Wisata Religi dengan Berziarah ke Makam Waliyullah
Bagikan ini :

Pada hari Rabu 1 Maret 2023 M, tepatnya satu minggu setelah Haul Mama Syaikhuna KH. Ahmad Faqih Ke-23 Dan Para Masyayikh Al-Musri’ telah dilaksanakan ziarah ke beberapa makam Waliyullah dalam rangka Wisata Religi yang menjadi acara tahunan setiap satu minggu setelah acara Haul. Ziarah tahun ini diikuti oleh keluarga besar Miftahulhuda Al-Musri’ bersama santri putra yang berjumlah 5 bus. Adapun agenda dalam acara ziarah ini, yaitu:

  • Pada malam Rabu dilaksanakan ziarah ke maqbaroh yang dipimpin oleh Pangersa Ang Alwan Shofiyulloh, lalu do’a bersama yang dipimpin oleh KH. Mahmud Munawar, dan berangkat pada hari Rabu pukul 01.30 WIB menuju Panjalu
  • Melaksanakan solat Subuh di salah satu masjid Malangbong
  • Hari Rabu pukul 06.30 tiba di penzarahan Sayyid Ali Bin Muhammad Panjalu
  • Pukul 09.00 berangkat menuju makam Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan dan tiba pukul 13.00
  • Pada pukul 16.00 berangkat menuju pantai Pangandaran dan tiba pukul 20.30, lalu check-in ke penginapan
  • Hari Kamis pukul 12.00 check-out dan melanjutkan perjalanan menuju makam Syeikh Ja’far Shodiq Haruman, Garut. Tiba pukul 19.00
  • Pukul 20.30 berangkat pulang menuju Miftahulhuda Al-Musri’ dan tiba pukul 23.30.

 

Dari agenda ziarah tersebut, acara ziarah tahun ini berkunjung ke tiga makam Waliyullah, yaitu:

  1. Eyang Haryang Kantjana bin Eyang Borosngora bin Eyang Tjakradewa

Kisah Prabu Sanghyang Borosngora Bin Sanghyang Cakradewa Dan Asal Usul Situ Lengkong Panjalu

Menurut Munoz (2006) Kerajaan Panjalu Ciamis (Jawa Barat) adalah penerus Kerajaan Panjalu Kediri (Jawa Timur) karena setelah Maharaja Kertajaya Raja Panjalu Kediri terakhir tewas di tangan Ken Angrok (Ken Arok) pada tahun 1222, sisa-sisa keluarga dan pengikut Maharaja Kertajaya itu melarikan diri ke kawasan Panjalu Ciamis. Itulah sebabnya kedua kerajaan ini mempunyai nama yang sama dan Kerajaan Panjalu Ciamis adalah penerus peradaban Panjalu Kediri.

Nama Panjalu sendiri mulai dikenal ketika wilayah itu berada dibawah pemerintahan Prabu Sanghyang Rangga Gumilang; sebelumnya kawasan Panjalu lebih dikenal dengan sebutan Kabuyutan Sawal atau Kabuyutan Gunung Sawal. Istilah Kabuyutan identik dengan daerah Kabataraan yaitu daerah yang memiliki kewenangan keagamaan (Hindu) seperti Kabuyutan Galunggung atau Kabataraan Galunggung.

Kabuyutan adalah suatu tempat atau kawasan yang dianggap suci dan biasanya terletak di lokasi yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya, biasanya di bekas daerah Kabuyutan juga ditemukan situs-situs megalitik (batu-batuan purba) peninggalan masa prasejarah.

  1. Syeikh Abdul Muhyi

Syekh Abdul Muhyi Pamijahan adalah seorang Waliyullah dan dihormati masyarakat pesantren. la merupakan mata rantai dan pembawa tarekat Syathariyah yang pertama ke pulau Jawa. Lebih dikenal dengari nama Haji Karang, karena pernah uzIah dan khalwat di Gua Karang. Di pintu gerbang makamnya yang terletak di Pamijahan Tasikmalaya.

