat beberapa pendapat. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sejarah Masjid Al-Aqsa ini dibangun oleh khalifah kedua yakni Umar bin Khattab setelah beliau sampai di Yerussalem (Palestina). Sementara itu, beberapa ulama meyakini bahwa Masjidil Aqsa dibangun pertama kali oleh malaikat atas izin Allah SWT. Ini merupakan pendapat Ibnu Katsir, At-Thabari dan Al Qurtubi.

Sebagian ulama lain memiliki pendapat yang berbeda dari pendapat-pendapat di atas terkait sejarah Masjid Al-Aqsa. Mereka meyakini bahwa yang pertama kali membangun Masjid Al-Aqsa adalah Nabi Adam AS dan diteruskan oleh Nabi Ibrahim AS. Pasca Nabi Ibrahim, pembangunan Masjid Al-Aqsa ini diteruskan oleh Nabi Sulaiman AS yang membangun masjid ini menjadi bangunan yang besar, kuat, dan indah.

Sejarah Masjid Al Aqsa tentunya sangat berkaitan dengan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Bukan hanya sekadar masjid, sejarah Masjid Al-Aqsa adalah tempat di mana Nabi Muhammad SAW bermalam sebelum berangkat ke langit ke tujuh dalam perjalanan Isra’ Mi’raj. Jadi, sejarah Masjid Al-Aqsa sering kali dikaitkan dengan peringatan Isra’ Mi’raj. Peristiwa Isra’ Mi’raj sangat penting bagi umat Islam, karena perintah salat lima kali dalam sehari berawal dari peristiwa ini.

Masjid Al-Aqsa menjadi tempat suci umat Islam yang namanya terekam dalam Al-Qur’an dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Hal ini tercantum dalam surat Al-Isra ayat 1, yang artinya:

“Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (Al-Isra : 1)

FAKTA SEJARAH MASJIDIL AQSA

Masjid Al Aqsa menyimpan sejarah dunia yang mengejutkan. Sebelum berdiri semegah sekarang ini, masjid ini pernah dijadikan tempat pembuangan. Hal ini terjadi saat Kerajaan Romawi menguasai wilayah Yerusalem.

Pada masa para Yahudi tidak boleh memasuki kota, orang-orang Roma menjadikan area masjid ini sebagai tempat pembuangan sampah. Untungnya, Umar bin Khatab, sahabat Rasulullah SAW, berhasil menduduki Yerusalem di mana beliau membersihkan sampah-sampah itu dan mengundang 70 keluarga untuk kembali ke kota.

Masjid Al-Aqsa terletak di kota Yerusalem yang merupakan kota penting bagi berbagai agama, di antaranya Islam, Kristen, dan Yahudi. Berada di Tanah Suci Yerusalem, Masjid Al-Aqsa sempat diperebutkan oleh ketiga umat tersebut. Beberapa kali masjid ini hancur akibat peperangan. Selain itu, Masjid Al-Aqsa juga pernah hancur karena gempa bumi pada abad ke-7 yang menyebabkan kerusakan parah.

Banyak orang yang salah kaprah tentang Masjid Al-Aqsa. Tempat ini sering dikelirukan dengan Jami’ Al-Aqsha atau Masjid Al-Qibli. Jami’ Al-Aqsha adalah masjid berkubah biru yang menjadi bagian dari kompleks Masjidil Aqsa sebelah selatan, sedangkan Masjidil Aqsa sendiri adalah nama dari kompleks tersebut, yang di dalamnya tidak hanya terdiri dari Jami’ Al-Aqsha (bangunan berkubah biru) itu sendiri, tetapi juga Kubah Shakhrah (bangunan berkubah emas) dan berbagai situs lainnya. Masjid ini adalah sebuah kompleks yang di dalamnya terdapat empat bangunan. Empat bangunan itu adalah Kubah Batu (Dome of Rock), Masjid Al-Qibli, dan Masjid Buraq, dan Masjid Marwani.

Fatwa MUI Hukum Dukungan Perjuangan Rakyat Palestina

BAGIAN – BAGIAN MASJIDIL AQSA

Salju menutupi the Dome of the Rock atau Kubah Batu di kompleks Masjid Al Aqsa pada pagi bersalju di Kota Tua Yerusalem (18/2/2021). Dalam semalam, salju setinggi enam inci turun di kota tua Yerusalem.

Luas keseluruhan kompleks Masjidilaqsa adalah sekitar 144.000 meter persegi dan dapat menampung 400.000 jemaah. Beberapa bangunan yang terdapat dalam Masjidilaqsa adalah:

1. Masjid Al-Qibli atau Jami’ Al-Aqsha

Masjid Al-Qibli atau Jami’ Al-Aqsha adalah tempat salat yang berada di Masjidil Aqsa bagian selatan. Ciri khas dari bangunan ini adalah kubah biru keabu-abuannya. Luas bangunan ini sekitar 35.000 meter persegi dan dapat menampung sekitar 5.000 jemaah.

2. Kubah Shakhrah

Kubah Shakhrah atau Kubah Batu adalah bangunan berbentuk persegi delapan berkubah emas yang berdiri di Masjidilaqsa bagian tengah. Bangunan ini diperkirakan dibangun pada masa Khalifah Bani Umayah Abdul Malik dan putranya, Al-Walid I. 

Bangunan ini menaungi sebuah batu (shakhrah) yang dalam kepercayaan umat Yahudi disebut Even ha-Shtiyya atau Batu Fondasi dan menjadi tempat paling suci dalam kepercayaan Yahudi. Umat Yahudi di seluruh dunia berdoa menghadap ke arah batu ini. Sementara itu, menurut pendapat beberapa ulama, batu ini juga yang merupakan titik Nabi Muhammad berpijak menuju ke langit saat peristiwa Isra’ Mi’raj.

3. Musala Al-Marwani

Musala Al-Marwani adalah ruang bawah tanah seluas 500 meter persegi yang digunakan sebagai tempat salat. Letaknya berada di Masjidilaqsa bagian tenggara. Tempat ini mulai digunakan sebagai tempat salat pada Desember 1996 dengan menambahkan penerangan dan ubin. Musala Al-Marwani menjadi tempat salat terluas di Masjidilaqsa, bahkan melebihi Jami’ Al-Aqsha sendiri, dengan daya tampung mencapai 10.000 jemaah.

4. Kubah Kenaikan (Mikraj)

Kubah Mikraj adalah kubah mandiri yang berdiri di sebelah utara Kubah Shakhrah. Bangunan ini didirikan oleh Tentara Salib sebagai bagian dari Templum Domini, sangat mungkin digunakan untuk tempat pembaptisan.

5. Kubah Silsilah

Kubah Silsilah atau Kubah Rantai adalah kubah mandiri yang berdiri di sebelah timur Kubah Shakhrah. Kubah ini didirikan pada tahun 691 oleh Khalifah Umayah, Abdul Malik.

6. Kubah Nabi

Kubah Nabi atau Kubah Jibril adalah kubah mandiri yang berada di Masjidil Aqsa sebelah utara dan lebih digunakan sebagai monumen simbolis daripada bangunan keagamaan. Sebagian menyatakan bahwa Kubah Nabi adalah tempat Nabi Muhammad berdiri mengimami para Nabi dalam salat jama’ah pada peristiwa Isra Mi’raj.

7. Al-Mawazin

Al-Mawazin adalah delapan gerbang yang berdiri mandiri yang berdiri mengelilingi Kubah Batu. Setiap gerbang terdiri dari dua sampai empat lengkungan.

8. Museum Islam

Museum Islam ini berdiri di dekat Jami’ Al-Aqsha. Tempat ini menjadi ruang pertemuan untuk Madrasah Fakhruddin Muhammad, madrasah yang didirikan pada masa Al-Mansur Qalawun, Sultan Mamluk Mesir, pada 1282 M. Tempat ini kemudian dijadikan museum pada 1923.

9. Air Mancur Qayt Bay

Air mancur Qayt Bay adalah air mancur umum yang terletak di Masjidilaqsa bagian barat, lima puluh meter sebelah barat Kubah Shakhrah. Air mancur ini dibangun pada tahun 1455 atas perintah Al-Ashraf Saifuddin Enal, Sultan Mesir, dan dibangun ulang oleh penerusnya, Sultan Qayt Bay.

10. Air Mancur Qasim Pasya

Air mancur Qasim Pasya, juga dikenal dengan Air Mancur Jeruk Pahit, adalah air mancur tempat wudlu dan minum yang terletak di pelataran barat Masjidilaqsa di Kota Lama Yerusalem. Bangunan ini terletak di depan Gerbang Silsilah.

11. Menara Masjid

Masjid ini memiliki empat menara di sisi selatan, utara, dan barat. Menara pertama, dikenal sebagai Al-Fakhariyyah, dibangun pada tahun 1278 di bagian barat daya masjid. Menara kedua, yang dikenal dengan nama Al-Ghawanimah, dibangun di sisi barat laut kompleks Al-Aqsa pada tahun 1297–1298. Menara ketiga dikenal sebagai Bab As-Silsilah. Menara ini terletak di sisi barat Jami’ Al-Aqsha. Menara ini, yang mungkin dibangun untuk menggantikan menara Umayah sebelumnya, dibangun berbentuk persegi menurut gaya tradisional Suriah dan seluruhnya terbuat dari batu.

12. Tembok Ratapan

Tembok Ratapan adalah tembok bagian barat Masjidil Aqsa yang asalnya dibangun setelah perluasan Bait Suci kedua. Tembok ini dipandang suci karena ini adalah bagian yang tersisa dari tembok kuno yang merupakan bagian dari Bait Suci kedua. Tempat ini menjadi tempat berdoa bagi umat Yahudi. Tembok ini juga disebut Tembok Burak karena diyakini tempat inilah burak ditambatkan pada peristiwa Isra’ Mi’raj.

Kisah Isra Miraj

Pada sebuah malam 27 Rajab beliau diangkat oleh Allah SWT untuk Isra’ Mi’raj hingga Sidratul Muntaha, langit ketujuh, untuk berjumpa langsung dengan Sang Pencipta.

Isra adalah perjalanan malam hari dari Mekah, Masjidil Haram, menuju Baitul Baqdis atau Masjidil Aqsa di Palestina. Perjalanan ini menurut mayoritas ulama adalah perjalanan fisik dan batin.

Sedangkan Miraj adalah perjalanan Nabi Muhammad diangkat ke langit hingga Sidratul Muntaha.

Dikisahkan, Rasulullah diangkat oleh Allah SWT ke langit ketujuh dan jumpa nabi-nabi sebelum beliau. Mulai dari Nabi Musa hingga Nabi Ibrahim.

Isra’ Mi’raj adalah peristiwa yang disebut mukjizat, ketika Nabi Muhammad mengalami perjalanan begitu jauh dan hanya satu malam.

Ketika berjumpa dengan Allah SWT ketika Isra’ Mi’raj tersebut, mendapatkan perintah salat sebanyak 50 kali dalam sehari. Beliau pun menerimanya.

Saat turun dari langit ketujuh, beliau berjumpa Nabi Musa dan meminta Nabi Muhammad untuk meminta keringanan salat kepada Allah

Alasan Nabi Musa, umat Nabi Muhammad akan kesulitan menjalankannya.

Lantas, Nabi Muhammad pun minta diantar kembali menuju Allah SWT. Malaikat Jibril pun mengantar beliau kembali dan Nabi Muhammad mengutarakan keinginannya.

Lalu Allah SWT memberikan keringanan lagi kepada umat Nabi Muhammad. Keringanan itu berupa, salat tidak lagi 50 waktu dalam sehari, melainkan berkurang menjadi 10 waktu salat dalam sehari.

Adapun 10 waktu pun dirasa masih akan sulit. Lantas beliau meminta keringanan lagi hingga sampai 5 waktu sampai yang dikenal sekarang.

Itulah awal mula sejarah Salat yang kita kenal dan jalani sampai sekarang. Salat 5 waktu berasal dari kisah Isra’ Mi’raj ini. 

Usai perjalanan Mi’raj ke langit tersebut, lantas Nabi Muhammad pun kembali ke Mekah dan menceritakan kisah Isra’ Mi’raj yang dialaminya.

Namun, tentu saja, peristiwa ini sulit diterima oleh kebanyakan orang. Padahal Nabi Muhammad sudah memberi banyak bukti bahwa ia mengalami peristiwa tersebut.

Menurut para ulama, ini sekaligus upaya menguji keimanan dari muslim yang saat itu memang masih sedikit. 

Salah satu bukti faktual yang dibawa Nabi untuk buktikan Isra’ Mi’raj adalah, ketika ia melihat gerombolan musafir yang melakukan perjalanan dan sebentar lagi akan tiba di Mekah. Hal Itu pun terbukti, tapi sebagian orang tidak percaya. 

Sejarah mencatat, Abu Bakar adalah orang pertama menerima Isra Mi’raj tersebut.  Gelar Ash-Shidiq pun disematkan kepada beliau yang bermakna ‘orang yang teguh hatinya dan jujur.

Penulis: Nida Millatissaniyah

Luqman Hakim Beserta  Nasihat Nasihat nya    

  • Siapakah Luqman Hakim ?

 Luqman Al Hakim adalah sosok yang namanya tercatat dalam Al Quran, tepatnya pada surat Luqman. Surat Luqman merupakan surat ke-31 dalam urutan mushaf Al Quran yang terdiri dari 34 ayat dan termasuk dalam golongan surat Makkiyah.
Nama surat tersebut diambil dari kisah Luqman Al Hakim perihal pendidikan yang diberikan kepada anaknya,

Menurut beberapa riwayat, Luqman Al Hakim bukanlah seorang nabi atau keturunan raja. Akan tetapi, namanya telah disebut sebanyak dua kali dalam Al-Qur’an, yaitu termaktub dalam surat Luqman ayat 12-13, Allah SWT berfirman:

وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمَٰنَ ٱلْحِكْمَةَ أَنِ ٱشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ
Artinya:
(12) Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu ‘Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”


وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

(13) “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.'” (QS Luqman: 12-13).

Kisah Luqman Al Hakim yang diabadikan oleh Allah SWT dalam Al Quran tentu memiliki maksud dan tujuan di baliknya. Lantas, siapakah sosok Luqman Al Hakim sebenarnya?

Sosok Luqman Al Hakim yang Tercatat dalam Al Quran
Mengenai sosok Luqman Al Hakim, para ulama berselisih pendapat dalam menafsirkannya. Dilansir dari buku Dipuji dan Dihina Allah karya Ahmad Sobiriyanto, para ulama ada yang mengatakan bahwa Luqman termasuk nabi, ulama, dan orang biasa.

Berdasarkan pendapat mayoritas ulama, Luqman Al Hakim bukanlah seorang nabi ataupun rasul, melainkan hanyalah seorang hamba yang shalih dan ahli hikmah, sebab di Al Quran disebutkan bahwa Allah SWT memberikan hikmah kepadanya. Hal ini pula yang membuatnya dikenal dengan nama Luqman al-Hakim, yaitu berarti Luqman si ahli hikmah.

Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir berpendapat bahwa Luqman memiliki nama panjang, yakni Luqman bin ‘Anqa’ bin Sadun. Ia juga memiliki seorang anak bernama Taran. Sementara itu, Syauqi Abu Khalil menyebutkan bahwa Luqman ialah putra saudara perempuan Nabi Ayyub AS.

Dalam kitab Mausu’ah al-Qarn al-‘Isyrin, diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, bahwa Luqman Al Hakim hanya seorang hamba sahaya dari Habsyi yang dibebaskan oleh majikannya. Kemudian ia bekerja sebagai tukang kayu.

Meskipun dalam tafsir diterangkan berbeda-beda, Luqman Al Hakim tentu termasuk golongan orang yang terpuji, sebab namanya dijadikan sebagai nama surat dalam Al-Qur’an. Allah SWT bahkan memujinya sebab nasihat-nasihat yang ia berikan kepada anaknya.

Adil Musthafa Abdul Halim dalam buku Kisah Bapak dan Anak dalam Al Quran menerangkan nasihat Luqman kepada anaknya yang termaktub dalam Al-Qur’an mengandung beberapa dasar syariat bagi umat Islam.

Syariat tersebut di antaranya terdiri dari permasalahan akidah, dorongan untuk berbuat baik, etika berinteraksi kepada kedua orang tua, dan etika berinteraksi dengan diri sendiri. Wasiat yang diberikan Luqman merupakan pesan yang sangat berharga dan bijaksana.

Nasihat Luqman Al Hakim kepada Anaknya yang Termaktub dalam Al Quran
Dalam sumber sebelumnya, turut diterangkan bahwa nasihat Luqman kepada anaknya yang termaktub dalam Al Quran surat Luqman dapat menjadi teladan bagi para orang tua ketika mendidik anaknya. Berikut ini di antara nasihat-nasihatnya:

1. Nasihat Menjauhi Syirik
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (QS Luqman: 13).

2. Nasihat untuk Berbakti kepada Orang Tua
وَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (QS Luqman: 14).

3. Balasan Allah SWT atas Perbuatan Baik dan Buruk
يَٰبُنَىَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِى صَخْرَةٍ أَوْ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ أَوْ فِى ٱلْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

Artinya: (Luqman berkata), “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS Luqman: 16).

4. Perintah Mendirikan Sholat, Mengerjakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan Anjuran Bersabar
يَٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ

Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS Luqman: 17).

5. Nasihat Menjauhi Kesombongan
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman: 18).

6. Nasihat agar Bersikap Tawadhu’
وَٱقْصِدْ فِى مَشْيِكَ وَٱغْضُضْ مِن صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلْأَصْوَٰتِ لَصَوْتُ ٱلْحَمِيرِ

Artinya: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS Luqman: 19).

Dengan demikian, Luqman Al Hakim yang namanya tercatat dalam Al Quran telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai sosok ahli hikmah yang dapat memberikan teladan bagi para orang tua dalam mendidik anaknya


Kisah Kisah Hikmah Luqman Hakim pada Anaknya:

  • Takdirmu adalah yang Terbaik

    Luqman adalah seorang bijak yang namanya diabadikan dalam sebuah surat Al-Qur’an. Di antara nasihat terkenal yang disampaikan Luqman kepada anaknya adalah agar selalu bersyukur kepada Allah. Menurut Luqman, tidak ada takdir buruk karena semuanya sudah diperhitungkan dengan matang oleh Allah. Dikisahkan dari Said bin Musayyab, Luqman menasihati anaknya agar meyakini bahwa apa yang telah diberikan oleh Allah, baik yang disukai maupun tidak, sesungguhnya itu adalah yang terbaik
    hai ayah, saya belum bisa melakukannya sebelum saya membuktikannya sendiri,” jawab anaknya Luqman, sebagaimana ditulis oleh Imam Ibnul Jauzy dalam Kitab ‘Uyunul Hikayat, Mendengar hal itu, Luqman mengajak anaknya untuk menemui seorang nabi di zamannya agar bisa mendapatkan penjelasan yang lebih rinci sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang utuh. “Mari ayah, kita temui nabi tersebut,” jawab anaknya.Setelah bersepakat, keduanya mulai menyiapkan diri untuk menemui sang nabi. Berbagai hal disiapkan mengingat perjalanan yang akan ditempuh cukup berat dan jauh, termasuk 2 ekor keledai yang akan menjadi tunggangan Luqman dan anaknya. Setelah berhari-hari menempuh perjalanan, keduanya sampai di sebuah gurun yang sangat tandus. Bekal makanan dan minuman pun semakin menipis, energi Luqman dan anaknya mulai menurun.  Bukan hanya itu, 2 keledai yang ditunggangi pun semakin lambat jalannya. Keduanya kemudian memutuskan untuk turun dari keledai dan melanjutkan perjalanan sambil jalan kaki. Dalam kondisi itu, Luqman melihat jauh di depannya ada sebuah penampakan berwarna hitam dan asap yang menggumpal. “Bayangan hitam berarti pohon, asap berarti pemukiman penduduk,” ucap Luqman dalam hatinya. Keduanya terus melangkah agar bisa segera sampai pemukiman. Saat berjalan, anaknya Luqman menginjak tulang hingga terjatuh dan pingsan. Luqman sendiri masih fokus melangkah dan mengira semuanya baik-baik saja.

    Saat menoleh ke belakang, Luqman baru menyadari bahwa anaknya terjatuh dan pingsan. Ia pun bergegas menghampiri anaknya. Sambil menangis, Luqman mencabut tulang itu dengan giginya kemudian menyobek surbannya untuk membungkus kaki anaknya yang terluka. Saat menatap wajah anaknya, air mata Luqman menetes ke pipi anaknya hingga membuat anak kesayangannya itu siuman. “Ayah mengapa menangis, bukannya apa yang menimpa saya ini adalah yang terbaik?” ucap anaknya sambil mengeluh kepada Luqman, mengingat semua bekal sudah habis dan keduanya masih di tengah gurun pasir. “Anakku, aku menangis karena perasaan sedih seorang ayah kepada anaknya. Mengenai pertanyaanmu, bagaimana bisa kejadian ini lebih baik bagimu, mungkin di depan nanti kita akan mendapatkan jawabannya. Bisa jadi musibah ini lebih ringan daripada musibah yang ada di depan sana, sehingga Allah menghentikan kita di sini dengan musibah ini,” jawab Luqman menenangkan anaknya. Usai menenangkan anaknya, Luqman menoleh ke depan. Ternyata bayangan hitam dan asap yang sebelumnya terlihat sudah tidak tampak lagi. “Sudahlah. Mungkin Allah sudah menyiapkan rencana lain,” kata Luqman dalam hatinya. Tidak lama kemudian dari jauh muncul sosok berpakaian putih yang menunggangi kuda. Luqman terus memperhatikan sosok yang terus mendekatinya itu. Anehnya, saat sudah dekat sosok itu seperti menghilang namun suaranya tetap terdengar. “Apakah kamu Luqman?” Tanya sosok yang tidak terlihat itu. “Iya benar, saya Luqman. Wahai Hamba Allah, siapa engkau sebenarnya? Saya bisa mendengar suaramu tapi tidak melihat wujudmu,” “Aku Jibril, hanya malaikat Muqarrabun dan Nabi saja yang bisa melihatku,” jawab sosok itu. “Jika kamu Jibril, tentu kamu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,” Jibril kemudian menjelaskan bahwa ia ditugaskan oleh Allah untuk menghancurkan kota yang ada di depan sana berikut penduduknya. Pada saat yang hampir bersamaan, Jibril mengetahui bahwa Luqman dan anaknya sedang berjalan menuju kota tersebut. Jibril kemudian memohon kepada Allah agar Luqman dan anaknya ditahan supaya tidak sampai kota dan tidak ikut luluh lantak bersama penduduk setempat. Jibril kemudian mengusap kaki anaknya Luqman yang terluka, tidak lama kemudian kakinya itu sembuh seperti sedia kala. Tempat makanan dan minuman yang dibawa Luqman juga menjadi penuh setelah diusap oleh Jibril. Tidak lama kemudian Jibril mengangkat keduanya dan mengembalikan ke kota asalnya. Dari kisah ini dapat kita petik pelajaran bahwa sebenarnya tidak ada takdir yang buruk karena semuanya pasti ada hikmah tersembunyi. Bisa jadi hikmah itu baru disadari esok, lusa, atau bahkan beberapa waktu kemudian. Wallahu a’lam
  • Kisah keledai

      Salah satu kisah hikmah dari Luqman lainya adalah kisahnya saat   menunggangi keledai dengan sang anak yang memberikan pelajaran penting bagaimana hidup sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial disaat yang bersamaan.

Suatu ketika Luqman Al-Hakim berkata, “Wahai putraku! Berusahalah melakukan hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi agama dan duniamu. Terus berusahalah hingga kau mencapai puncak kebaikan. 

Jangan pedulikan apapun kata orang! Karena memang tidak akan pernah ada jalan untuk memuaskan dan melegakan semua orang. Tidak akan ada juga cara untuk mengidentifikasi hati dan pikiran mereka. Itulah fakta hidup di tengah orang banyak dengan berbagai kepentingannya masing-masing”

“Mari kita buktikan!” Kata Luqman sambil menarik tali kekang menariknya.

Awalnya, Luqman naik tarik, sedangkan anaknya disuruh berjalan sambil memegang tali tarik. Benar saja, tidak lama kemudian orang-orang yang mereka temui berkomentar 

“Anak kecil itu menuntun menarik, sedangkan orang tuanya duduk nyaman di atas menarik. Sungguh bodoh dan egois orang tua itu, masa anak kecil dibiarkan berjalan kaki sementara dia menunggangi kuda!”

Mendengar komentar orang-orang di sepanjang jalan tersebut, Luqman-pun berkata kepada anaknya, 

“Puteraku, coba kau dengar, apa yang mereka katakan tentang kita!” Setelah berkata begitu, Luqman meminta anaknya untuk bergantian posisi. Sekarang Luqman yang menuntun keledai, sedangkan sang anak naik di punggung keledai. Ditengah perjalanan, mereka kembali menjadi omongan orang.

“Sungguh buruk perangai dan akhlak anak itu, masak orangtua dibiarkannya berjalan menuntun keledai, sementara dia duduk manis di punggung keledai.” Mendengar komentar orang-orang dijalan,  Luqman-pun kembali berpesan  kepada anaknya, “Anakku, dengarlah sekali lagi, apa saja yang mereka katakan.”

Setelah melewati orang-orang tadi, sekarang Luqman meminta anaknya untuk ikut naik ke punggung tarik. Jadi, sekarang keduanya sama-sama duduk di atas punggug tarik yang terlihat kecil dan kurus tersebut. 

Di tengah perjalanan, mereka kembali menjadi omongan orang-orang yang mereka temui di sepanjang perjalanan. 

“Betapa dungu dan egois bapak dan anak itu! kasihan sekali menarik tunggangan mereka yang kecil dan kurus begitu dinaiki berdua”

Mendengar komentar orang-orang di jalan, kembali Luqman meminita anaknya untuk mendengar dengan baik komentar orang-orang tersebut”Dengar dan perhatikan baik-baik, apa yang mereka katakan, anakku!” Kata Luqman lembut kepada anaknya. Setelah berkata begitu, lantas Luqman mengajak anaknya turun dari punggung tarik, sekarang mereka berdua sama-sama berjalan menuntun penarikannya. Di tengah perjalanan, mereka kembali bertemu dengan orang-orang yang masing-masing memiliki ekspresi berbeda demi melihat perilaku Luqman dan anaknya. 

Atau paling tidak si anakkah yang dinaikkan, biar bapaknya yang menuntun tariknya.” 

“Anakku, kau dengar sendiri bukan, semua kata-kata mereka kepada apa yang kita lakukan dari awal!? Di mata mereka, tidak ada tindakan kita yang benar. Semua salah!” Kata Luqman kepada anaknya

Editor : Alima sri sutami mukti

Biografi Syekh Zarnuji, pengarang Ta’lim Muta’alim

Di kalangan pesantren, khususnya pesantren tradisional, nama al-Zarnuji tidak asing lagi ditelinga para santri. Al-Zarnuji dikenal sebagai tokoh pendidikan Islam. Kitabnya yang berjudul Ta’lim al-Muta’allim merupakan kitab sangat popular yang wajib dipelajari di pesantren-pesantren. Bahkan para santri wajib mengkaji dan mempelajari kitab ini sebelum membaca kitab-kitab lainnya.

Tapi siapa sebenarnya al-Zarnuji itu?

Nama lengkap al-Zarnuji adalah Burhan al-Din Ibrahim al-Zarnuji al-Hanafi. Nama lain yang disematkan kepadanya adalah Burhan al-Islam dan Burhan al-Din. Namun, hingga kini belum diketahui secara pasti waktu dan tempat lahirnya al-Zarnuji. Nama “al-Zarnuji” sendiri dinisbatkan pada suatu tempat bernama Zurnuj, sebuah tempat yang berada di wilayah Turki. Sementara kata “al-Hanafi” diyakini dinisbatkan kepada nama mazhab yang dianutnya, yakni mazhab Hanafi.

Mengenai riwayat pendidikannya dapat diketahui dari keterangan yang dikemukakan para peneliti. Bahwa Az-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan samarkand, dua kota yang menjadi pusat keilmuan dan pengajaran. Masjid-masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan Ta’lim, yang diasuh antara lain oleh Burhanuddin Al-Marginani, Syamsuddin Abd Al-Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abd dan Al-Sattar Al-Amidi.  Syeikh Burhanuddin Az-Zarnuji belajar kepada para ulama’ besar waktu itu. Antara lain, seperti disebut dalam kitab Ta’limul Muta’allim sendiri, adalah:

  • Burhanuddin Ali bin Abu Bakar bin Abdul Jalil Al Farghani Al Marghinani Al Rustami, ulama besar bermadzhab Hanafi yang mengarang kitab Al Hidayah, suatu kitab fiqih rujukan utama dalam madzhabnya. Beliau wafat tahun 593H/1197M.
  • Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar. Populer dengan gelar Khowahir Zadeh atau Imam Zadeh. Beliau ulama besar ahli Fiqih bermadzhab Hanafi, pujangga sekaligus penyair. Pernah menjadi mufti d Bukhara dan sangat masyhur dengan fatwa-fatwanya. Wafat tahun 573 H/ 1177 M.
  • Syeikh Hammad bin Ibrahim. Seorang ulama ahli Fiqih bermadzhab Hanafi, sastrawan dan ilmu kalam, wafat tahun 576 H/ 1180M
  • Syeikh Fakhruddin Al-Kasyani, yaitu Abu Bakar bin Mas’ud AlKasyani, ulama ahli fiqih bermadzhab Hanafi. Wafat 587 H / 1191 M.
  • Syeikh Fakhruddin Al Hasan bin Mansur atau yang dikenal dengan Syeikh Fakhruddin Qadli Khan Al Ouzjandi, ulama besar yang dikenal sebagai mujtahid dalam madzhab Hanafi dan banyak kitab karangannya. Beliau wafat Ramadhan 592 H/1196M.
  • Ruknuddin Al-Farghani yang digelari Al-Adib Al-Mukhtar (sastrawan pujangga pilihan), seorang ulama ahli fiqih, sastrawan dan syair, wafat tahun 594 H/ 1098M

 Jadi dari beberapa sumber yang ada dan berdasar keterangan tersebut dapat didefinisikan bahwa pemikiran dan intelektualitasnya sangat dipengaruhi oleh faham Fiqih yang berkembang saat itu, sebagaimana faham dikembangkan oleh para gurunya, yakni fikih aliran Hanafiyah sebagaimana yang Syeikh terdahulu yang beliau ambil ilmu-nya. Syeikh Burhanuddin Az-Zarnuji, selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasai bidang-bidang lain seperti sastra, ilmu kalam dan sebagainya. Sekalipun belum diketahui dengan pasti bahwa untuk bidang tasawuf beliau memiliki seorang guru tasawuf yang masyhur. Namun dapat diduga bahwa dengan memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang fiqih dan ilmu kalam disertai jiwa sastra yang halus dan mendalam, seseorang telah memperoleh akses (peluang) yang tinggi untuk masuk ke dalam dunia tasawuf. Sebagai seorang Filosof muslim Az-Zarnuji lebih condong kepada Al-Ghozali, sehingga banyak jejak Al-Ghozali dalam bukunya dengan konsep epistimologi yang tidak lebih dari buku pertama dalam Ihya’ Ulum Al Din akan tetapi Az-Zarnuji memiliki sistem sendiri, yang mana pada setiap bab dengan bab lain, atau setiap kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata dengan setiap kata lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan konfigurasi mozaic kepribadian Syekh Burhanuddin AzZarnuji sendiri. Jadi telah jelas bahwa Syekh Burhanuddin Az-Zarnuji sangat aktif sekali dalam hal menimba ilmu pengetahuan bahwan tidak hanya ilmu agama saja yang beliau pelajari tetapi beliau menjadikan segala sesuatu yag beliau dapatkan dan ditelusuri oleh beliau itu merupakan suatu ilmu yang harus ada dalam setiap diri dan pelajaran yag bisa diambil dari beliau kita tidak hanya bisa saja mencari guru dari golongan atau asal usul, baik, kaya ataupun sederhana saja tetapi menjadikan apa saja yang orang lain dan hal itu baik beliau mengambil suatu pengetahuan yang akan menjadikan suatu ilmu yang bisa beliau tuangkan nanti kepada orang lain juga, dan terbukti dengan adanya suatu pengalaman dari beliau menuntut ilmu beliau menuliskan kembali dalam karya nya yaitu kitab Ta’limul Muta’allim yang peneliti bahas dan mengulang kembali dari sumber-sumber yang real dan jelas. Selain faktor latar belakang pendidikan seperti yang tertera di atas, faktor sosial dan perkembangan masyarakat juga mempengaruhi pola pikir seseorang. Untuk itu pada bagian ini juga dikemukakan situasi pendidikan pada zaman Az-Zarnuji.

  Kedudukan Masa Pendidikan Syeikh Burhanuddin Az-Zarnuji Dalam buku yang di susun oleh M. Fathu Lillah mengatakan dalam sejarah pendidilan islam, terdapat lima tahapan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan yaitu:

 1. Masa Pendidikan pada masa nabi Muhammad (571-632 M).

 2. Masa Pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M).

 3. Masa Pendidikan pada masa Bani Umayyah di Damsyik (661-750 M).

 4. Masa Pendidikan pada masa Bani Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M).

 5. Masa Kemunduran kekuasaan Bani Umayyah di Baghdad (1250- sekarang).

 Dari periodisasi di atas,disebutkan bahwa Az-Zarnuji hidup sekitar akhir abad ke-12 dan awal ke-13 (591-640H/ 1195-1234M). Dari kurun waktu tersebut dapat diketahui bahwa Az-Zarnuji hidup pada 12M. masa ke empat dari periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, antara 750-1250 M. Dalam catatan sejarah, periode ini merupakan zaman keemasan peradaban Islam, terutama dalam bidang pendidikan Islam. Dalam hubungan ini Hasan Langgulung mengatakan: “Zaman keemasan Islam mengenai dua pusat, yaitu kerajaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad yang berlangsung kurang lebih lima abad (750- 1258M) dan kerajaan Umayyah di Spanyol yang berlangsung kurang lebih delapan abad(711-1492M). Pada masa itu kebudayaan Islam berkembang pesat dengan ditandai oleh tumbuhnya berbagai lembaga pendidikan, mulai tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Diantaranya adalah :

  • Madrasah Nizhamiyah, yang didirikan oleh Nizham Al-Mulk (457- 1106 M), seorang pembesar pemerintahan Bani Saljuk. Pada tiap-tiap kota, Nidzam Al Mulk medirikan satu Madrasah yang besar, seperti di Baghdad, Balkh, Naisabur, Hearat, Asfahan, Bashrah dan lain-lain.
  • Madrasah Al-Nuriyah Al-Kubra, didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki (563-1167 M) di Damaskus.
  • Madrasah Al-Mustansyirah didirikan oleh khalifah Abbasyiah, AlMustansir Billah di Baghdad (631 H/1234 M).

 Sekolah terakhir ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai seperti gedung berlantai dua, aula, perpustakaan dengan kurang lebih 80.000 koleksi buku, halaman dan lapangan yang luas, masjid, balai pengobatan dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya Madrasah yang disebut terakhir adalah karena mengajarkan ilmu fiqih dalam empat mazhab (Maliki, Hanafi, Syafi’I, dan Ahmad ibn Hambal).  Selain ketiga madrasah tersebut, masih banyak lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang pesat pada zaman Az-Zarnuji hidup. Dengan informasi tersebut, tampak jelas bahwa beliau hidup pada masa ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam mengalami puncak kejayaan, yaitu pada masa Abbasyiah yang ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir Islam ensiklopedik yang sukar ditandingi. Kondisi pertumbuhan dan perkembangan tersebut sangat menguntungkan bagi pembentukan AzZarnuji sebagai seorang ilmuwan atau ulama yang luas pengetahuannya. Atas dasar ini tidak mengherankan bahwa Az-Zarnuji termasuk seorang filosof yang memiliki sistem pemikiran sendiri dan dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina, Al Ghazali dan sebagainya. Namun, dengan makin banyaknya lembaga-lembaga pendidikan dan pemikir-pemikir yang bermunculan pada masa itu. pemerintahan dan politik sedang tidak menentu, khususnya pada pemerintahan Bani Abbasiyah. Tahun-tahun tersebut adalah awal runtuhnya kekuasaan Bani Abbasiyah yang ditandai dengan perebutan kekuasaan di pemerintahannya. Sehingga mengakibatkan kelemahan-kelemahan dari internal Bani Abbasiyah. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi dalam bukunya Membuka Jendela Pendidikan mengurai Akar Tradisi dan Interaksi Keilmuan Pedidikan Islam bahwa Az-Zarnuji hidup pada masa pemerintahan

Sekilas Tentang Kitab Ta`lim Al-Muta`allim

 1. Urgensi Kitab Kitab Ta`lim Al-Muta`allim memang sangat terkenal, namun tidak ada di antara kitab aslinya dan kitab syarahnya membahas biografi secara detail. Baik pengarang kitab aslinya maupun pengarang syarah kitabnya. Ini sangat mempersulit bagi peneliti untuk menjelaskan secara detail siapa sebenarnya Az-Zarnuji ini. Di kalangan pesantren, khususnya pesantren tradisional, nama Az- Zarnuji tidak asing lagi ditelinga para santri. Az-Zarnuji dikenal sebagai tokoh pendidikan Islam. Kitabnya yang berjudul Ta’lim A-Muta’allim merupakan kitab yang sangat popular yang wajib dipelajari di pesantren- pesantren. Bahkan para santri wajib mengkaji dan mempelajari kitab ini  sebelum membaca kitab-kitab lainnya.Tapi siapakah sebenarnya Az- Zarnuji pengarang kitab Ta`lim Al-Muta`allim itu. Kitab ini diakui sebagai karya yang monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Cetakan pertamakali di Jerman oleh monsiour Renaldus 1709M di lepzig.Kitab ini juga banyak dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan karya-karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak hanya digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para orientalis dan penulis barat. Keistimewaan lain dari kitab Ta’lim Al-Muta’allim ini terletak pada materi yang dikandungnya. Meskipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membahas metode belajar, sebenarnya esensi kitab ini juga mencakup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi belajar yang didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Kitab ini juga dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai dunia, baik di Timur maupun di Barat. Di Indonesia, kitab Ta’lim Al-Muta’allim dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren moderen. Dari pembahasan kitab ini, dapat diketahui tentang konsep pendidikan Islam yang dikemukakan Az Zarnuji, antara lain:

  • Hakikat ilmu,hukum mencari ilmu dan keutamaannya
  • Niat dalam mencari ilmu
  • Cara memilih ilmu, guru, teman dan ketekunan
  • Cara menghormati ilmu dan ulama (guru)
  • Kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqamah dan cita-cita yang luhur
  • Ukuran dan urutan (Permulaan dan intensitas belajar serta tata tertibnya)
  • Tawakkal kepada Allah SWT
  • Waktu belajar ilmu i. Saling mengasihi dan saling menasehati
  • Mencari tambahan ilmu pengetahuan
  • Bersikap Wara’ (menjaga diri dari yang syubhat dan haram) dalam menuntut ilmu.
  • Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan dan melemahkanya
  • Hal-hal yang mempermudah datangnya rezki, hal-hal yang dapat menghambat datangnya rizki, hal-hal yang dapat memperpanjang dan mengurangi umur.

Ada beberapa orang ulama` yang telah mensyarah kitab ini di antaranya yaitu Ibrahim bin Ismail dan Iman al-Gazali. Namun yang paling terkenal atau yang banyak di jumpai di pesantren-pesantren adalah Syarah karangan Syeikh Ibrahim bin Ismail. Secara keseluruhan pembahasannya meliputi kewajiban mempelajari ilmu dengan memprioritaskan kebutuhan yang primer dan esensial. Selain itu dengan mengutip pandangan Imam Abu Hanifah merupakan dasar yang mempengaruhi idenya tentang semua aspek yang berkaitan dengan metode belajar, seperti aspek guru, teman, buku, dan lingkungan. Dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap pribadi muslim adalah ilmu yang berkaitan langsung dengan kebutuhan esensial secara individual, baik dalam konteks ibadah maupun muamalah, yang di istilahkan dengan ilmu hall. Dengan menekankan prinsip fungsional ilmu itu al-Zarnuji menegaskan bahwa tidak setiap ilmu harus dipelajari oleh setiap muslim. Al-Zarnuji menegaskan bahwa awal sebagai perilaku yang berdasarkan ilmu akan memiliki nilai utama jika bersifat fungsional, sejalan dengan keperluan yang esensial seperti ditegaskan dalam pernyataan Afdhal al-amal Hifzh al-Hal. Pandangannya kemudian dikembangkan dengan mengaitkan kewajiban setiap muslim dan hubungannya dengan puasa, zakat, haji dan pekerjaan lain seperti perdagangan (jual-beli). Menurutnya shalat wajib dikerjakan oleh setiap muslim dan karenanya wajib bagi setiap muslim untuk mengetahui dan memahami ikhwal pekerjaan shalat itu. Ilmu yang menjadikan kebutuhan primer dalam pelaksanaan tugas-tugas peribadatan dikategorikan sebagai ilmu al-hal. Pandangan demikian dirumuskan atas dasar prinsip bahwa sesuatu usaha yang mutlak diperlukan dalam mengerjakan tugas kewajiban dengan sendirinya menjadi wajib untuk dilakukan. Dalam arti sesuatu yang menjadi pengantar sesuatu yang wajib, maka pada hakikatnya menjadi wajib pula untuk dipelajari dan dilaksanakan. Menggambarkan konsekuensi dari pandangan itu, Az-Zarnuji merujuk pada pendapat Muhammad bin Hasan tentang kewajiban zuhud dengan pengertian mencegah dari perkara syubhat dan makruh dalam setiap lapangan kehidupan. Dalam konteks ini Az-Zarnuji ingin menempatkan zuhud sebagai sikap yang mutlak dalam bidang profesi apapun, karena itu seperti sikap tawakkal, inabah, khasyah dan ridla, sikap zuhud termasuk dalam kategori kebutuhan primer yang menyangkut hati nurani yang di istilahkan dengan ilmahwal al-qalb. Perhatiannya terhadap eksistensi diri manusia lebih nampak ketika ia menghubungkan ilmu dengan kehidupan. Menurutnya ilmu sangat penting untuk menumbuhkan akhlak yang terpuji sekaligus bisa menghindar dari akhlak yang tercela. Sejalan dengan kewajiban memelihara tingkah laku hidup, Az-Zarnuji menekankan untuk mempelajari ilmu akhlak sehingga membedakan antara perilaku yang baik dan yang buruk, kemudian mengaplikasikannya secara tepat, merupakan kewajiban bagi setiap pribadi muslim. Pada penjelasan berikutnya Az-Zarnuji mulai memperhatikan hubungan ilmu dengan kebutuhan yang bersifat temporal dalam pengertian individual, tapi bersifat vital dalam konteks kemasyarakatan, bersifat temporal karena usaha pemenuhan kebutuhannya adalah suatu keharusan. Az-Zarnuji menggambarkan secara praktis dengan memperlihatkan perbedaan kebutuhan makan dan pengobatan. Kebutuhan yang pertama dikategorikan sebagai kebutuhan primer yang harus dipenuhi karena memang dirasakan oleh setiap muslim dalam situasi apapun. Sementara kebutuhan yang kedua harus dipenuhi oleh pribadi tertentu yang menanggung sakit. Dengan demikian Az-Zarnuji menegaskan bahwa mempelajari ilmu yang berkaitan dengan kebutuhan temporal menjadi kewajiban muslim secara kolektif, atau dalam bahasa yang diungkapkan dalam kitabnya adalah ilmu yang bersifat FardluKifayah, dan yang bersifat primer pada individual dibahasakan dengan bahasa Fardlu ‘Ain. Az-Zarnuji kemudian menguraikan tentang ilmu dan fiqh, dua konsep yang memang amat pelik untuk dibedakan. Dengan ilmu, apapun akan menjadi jelas, ilmu di sini agaknya sebagai media penjelasan. Sedangkan fiqh menurutnya mengandung pengetahuan yang benar. Dalam pandangan Abu Hanifah sebagaimana dikutib oleh Az-Zarnuji, fiqh adalah pengetahuan seseorang tentang hak dan kewajibannya. Lebih jauh dikemukakan bahwa ilmu hanya akan berarti jika diaplikasikan dengan amal yang lebih mengutamakan hasil abadi daripada yang sesaat. Berangkat dari seluruh keistimewaan yang dimiliki kitab Ta’lim Muta’allim karya Az-Zarnuji yang disebutkan di atas, sertapopularitas yang dimiliki oleh kitab tersebut, terutama di instansi-instansi pendidikan Islam (Pondok Pesantren). Banyak sekali penelitian-penelitian yang mengkaji kitab tersebut, termasuk salah satunya adalah skripsi ini.

2. Pengaruh Kitab Kitab Ta`lim Al-Muta`allim merupakan kitab yang lumayan terkenal di kalangan psantren. Kitab ini di tulis oleh seorang ulama yang bernama Az-Zarnuji. Kitab yang beredar di Indonesia umumnya adalah Syarahnya. Diantara kitab-kitab syarah Ta`lim Muta`allim yang terkenal adalah karangan Ibrahim bin Ismail. Karena kitab ini lah yang banyak peneliti jumpai di toko buku-buku lama. Kitab Ta`lim Muta`allim ini sangat berpengaruh pada pembentukan sikap para santri, karena di dalamya penuh dengan etika-etika menuntut ilmu. Pada bagian kitab Ta’lim Muta’allim, Az-Zarnuji menjelaskan tentang hakikat ilmu, keutamaan belajar, metode belajar dan etika santri. Pandangan Az-Zarnuji tentang ilmu memang tidak sepadan dari sudut filosofis dengan pandangan tokoh lain semisal Imam Al-Ghozali. Az-Zarnuji membicarakan dalam kitab Ta’lim Muta’allim tentang beberapa hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Kitab Ta`lim Muta`allim ini memang sangat terkenal, bahkan para santri di kalangan pesantren salafi pada khususnya diwajibkan mempelajarinya karna telah menjadi konsensus para kyai selaku pemangku pesantren, menetapkan kitab “ Ta`lim Muta`allim” ini sebagai salah satu kitab acuan yang sesuai untuk mendasari jiwa kesantrian atau pelajar Islam dalam rangka menuntut ilmu pengetahuan, agar mereka memperoleh kesuksesan dalam menuntut ilmu, lalu dapat mengajarkan dan mengamalkanya.

editor: Alima sri sutami mukti