Biografi Syekh Zarnuji, pengarang Ta’lim Muta’alim
Bagikan ini :

Di kalangan pesantren, khususnya pesantren tradisional, nama al-Zarnuji tidak asing lagi ditelinga para santri. Al-Zarnuji dikenal sebagai tokoh pendidikan Islam. Kitabnya yang berjudul Ta’lim al-Muta’allim merupakan kitab sangat popular yang wajib dipelajari di pesantren-pesantren. Bahkan para santri wajib mengkaji dan mempelajari kitab ini sebelum membaca kitab-kitab lainnya.

Tapi siapa sebenarnya al-Zarnuji itu?

Nama lengkap al-Zarnuji adalah Burhan al-Din Ibrahim al-Zarnuji al-Hanafi. Nama lain yang disematkan kepadanya adalah Burhan al-Islam dan Burhan al-Din. Namun, hingga kini belum diketahui secara pasti waktu dan tempat lahirnya al-Zarnuji. Nama “al-Zarnuji” sendiri dinisbatkan pada suatu tempat bernama Zurnuj, sebuah tempat yang berada di wilayah Turki. Sementara kata “al-Hanafi” diyakini dinisbatkan kepada nama mazhab yang dianutnya, yakni mazhab Hanafi.

Mengenai riwayat pendidikannya dapat diketahui dari keterangan yang dikemukakan para peneliti. Bahwa Az-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan samarkand, dua kota yang menjadi pusat keilmuan dan pengajaran. Masjid-masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan Ta’lim, yang diasuh antara lain oleh Burhanuddin Al-Marginani, Syamsuddin Abd Al-Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abd dan Al-Sattar Al-Amidi.  Syeikh Burhanuddin Az-Zarnuji belajar kepada para ulama’ besar waktu itu. Antara lain, seperti disebut dalam kitab Ta’limul Muta’allim sendiri, adalah:

  • Burhanuddin Ali bin Abu Bakar bin Abdul Jalil Al Farghani Al Marghinani Al Rustami, ulama besar bermadzhab Hanafi yang mengarang kitab Al Hidayah, suatu kitab fiqih rujukan utama dalam madzhabnya. Beliau wafat tahun 593H/1197M.
  • Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar. Populer dengan gelar Khowahir Zadeh atau Imam Zadeh. Beliau ulama besar ahli Fiqih bermadzhab Hanafi, pujangga sekaligus penyair. Pernah menjadi mufti d Bukhara dan sangat masyhur dengan fatwa-fatwanya. Wafat tahun 573 H/ 1177 M.
  • Syeikh Hammad bin Ibrahim. Seorang ulama ahli Fiqih bermadzhab Hanafi, sastrawan dan ilmu kalam, wafat tahun 576 H/ 1180M
  • Syeikh Fakhruddin Al-Kasyani, yaitu Abu Bakar bin Mas’ud AlKasyani, ulama ahli fiqih bermadzhab Hanafi. Wafat 587 H / 1191 M.
  • Syeikh Fakhruddin Al Hasan bin Mansur atau yang dikenal dengan Syeikh Fakhruddin Qadli Khan Al Ouzjandi, ulama besar yang dikenal sebagai mujtahid dalam madzhab Hanafi dan banyak kitab karangannya. Beliau wafat Ramadhan 592 H/1196M.
  • Ruknuddin Al-Farghani yang digelari Al-Adib Al-Mukhtar (sastrawan pujangga pilihan), seorang ulama ahli fiqih, sastrawan dan syair, wafat tahun 594 H/ 1098M

 Jadi dari beberapa sumber yang ada dan berdasar keterangan tersebut dapat didefinisikan bahwa pemikiran dan intelektualitasnya sangat dipengaruhi oleh faham Fiqih yang berkembang saat itu, sebagaimana faham dikembangkan oleh para gurunya, yakni fikih aliran Hanafiyah sebagaimana yang Syeikh terdahulu yang beliau ambil ilmu-nya. Syeikh Burhanuddin Az-Zarnuji, selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasai bidang-bidang lain seperti sastra, ilmu kalam dan sebagainya. Sekalipun belum diketahui dengan pasti bahwa untuk bidang tasawuf beliau memiliki seorang guru tasawuf yang masyhur. Namun dapat diduga bahwa dengan memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang fiqih dan ilmu kalam disertai jiwa sastra yang halus dan mendalam, seseorang telah memperoleh akses (peluang) yang tinggi untuk masuk ke dalam dunia tasawuf. Sebagai seorang Filosof muslim Az-Zarnuji lebih condong kepada Al-Ghozali, sehingga banyak jejak Al-Ghozali dalam bukunya dengan konsep epistimologi yang tidak lebih dari buku pertama dalam Ihya’ Ulum Al Din akan tetapi Az-Zarnuji memiliki sistem sendiri, yang mana pada setiap bab dengan bab lain, atau setiap kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata dengan setiap kata lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan konfigurasi mozaic kepribadian Syekh Burhanuddin AzZarnuji sendiri. Jadi telah jelas bahwa Syekh Burhanuddin Az-Zarnuji sangat aktif sekali dalam hal menimba ilmu pengetahuan bahwan tidak hanya ilmu agama saja yang beliau pelajari tetapi beliau menjadikan segala sesuatu yag beliau dapatkan dan ditelusuri oleh beliau itu merupakan suatu ilmu yang harus ada dalam setiap diri dan pelajaran yag bisa diambil dari beliau kita tidak hanya bisa saja mencari guru dari golongan atau asal usul, baik, kaya ataupun sederhana saja tetapi menjadikan apa saja yang orang lain dan hal itu baik beliau mengambil suatu pengetahuan yang akan menjadikan suatu ilmu yang bisa beliau tuangkan nanti kepada orang lain juga, dan terbukti dengan adanya suatu pengalaman dari beliau menuntut ilmu beliau menuliskan kembali dalam karya nya yaitu kitab Ta’limul Muta’allim yang peneliti bahas dan mengulang kembali dari sumber-sumber yang real dan jelas. Selain faktor latar belakang pendidikan seperti yang tertera di atas, faktor sosial dan perkembangan masyarakat juga mempengaruhi pola pikir seseorang. Untuk itu pada bagian ini juga dikemukakan situasi pendidikan pada zaman Az-Zarnuji.

  Kedudukan Masa Pendidikan Syeikh Burhanuddin Az-Zarnuji Dalam buku yang di susun oleh M. Fathu Lillah mengatakan dalam sejarah pendidilan islam, terdapat lima tahapan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan yaitu:

 1. Masa Pendidikan pada masa nabi Muhammad (571-632 M).

 2. Masa Pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M).

 3. Masa Pendidikan pada masa Bani Umayyah di Damsyik (661-750 M).

 4. Masa Pendidikan pada masa Bani Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M).

 5. Masa Kemunduran kekuasaan Bani Umayyah di Baghdad (1250- sekarang).

 Dari periodisasi di atas,disebutkan bahwa Az-Zarnuji hidup sekitar akhir abad ke-12 dan awal ke-13 (591-640H/ 1195-1234M). Dari kurun waktu tersebut dapat diketahui bahwa Az-Zarnuji hidup pada 12M. masa ke empat dari periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, antara 750-1250 M. Dalam catatan sejarah, periode ini merupakan zaman keemasan peradaban Islam, terutama dalam bidang pendidikan Islam. Dalam hubungan ini Hasan Langgulung mengatakan: “Zaman keemasan Islam mengenai dua pusat, yaitu kerajaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad yang berlangsung kurang lebih lima abad (750- 1258M) dan kerajaan Umayyah di Spanyol yang berlangsung kurang lebih delapan abad(711-1492M). Pada masa itu kebudayaan Islam berkembang pesat dengan ditandai oleh tumbuhnya berbagai lembaga pendidikan, mulai tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Diantaranya adalah :

  • Madrasah Nizhamiyah, yang didirikan oleh Nizham Al-Mulk (457- 1106 M), seorang pembesar pemerintahan Bani Saljuk. Pada tiap-tiap kota, Nidzam Al Mulk medirikan satu Madrasah yang besar, seperti di Baghdad, Balkh, Naisabur, Hearat, Asfahan, Bashrah dan lain-lain.
  • Madrasah Al-Nuriyah Al-Kubra, didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki (563-1167 M) di Damaskus.
  • Madrasah Al-Mustansyirah didirikan oleh khalifah Abbasyiah, AlMustansir Billah di Baghdad (631 H/1234 M).