Syeikh Abdul Muhyi dilahirkan tahun 1650 di Mataram. Mataram di sini ada yang menyebut di Lombok, tetapi ada juga yang menyebut Kerajaan Mataram Islam. Ayahnya bernama Sembah Lebe Wartakusumah, bangsawan Sunda keturunan Raja Galuh Pajajaran yang saat itu bagian dari Kerajaan Mataram Jawa. lbunya bernama Raden Ajeng Tangan Ziah, keturunan bangsawan Mataram yang berjalur sampai ke Syaikh Ainui Yaqin (Sunan Giri l).

Sebagai guru Rohani, Abdul Muhyi dihormati masyarakat dan Keraton Mataram. Desanya diakui sebagai desa perdikan, yang artinya berhak mengurus urusannya sendiri secara mandiri, meskipun ada di wilayah Mataram. Meski memiliki hubungan dengan Mataram, hubungan dengan Keraton Cirebon dan Banten juga dibangun, termasuk setuju sebagian anak-anaknya menikah dengan para bangsawan dari Cirebon.

Di samping sebagai pendidik, mujahid dalam menyebarkan Islam, seorang yang dikenal memiliki kemampuan linuwih, Syekh Abdul Muhyi juga seorang penulis. Dia menulis kitab dalam disiplin tarekat Syathariyah.  Tokoh ini meninggal pada 1730 M atau 1151 H dalam usia 80 tahun. Dia dimakamkan di Pamijahan, yaitu di Bantar Kalong, Tasikmalaya bagian selatan, Makamnya hingga saat ini menjadi makam yang sering diziarahi oleh masyarakat Islam pada umumnya.

Baca Juga>>Ziarah, Dewan kyai/Nyai dan Dewan Ampuh al-Musri’: Sah Ibadah

  1. Syeikh Ja’far Shodiq

Syekh Ja’far Shidiq asal Kec. Cibiuk yang juga dikenal dengan sebutan Mbah Wali Cibiuk. Ia hidup sezaman, bahkan dikenal bersahabat baik dengan penyebar Islam lainnya di daerah Tasikmalaya, Syekh Abdul Muhyi.

Syekh Ja’far Shidiq tidak henti-hentinya mendorong umat untuk terus menggali serta mengembangkan ilmu dan kemajuan ekonomi, termasuk keahlian membuat makanan. Salah satu warisan dari Syekh Ja’far Shidiq yang hingga saat ini terus dikenal, yaitu “sambal cibiuk” yang dikembangkan putrinya, Nyimas Ayu Fatimah. Sambal cibiuk bahkan sudah menjadi trade mark di sejumlah restoran di beberapa kota besar seperti Bandung dan Jakarta.

Syekh Ja’far Shidiq juga meninggalkan warisan lain yang tak kalah pentingnya bagi pengembangan Islam, yaitu sebuah bangunan masjid yang hingga kini masih bisa dimanfaatkan umat Islam untuk berbagai kegiatan keagamaan. Masjid yang dibangunnya memiliki ciri dan corak khas bangunan masjid buatan para wali di Pulau Jawa, yaitu beratap kerucut dengan disangga oleh tiang-tiang kayu kokoh yang sambungannya tidak menggunakan paku.

Pada bagian atas atapnya dipasang sebuah benda berukir terbuat dari batu yang disebut masyarakat setempat sebagai “pataka”. Diperkirakan bangunan masjid tersebut sudah berusia lebih dari 460 tahun. Masjid yang dikenal dengan sebutan masjid Mbah Wali tersebut terletak di Kp. Pasantren Tengah, Desa Cibiuk Kidul, Kec. Cibiuk.

Karena jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam serta perkembangan kehidupan masyarakat Garut, khususnya di Garut Utara, makamnya yang terletak di kaki Gunung Haruman Desa Cipareuan, Kec. Cibiuk tak pernah sepi dari para peziarah. Belakangan, makam Syekh Ja’far Shidiq ini dijadikan Pemkab Garut sebagai salah satu objek wisata ziarah, tergolong ke dalam atraksi budaya peninggalan sejarah dengan bentukan fisik (relik/artefak) berupa makam. Selain berdoa dan menafakuri kiprah perjuangan Syekh Ja’far Shidiq dalam menyebarkan Islam, para peziarah juga dapat mempelajari kebudayaan, khususnya sejarah dan kebudayaan Islam.

 

Pewarta: Rahmi Rahmatussalamah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *