Pembentukan Masyarakat Muslim NUsantara
M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2009) memastikan bahwa Islam sudah ada di negara bahari Asia Tenggara sejak awal zaman Islam. Semenjak masa khalifah ketiga, Utsman bin Affan (644-656 M), utusan-utusan muslim dari tanah Arab mulai tiba di istana Cina. Setidaknya, pada abad ke-9 sudah ada ribuan pedagang muslim di Canton. Kontak-kontak antara Cina dan dunia Islam itu terpelihara terutama lewat jalur laut melalui perairan Indonesia. Antara tahun 904 M dan pertengahan abad ke-12, utusan-utusan dari Sriwijaya ke istana Cina memiliki nama Arab.
Pada tahun 1282, Raja Samudera di Sumatera bagian utara mengirim dua utusan bernama Arab ke Cina. Namun, berita-berita itu tidak langsung menunjukkan bukti bahwa kerajaan-kerajaan Islam lokal telah berdiri dan tidak juga menunjukkan bahwa telah terjadi perpindahan agama dari penduduk lokal dalam tingkat yang cukup besar. Yang pasti, menurut catatan Ma Huan yang ikut dalam muhibah ketujuh Cheng Ho ke Jawa yang berlangsung antara tahun 1431-1433 Masehi, diketahui bahwa penduduk pribumi masih belum memeluk Islam.
Historiografi lokal memang mencatat keberadaan tokoh-tokoh beragama Islam pra-Wali Songo secara sepintas dalam kisah-kisah bersifat legenda. Namun, belum terdapat sumber-sumber yang menjelaskan adanya sebuah gerakan dakwah Islam yang bersifat masif dan tersistematisasi. Baru, setelah kisah tokoh Sunan Ampel dan Raja Pandhita dituturkan datang ke Majapahit, jaringan kekerabatan tokoh penyebar dakwah Islam di Surabaya dan Gresik itu dapat diketahui sebagai jaringan pusat-pusat kekuatan (centre power) dari dakwah Islam di suatu tempat tertentu. Bahkan, melalui jaringan gerakan dakwah Islam yang kemudian muncul sebagai suatu lembaga yang disebut Wali Songo, muncul kekuatan politik kekuasaan dalam bentuk Kerajaan Demak, Cirebon, Banten, disusul Banjarmasin, Pontianak, Gowa, Tallo, Ternate, Tidore, Tual, Sumbawa, yang mendorong tumbuhnya kota-kota bercorak Islam di pesisir.
Menurut Marwati Djoned Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia III (1990), pertumbuhan kota-kota bercorak Islam di pesisir utara dan timur Sumatera di Selat Malaka sampai ke Ternate melalui pesisir utara Jawa, ada hubungannya dengan faktor ekonomi di bidang pelayaran dan perdagangan. Selain itu, tumbuhnya pusat-pusat kota kerajaan di Jawa Barat membentuk pula jalinan perhubungan pelayaran, perekonomian, dan politik dengan Demak, sebagai pusat kerajaan Islam yang besar pada abad ke-16. Dan menurut historiografi lokal, keberadaan kerajaan Demak digambarkan sebagai kekuatan politik Islam pertama di Jawa yang kelahirannya dibidani oleh Wali Songo. Bahkan, menurut Babad Tanah Jawi, tumbuhnya kota Demak adalah atas petunjuk Sunan Ampel, tokoh sesepuh Wali Songo.
Secara sosiologis, keberadaan Wali Songo hampir selalu dihubungkan dengan pusat-pusat kekuatan masyarakat yang dicirikan oleh dakwah Islam. Dan ditinjau dari aspek kronologi kesejarahan, keberadaan Wali Songo dikaitkan dengan tumbuhnya masyarakat muslim yang memiliki ciri-ciri tidak sama dengan masyarakat yang hidup di era Majapahit. Menurut Nor Huda dalam Islam Nusantara : Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia (2007), proses Islamisasi di Indonesia terjadi dengan proses yang sangat pelik dan panjang. Diterimanya Islam oleh penduduk pribumi yang secara bertahap membuat Islam terintegrasi dengan tradisi, norma, dan cara hidup keseharian penduduk lokal.
Menurut H.J. De Graaf (1998), pada abad ke-15 dan ke-16, para pedagang dari wilayah Cina selatan dan pesisir Vietnam, sekarang Champa semakin aktif di Jawa dan tempat-tempat lain di Nusantara. Itu berarti, para penyebar Islam asal Champa di Jawa pada abad ke-15 dan ke-16 Masehi tersebut membawa pengaruh adat kebiasaan dan tradisi keagamaan kepada masyarakat di Jawa dan tempat-tempat lain di Nusantara. Wallahu A’lam Bishawab
Itís difficult to find educated people for this topic, however, you seem like you know what youíre talking about! Thanks