 Sekolah terakhir ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai seperti gedung berlantai dua, aula, perpustakaan dengan kurang lebih 80.000 koleksi buku, halaman dan lapangan yang luas, masjid, balai pengobatan dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya Madrasah yang disebut terakhir adalah karena mengajarkan ilmu fiqih dalam empat mazhab (Maliki, Hanafi, Syafi’I, dan Ahmad ibn Hambal).  Selain ketiga madrasah tersebut, masih banyak lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang pesat pada zaman Az-Zarnuji hidup. Dengan informasi tersebut, tampak jelas bahwa beliau hidup pada masa ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam mengalami puncak kejayaan, yaitu pada masa Abbasyiah yang ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir Islam ensiklopedik yang sukar ditandingi. Kondisi pertumbuhan dan perkembangan tersebut sangat menguntungkan bagi pembentukan AzZarnuji sebagai seorang ilmuwan atau ulama yang luas pengetahuannya. Atas dasar ini tidak mengherankan bahwa Az-Zarnuji termasuk seorang filosof yang memiliki sistem pemikiran sendiri dan dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina, Al Ghazali dan sebagainya. Namun, dengan makin banyaknya lembaga-lembaga pendidikan dan pemikir-pemikir yang bermunculan pada masa itu. pemerintahan dan politik sedang tidak menentu, khususnya pada pemerintahan Bani Abbasiyah. Tahun-tahun tersebut adalah awal runtuhnya kekuasaan Bani Abbasiyah yang ditandai dengan perebutan kekuasaan di pemerintahannya. Sehingga mengakibatkan kelemahan-kelemahan dari internal Bani Abbasiyah. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi dalam bukunya Membuka Jendela Pendidikan mengurai Akar Tradisi dan Interaksi Keilmuan Pedidikan Islam bahwa Az-Zarnuji hidup pada masa pemerintahan

Sekilas Tentang Kitab Ta`lim Al-Muta`allim

 1. Urgensi Kitab Kitab Ta`lim Al-Muta`allim memang sangat terkenal, namun tidak ada di antara kitab aslinya dan kitab syarahnya membahas biografi secara detail. Baik pengarang kitab aslinya maupun pengarang syarah kitabnya. Ini sangat mempersulit bagi peneliti untuk menjelaskan secara detail siapa sebenarnya Az-Zarnuji ini. Di kalangan pesantren, khususnya pesantren tradisional, nama Az- Zarnuji tidak asing lagi ditelinga para santri. Az-Zarnuji dikenal sebagai tokoh pendidikan Islam. Kitabnya yang berjudul Ta’lim A-Muta’allim merupakan kitab yang sangat popular yang wajib dipelajari di pesantren- pesantren. Bahkan para santri wajib mengkaji dan mempelajari kitab ini  sebelum membaca kitab-kitab lainnya.Tapi siapakah sebenarnya Az- Zarnuji pengarang kitab Ta`lim Al-Muta`allim itu. Kitab ini diakui sebagai karya yang monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Cetakan pertamakali di Jerman oleh monsiour Renaldus 1709M di lepzig.Kitab ini juga banyak dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan karya-karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak hanya digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para orientalis dan penulis barat. Keistimewaan lain dari kitab Ta’lim Al-Muta’allim ini terletak pada materi yang dikandungnya. Meskipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membahas metode belajar, sebenarnya esensi kitab ini juga mencakup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi belajar yang didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Kitab ini juga dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai dunia, baik di Timur maupun di Barat. Di Indonesia, kitab Ta’lim Al-Muta’allim dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren moderen. Dari pembahasan kitab ini, dapat diketahui tentang konsep pendidikan Islam yang dikemukakan Az Zarnuji, antara lain:

  • Hakikat ilmu,hukum mencari ilmu dan keutamaannya
  • Niat dalam mencari ilmu
  • Cara memilih ilmu, guru, teman dan ketekunan
  • Cara menghormati ilmu dan ulama (guru)
  • Kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqamah dan cita-cita yang luhur
  • Ukuran dan urutan (Permulaan dan intensitas belajar serta tata tertibnya)
  • Tawakkal kepada Allah SWT
  • Waktu belajar ilmu i. Saling mengasihi dan saling menasehati
  • Mencari tambahan ilmu pengetahuan
  • Bersikap Wara’ (menjaga diri dari yang syubhat dan haram) dalam menuntut ilmu.
  • Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan dan melemahkanya
  • Hal-hal yang mempermudah datangnya rezki, hal-hal yang dapat menghambat datangnya rizki, hal-hal yang dapat memperpanjang dan mengurangi umur.

Ada beberapa orang ulama` yang telah mensyarah kitab ini di antaranya yaitu Ibrahim bin Ismail dan Iman al-Gazali. Namun yang paling terkenal atau yang banyak di jumpai di pesantren-pesantren adalah Syarah karangan Syeikh Ibrahim bin Ismail. Secara keseluruhan pembahasannya meliputi kewajiban mempelajari ilmu dengan memprioritaskan kebutuhan yang primer dan esensial. Selain itu dengan mengutip pandangan Imam Abu Hanifah merupakan dasar yang mempengaruhi idenya tentang semua aspek yang berkaitan dengan metode belajar, seperti aspek guru, teman, buku, dan lingkungan. Dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap pribadi muslim adalah ilmu yang berkaitan langsung dengan kebutuhan esensial secara individual, baik dalam konteks ibadah maupun muamalah, yang di istilahkan dengan ilmu hall. Dengan menekankan prinsip fungsional ilmu itu al-Zarnuji menegaskan bahwa tidak setiap ilmu harus dipelajari oleh setiap muslim. Al-Zarnuji menegaskan bahwa awal sebagai perilaku yang berdasarkan ilmu akan memiliki nilai utama jika bersifat fungsional, sejalan dengan keperluan yang esensial seperti ditegaskan dalam pernyataan Afdhal al-amal Hifzh al-Hal. Pandangannya kemudian dikembangkan dengan mengaitkan kewajiban setiap muslim dan hubungannya dengan puasa, zakat, haji dan pekerjaan lain seperti perdagangan (jual-beli). Menurutnya shalat wajib dikerjakan oleh setiap muslim dan karenanya wajib bagi setiap muslim untuk mengetahui dan memahami ikhwal pekerjaan shalat itu. Ilmu yang menjadikan kebutuhan primer dalam pelaksanaan tugas-tugas peribadatan dikategorikan sebagai ilmu al-hal. Pandangan demikian dirumuskan atas dasar prinsip bahwa sesuatu usaha yang mutlak diperlukan dalam mengerjakan tugas kewajiban dengan sendirinya menjadi wajib untuk dilakukan. Dalam arti sesuatu yang menjadi pengantar sesuatu yang wajib, maka pada hakikatnya menjadi wajib pula untuk dipelajari dan dilaksanakan. Menggambarkan konsekuensi dari pandangan itu, Az-Zarnuji merujuk pada pendapat Muhammad bin Hasan tentang kewajiban zuhud dengan pengertian mencegah dari perkara syubhat dan makruh dalam setiap lapangan kehidupan. Dalam konteks ini Az-Zarnuji ingin menempatkan zuhud sebagai sikap yang mutlak dalam bidang profesi apapun, karena itu seperti sikap tawakkal, inabah, khasyah dan ridla, sikap zuhud termasuk dalam kategori kebutuhan primer yang menyangkut hati nurani yang di istilahkan dengan ilmahwal al-qalb. Perhatiannya terhadap eksistensi diri manusia lebih nampak ketika ia menghubungkan ilmu dengan kehidupan. Menurutnya ilmu sangat penting untuk menumbuhkan akhlak yang terpuji sekaligus bisa menghindar dari akhlak yang tercela. Sejalan dengan kewajiban memelihara tingkah laku hidup, Az-Zarnuji menekankan untuk mempelajari ilmu akhlak sehingga membedakan antara perilaku yang baik dan yang buruk, kemudian mengaplikasikannya secara tepat, merupakan kewajiban bagi setiap pribadi muslim. Pada penjelasan berikutnya Az-Zarnuji mulai memperhatikan hubungan ilmu dengan kebutuhan yang bersifat temporal dalam pengertian individual, tapi bersifat vital dalam konteks kemasyarakatan, bersifat temporal karena usaha pemenuhan kebutuhannya adalah suatu keharusan. Az-Zarnuji menggambarkan secara praktis dengan memperlihatkan perbedaan kebutuhan makan dan pengobatan. Kebutuhan yang pertama dikategorikan sebagai kebutuhan primer yang harus dipenuhi karena memang dirasakan oleh setiap muslim dalam situasi apapun. Sementara kebutuhan yang kedua harus dipenuhi oleh pribadi tertentu yang menanggung sakit. Dengan demikian Az-Zarnuji menegaskan bahwa mempelajari ilmu yang berkaitan dengan kebutuhan temporal menjadi kewajiban muslim secara kolektif, atau dalam bahasa yang diungkapkan dalam kitabnya adalah ilmu yang bersifat FardluKifayah, dan yang bersifat primer pada individual dibahasakan dengan bahasa Fardlu ‘Ain. Az-Zarnuji kemudian menguraikan tentang ilmu dan fiqh, dua konsep yang memang amat pelik untuk dibedakan. Dengan ilmu, apapun akan menjadi jelas, ilmu di sini agaknya sebagai media penjelasan. Sedangkan fiqh menurutnya mengandung pengetahuan yang benar. Dalam pandangan Abu Hanifah sebagaimana dikutib oleh Az-Zarnuji, fiqh adalah pengetahuan seseorang tentang hak dan kewajibannya. Lebih jauh dikemukakan bahwa ilmu hanya akan berarti jika diaplikasikan dengan amal yang lebih mengutamakan hasil abadi daripada yang sesaat. Berangkat dari seluruh keistimewaan yang dimiliki kitab Ta’lim Muta’allim karya Az-Zarnuji yang disebutkan di atas, sertapopularitas yang dimiliki oleh kitab tersebut, terutama di instansi-instansi pendidikan Islam (Pondok Pesantren). Banyak sekali penelitian-penelitian yang mengkaji kitab tersebut, termasuk salah satunya adalah skripsi ini.

2. Pengaruh Kitab Kitab Ta`lim Al-Muta`allim merupakan kitab yang lumayan terkenal di kalangan psantren. Kitab ini di tulis oleh seorang ulama yang bernama Az-Zarnuji. Kitab yang beredar di Indonesia umumnya adalah Syarahnya. Diantara kitab-kitab syarah Ta`lim Muta`allim yang terkenal adalah karangan Ibrahim bin Ismail. Karena kitab ini lah yang banyak peneliti jumpai di toko buku-buku lama. Kitab Ta`lim Muta`allim ini sangat berpengaruh pada pembentukan sikap para santri, karena di dalamya penuh dengan etika-etika menuntut ilmu. Pada bagian kitab Ta’lim Muta’allim, Az-Zarnuji menjelaskan tentang hakikat ilmu, keutamaan belajar, metode belajar dan etika santri. Pandangan Az-Zarnuji tentang ilmu memang tidak sepadan dari sudut filosofis dengan pandangan tokoh lain semisal Imam Al-Ghozali. Az-Zarnuji membicarakan dalam kitab Ta’lim Muta’allim tentang beberapa hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Kitab Ta`lim Muta`allim ini memang sangat terkenal, bahkan para santri di kalangan pesantren salafi pada khususnya diwajibkan mempelajarinya karna telah menjadi konsensus para kyai selaku pemangku pesantren, menetapkan kitab “ Ta`lim Muta`allim” ini sebagai salah satu kitab acuan yang sesuai untuk mendasari jiwa kesantrian atau pelajar Islam dalam rangka menuntut ilmu pengetahuan, agar mereka memperoleh kesuksesan dalam menuntut ilmu, lalu dapat mengajarkan dan mengamalkanya.

editor: Alima sri sutami mukti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *