Ngalap Berkah Dengan Ziarah

Istilah tabrik (تبريك) dan tabarruk (تبرك) telah dikenal dalam Ahlussunnah Wal Jama’ah.  Tabrik adalah mendoakan datangnya barokah untuk orang lain atau mayat yang ada dalam kubur. Sedangkan tabarruk merupakan upaya untuk memperoleh barokah atau dalam istilah Jawa lumrah disebut sebagai “ngalap barokah”.

Bermacam-macam bentuk untuk mendapatkan barokah. Salah satunya ialah tabarrukan dengan berziarah kubur. Ziarah kubur ini merupakan salah satu amaliyah khas NU yang telah menjadi budaya dengan mengunjungi makam para auliya, ulama, atau leluhur.

Hal ini dimaksudkan tak lain untuk melantunkan do’a. Bukan berarti berdo’a kepada kuburan, akan tetapi melalui orang-orang yang telah mendahului, ia akan merasa lebih dekat dengan Allah, sehingga menjadi pengingat bahwa hidup ini selamanya tidak akan kekal.

Dalam kitab Al-Fatawi Al-Kubra Al-Fiqhiyyah karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitami jilid 2 halaman 24 cetakan Dar el-Fikr diterangkan bahwa:

و سئل رضي الله عنه عن زيارة قبور الأولياء فى زمان معين مع الرحلة اليها هل يجوز مع أنه يجتمع عند تلك القبور مفاسد كثيرة كاختلاط النساء بالرجال و اسراج السرج الكثيرة و غير ذلك فأجاب بقوله :زيارة قبور الأولياء قربة مستحبة و كذا الرحلة اليها

“Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, semoga Allah meridainya, ditanya tentang hukumnya ziarah ke makam para wali pada zaman (waktu) yang telah ditentukan serta mengadakan perjalanan untuk tujuan berziarah ke sana, apakah hukumnya boleh? Padahal di sisi makam tersebut berkumpul banyaknya mafsadat (kerusakan), seperti bercampurnya kaum wanita dan kaum laki-laki, menyalanya banyak lampu, dan sebagainya. Kemudian beliau (Imam Ibnu hajar Al-Haitami) menjawab dengan ucapannya: ziarah ke makam para wali itu merupakan sebuah bentuk pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hukumnya disunnahkan. Begitupula, mengadakan perjalanan untuk tujuan berziarah ke makam-makam mereka.”

 

Bagaimana Pengertian, Hukum, Dalil, Dan Adab Ziarah Kubur?

 

Kegiatan ziarah kubur ada tiga macam:

1. Ziarah yang disyari’atkan, yaitu ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat mati, akhirat, untuk memberikan salam kepada ahli kubur dan mendo’akan atau memohon ampun untuk mereka. Adapun beberapa pendapat para ulama’ tentang ziarah kubur:

-Imam Ahmad bin Hambal

Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni menceritakan bahwa Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya pendapatnya tentang masalah ziarah kubur, manakah yang lebih utama antara ziarah kubur ataukah meninggalkannya. Beliau Imam Ahmad kemudian menjawab, bahwa ziarah kubur itu lebih utama.

-Imam Nawawi

Imam Nawawi secara konsisten berpendapat dengan hukum sunnahnya ziarah kubur. Imam Nawawi juga menjelaskan tentang adanya ijma’ dari kalangan ashabus Syafi’i (para pengikut Imam Syafi’i) tentang sunnahnya ziarah kubur.

-Doktor Said Romadlon al-Buthi

Doktor Said Romadlon al-Buthi juga berbendapat dengan pendapat yang memperbolehkan ziarah kubur. Al-Buthi berkata, “Belakangan ini banyak dari kalangan umat Islam yang mengingkari sampainya pahala kepada mayit, dan menyepelekan permasalahan ziarah ke kubur.”

2. Ziarah yang bid’ah, tidak sesuai dengan kesempurnaan tauhid. Ini merupakan salah satu sarana perbuatan syirik, di antaranya adalah ziarah ke kuburan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah di sisi kuburan. Bid‘ah sering diartikan dengan perbuatan yang tidak pernah diperintahkan maupun dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, tetapi dilakukan oleh sekelompok masyarakat dalam periode sesudah beliau wafat.

3. Ziarah kubur yang syirik, yaitu ziarah yang bertentangan dengan tauhid, misalnya mempersembahkan beberapa macam ibadah kepada ahli kubur, seperti berdo’a sebagaimana layaknya berdo’a kepada Allah, meminta bantuan dan pertolongannya, berthawaf di sekelilingnya, menyembelih kurban dan bernadzar untuknya dan lain sebagainya.

 

Penulis: Rahmi Rahmatussalamah

Bagaimana Pengertian, Hukum, Dalil, Dan Adab Ziarah Kubur?

Kata “Ziarah” menurut Bahasa berarti menengok, jadi ziarah kubur artinya menengok kubur. Sedangkan menurut syariat Islam, ziarah kubur itu bukan hanya sekedar tahu di mana ia dikubur, atau untuk mengetahui keadaan kuburan atau makam, akan tetapi kedatangan seseorang kekuburan adalah dengan maksud untuk mendo’akan kepada jenazah orang muslim yang dikubur dan meminta pahala dan ampunan untuknya atas bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dan kalimah-kalimah thayyibah, seperti tahlīl, tahmīd, tasbīh, shalawat dan lain-lain. Secara umum ziarah berarti menengok, yakni kunjungan ke kuburan untuk memintakan ampunan bagi mayit.

 

Ziarah kubur merupakan salah satu perbuatan yang mengalami perubahan (nasikh-mansukh). Pada masa awal Islam, Rasulullah Saw. melarang umat Islam untuk melaksanakan ziarah kubur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga akidah umat Islam di mana pada saat itu Rasulullah Saw. merasa khawatir jika ziarah kubur diperbolehkan, maka umat Islam yang masih lemah akidahnya akan percaya dan menjadi penyembah kuburan.

Setelah akidah umat Islam kuat dan tidak ada kekhawatiran untuk berbuat syirik, maka Rasululah Saw. membolehkan para sahabatnya untuk berziarah kubur karena ziarah kubur itu akan membantu orang yang hidup untuk selalu mengingat pada kematian dan memotivasi untuk bersemangat dalam beribadah.

 

Menziarahi kubur jenazah orang muslim ini hukumnya sunnah bagi laki-laki, sedangkan untuk wanita jika mentalnya tidak kuat, memecahkan tangis, lemah hati, susah dan berkeluh kesah maka hukumnya makruh. Jika sampai berlebihan, hingga meratap, maka hukumnya haram.

Berkaitan dengan hal ini, dalam sebuah riwayat, Rasulullah tidak hanya memerintahkan ziarah kubur, tapi beliau juga menjelaskan manfaat-manfaat dalam melaksanakan ziarah kubur. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا، فَإِنَّهُ يُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرً

“Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian, sesungguhnya ziarah kubur dapat melunakkan hati, menitikkan (air) mata, mengingatkan pada akhirat, dan janganlah kalian berkata buruk (pada saat ziarah).” (HR. Hakim)

 

>Baca Juga: Haul Tinggal Menghitung Hari, Apa Saja Yang Sudah Disiapkan? Dan Apa Haul Itu?

 

Perilaku ziarah kubur juga dilakukan oleh Rasulullah, hal ini beliau lakukan setelah malaikat Jibril menemui Rasulullah seraya berkata:

إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيْعِ فَتَسْتَغْفِرُ لَهُمْ

“Tuhanmu memerintahkanmu agar mendatangi ahli kubur baqi’ agar engkau memintakan ampunan buat mereka.” (HR. Muslim)

Setelah adanya perintah dari Allah untuk menziarahi kuburan Ahli Baqi’, Rasulullah membiasakan menziarahi tempat tersebut pada saat giliran menginap di rumah Aisyah radliyallahu ‘anha. Hal ini seperti tercantum dalam hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- – كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- – يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَقُولُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ

“Rasulullah setiap kali giliran menginap di rumah ‘Aisyah, beliau keluar rumah pada akhir malam menuju ke makam Baqi’ seraya mengucapkan salam: ‘Salam sejahtera atas kalian wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukmin. Segera datang apa yang dijanjikan pada kalian besok. Sungguh, kami Insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah ampunilah penghuni kubur Baqi’ Gharqad,” (HR. Muslim).

 

Berdasarkan dalil-dalil dalam hadits di atas, tidak dapat disangsikan lagi bahwa ziarah kubur adalah hal yang diperbolehkan bahkan tergolong sebagai hal yang dianjurkan (sunnah). Anjuran melaksanakan ziarah kubur ini bersifat umum, baik menziarahi kuburan orang-orang shalih ataupun menziarahi kuburan orang Islam secara umum. Hal ini seperti ditegaskan oleh Imam Al-Ghazali:

زيارة القبور مستحبة على الجملة للتذكر والاعتبار وزيارة قبور الصالحين مستحبة لأجل التبرك مع الاعتبار

“Ziarah kubur disunnahkan secara umum dengan tujuan untuk mengingat (kematian) dan mengambil pelajaran, dan menziarahi kuburan orang-orang shalih disunnahkan dengan tujuan untuk tabarruk (mendapatkan barakah) serta pelajaran” (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, juz 4, hal. 521)

Bahkan legalitas melaksanakan ziarah kubur ini telah disepakati oleh seluruh mazhab umat islam. Hal ini seperti disampaikan KH. Ali Maksum Krapyak dalam kitab Hujjah Ahlissunnah Wal Jama’ah hal. 53.

 

Adapun adab ziarah kubur antara lain yaitu:

  1. Ketika masuk area kuburan, disunnahkan mengucapkan salam kepada ahli kubur, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. mengajarkan kepada para sahabat agar ketika masuk kuburan mengucapkan:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ

 

:ا “Semoga keselamatan dicurahkan atasmu wahai para kubur dari orang-orang yang beriman dan orang-orang Islam. Dan kami, jika Allah menghendaki, akan menyusulmu. Aku memohon kepada Allah agar memberikan keselamatan kepada kami dan kamu sekalian (dari siksa).” (HR Muslim)

  1. Tidak duduk di atas kuburan, serta tidak menginjaknya. Berdasarkan sabda Nabi Saw. yang artinya “Janganlah kalian shalat (memohon) kepada kuburan, dan janganlah kalian duduk di atasnya.” (HR. Muslim)
  2. Tidak melakukan thawaf sekeliling kuburan atau kegiatan lainnya dengan niat untuk bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah Swt.) karena hal itu tidak pernah diajarkan oleh Nabi Saw.
  3. Tidak boleh memohon pertolongan dan bantuan kepada mayit, meskipun dia seorang Nabi atau wali sebab hal itu termasuk perbuatan syirik.
  4. Disunnahkan untuk ziarah kubur dengan tujuan mengambil pelajaran dan mengingat kematian.

 

Penulis: Rahmi Rahmatussalamah

Nikmat Tuhan Mana Lagi Yang Akan Kita Dustakan?

Diriwatkan, bahwa Amr bin Ka’ab dan Abu Hurairah r.a. pernah datang menemui Nabi Muhammad SAW. dan bertanya : “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berilmu?”

Nabi menjawab : “Orang yang berakal”.

Mereka bertanya pula : “ siapakah orang yang paling tekun beribadah?”

Nabi menjawab : “Orang yang berakal”.

Mereka bertanya pula : “Siapakah orang yang yang paling utama?”

Nabi menjawab : “Orang yang berakal. Segala sesuatu mempunyai senjata, dan senjata orang mukmin adalah akal. Setiap bangsa mempunyai pemimpin, dan pemimpin orang mukmin adalah akal. Dan setiap bangsa mempunyai cita-cita, dan cita-cita manusia adalah akal”.

Dari Aisyah r.a., ia berkata : “Akal itu ada sepuluh bagian. Lima diantaranya tampak, dan lima lainnya tidak tampak. Adapun bagian-bagian yang tampak itu ialah :

  1. Sebagaimana sabda Nabi SAW. :

من صمت نجا

Artinya : “Barangsiapa diam, maka ia selamat”.

Dan sabdanya :

من كثر كلامه كثر سقطه

Artinya : “Barangsiapa banyak bicaranya, maka sering pula ia terjatuh”.

  1. Santun.
  2. Rendah hati. Sebagaimana sabda Nabi SAW. :

من تواضع رفعه الله ومن تكبر وضعه الله

Artinya : “Barangsiapa bersikap rendah hati, maka Allah akan meninggikan (derajat)nya dan barangsiapa bersikap sombong, maka Allah akan menghinakannya”.

  1. Menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.
  2. Beramal saleh.

Adapun bagian-bagian akal yang tidak tampak adalah :

  1. Tafakkur (berpikir)
  2. Ibrah (mengambil pelajaran dari sesuatu kejadian)
  3. Merasa berat dengan dosa-dosa.
  4. Merasa takut kepada Allah SWT.
  5. Merasa dirinya hina.

Baca Juga>>Keutamaan Dan Amalan Di Bulan Rajab

Keindahan itu diciptakan dengan tujuh bagian : kelembutan, kemanisan, cahaya, sinar, kegelapan, keramahan dan kehalusan. Ketika semua makhluk dan semua hal telah diciptakan, maka tiap-tiap sesuatu diberi satu bagian dari bagian-bagian tersebut. Kelembutan diberikan kepada surga, kemanisan untuk bidadari, cahaya untuk matahari, sinar untuk bulan, kegelapan untuk malam, kelembutan dan kehalusan untuk angin. Alam besar, yaitu langit dan bumi, dihiasi dengan semua hal tersebut. Dan ketika Allah telah menciptakan Adam a.s. dan Hawa, yaitu alam kecil, maka Allah juga menghiasinya dengan hal-hal tadi. Kelembutan Dia berikan untuk ruhnya, kemanisan untuk lidahnya, cahaya untuk wajahnya, sinar untuk matanya, kegelapan untuk rambutnya, kelembutan untuk hatinya dan kehalusan untuk nuraninya.

 

Konon, susunan falak dan gugusan bintang adalah seperti susunan manusia. Jadi, sebagaimana falak itu ada tujuh, maka demikian pula anggota tubuh manusia. Falak terbagi menjadi dua belas gugusan bintang, maka demikian pula pada tubuh manusia terdapat dua belas lubang : dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, kubul dan dubur, dua payudara, mulut dan pusar. Enam gugusan bintang itu ada di sebelah selatan, dan enam lainnya ada di sebelah utara. Maka demikian pula halnya dengan lubang itu ada di belahan kanan manusia, dan enam lainnya ada di belahan kirinya. Dan pada falak ada tujuh bintang, demikian pula pada tubuh manusia ada tujuh kekuatan : pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, peraba, pemikir, dan pembicara. Jadi, Gerakan-gerakanmu adalah seperti gerakan-gerakan bintang, kelahiranmu seperti terbitnya bintang-bintang, dan kematianmu seperti tenggelamnya bintang-bintang. Dan ini perumpaan di alam atas.

Adapun perumpamaan di alam bawah adalah tubuhmu diumpamakan seperti bumi, tulang-tulangmu diumpamakan gunung-gunung, otakmu seumpama bahan-bahan mineral, keringatmu seumpama sungai-sungai, dagingmu seumpama tanah, rambutmu seumpama tumbuh-tumbuhan, wajahmu seumpama timur, punggungmu seumpama barat, tangan kananmu seumpama selatan, dan tangan kirimu seumpama utara, nafasmu seumpama angin, pembicaraanmu seumpama halilintar, tertawamu seumpama kilat, tangismu seumpama hujan, marahmu seumpama awan, tidurmu seumpama mati, jagamu seumpama hidup, masa mudamu seumpama musim panas, dan masa tuamu seumpama musim dingin. (Maha suci Allah, Pencipta yang sebaik-baiknya).

 

penulis : Rahmi Rahmatussalamah

Keutamaan Dan Amalan Di Bulan Rajab

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah umur kami bertemu dengan bulan Ramadhan.”

 

 

Keutamaan Bulan Rajab

 

  1. Orang yang memuliakan bulan Rajab akan dimuliakan oleh Allah Swt. dengan seribu kemuliaan di hari kiamat.
  2. Bulan Rajab adalah bulan yang disukai oleh Allah.
  3. Kemuliaan bulan Rajab terdapat dalam malam Isra’ Mi’rajnya.
  4. Jika berpuasa sehari di bulan Rajab akan mendapatkan surga tertinggi (Firdaus) dan akan lipat gandakan pahalanya.
  5. Jika berpuasa tiga hari yaitu pada tgl 1, 2, dan 3 Rajab, maka Allah akan memberikan pahala seperti 900 tahun berpuasa dan menyelamatkannya dari bahaya dunia, dan siksa akhirat.
  6. Puasa 3 hari di bulan Rajab akan dibuatkan parit yang aluaa untuk menghalangi orang tersebut ke neraka (panjangnya setahun perjalanan).
  7. Puasa 7 hari di bulan Rajab akan dilindungi dari 7 pintu neraka.
  8. Puasa 16 hari di bulan Rajab akan dipertemukan dengan Allah di dalam surga dan menjadi orang pertama yang menziarahi Allah dalam surga.
  9. Puasa satu hari di bulan Rajab seumpama puasa empat puluh tahun dan akan diberi air minum dari surga.
  10. Bulan Rajab merupakan bulan diampunkan dosa-dosanya yang bertaubat kepada-Nya.
  11. Bersedekah di bulan Rajab seperti bersedekah seribu kali lipat dan akan diangkat derajatnya.
  12. Kelebihan bulan Rajab dari segala bulan ialah seperti kelebihan Al-Quran diatas semua kalam (perkataan).
  13. Diampunkan dosa orang-orang yang meminta ampun dan bertaubat kepada-Nya.

 

 

Sabda Rasulullah SAW. tentang bulan Rajab :

 

Sabda Rasulullah SAW : “Pada malam Mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril : ‘Wahai Jibril untuk siapa sungai ini?’ Jibril menjawab : ‘Ya Muhammad, sungai ini adalah untuk orang yang membaca shalawat untuk engkau di bulan Rajab ini.’”

 

Dalam sebuah riwayat Tsauban bercerita : “Ketika kami berjalan bersama Rasulullah SAW. melalui sebuah kubur, Rasulullah berhenti dan beliau menangis dengan amat sedih, kemudian beliau berdo’a kepada Allah SWT.

Lalu saya bertanya kepada beliau: ‘Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis?’ Lalu beliau menjawab : ‘Wahai Tsauban, mereka sedang disiksa dalam kuburnya, dan saya berdoa kepada Allah, lalu Allah meringankan siksa kepada mereka’. Sabda beliau lagi: ‘Wahai Tsauban, kalau sekiranya mereka ini mau berpuasa satu hari dan beribadah satu malam saja di bulan Rajab niscaya mereka tidak akan disiksa di dalam kubur.’

Kami bertanya : ‘Ya Rasulullah, apakah hanya berpuasa satu hari dan beribadah satu malam dalam bulan Rajab sudah dapat mengelakkan dari siksa kubur?’ Sabda beliau: ‘Wahai Tsauban, demi Allah, Zat yang telah mengutusku sebagai nabi, tiada seorang lelaki dan perempuan muslim yang berpuasa satu hari dan mengerjakan shalat malam sekali dalam bulan Rajab dengan niat karena Allah, kecuali Allah mencatatkan dia seperti berpuasa dan mengerjakan sholat malam bertahun-tahun.’”

Baca Juga : Acara Makesta Kaderisasi IPNU Dan IPPNU Tahun 2023

 

Amalan dan Dzikir Di Bulan Rajab

 

Di bulan Rajab terdapat amalan khusus dan amalan umum. Amalan khusus adalah amalan yang dilakukan pada hari atau malam tertentu di bulan Rajab. Adapun amalan umum adalah amalan yang dilakukan selama bulan Rajab. Amalannya sebagai berikut:

  1. Memperbanyak membaca do’a :

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ فِى خَيْرٍ وَلُطْفٍ وَعَافِيَةٍ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

  1. Membaca setiap hari di pagi dan sore hari :

رَبِّ اغْفِرْلِي وَارْحَمْنِي وَتُبْ عَلَيَّ

  1. Membaca Sayyidul Istigfar di pagi dan sore hari :

اَللَّهُمَّ اَنْتَ رَبِّي لَا اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ خَلَقْتَنِي وَاَنَا عَبْدُكَ وَاَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اِسْتَطَعْتُ اَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّ مَا مَنَعْتُ اَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَاَبُوْءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْلِي فَاِنَّهُ لَايَغْفِرُ ذُنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ

  1. Membaca 100x setiap hari :
  2. Tanggal 1-10 :  سبحان الحيّ القيّوم
  3. Tanggal 11-20 : سبحان الاحد الصّمد
  4. Tanggal 21- 30 : سبحان الرّءوف الرّحيم
  5. Membaca di hari Jum’at terakhir di bulan Rajab, saat Khatib membaca do’a di khutbah kedua, sebanyak 35x :

اَحْمَدُ رَسُوْلُ اللهِ مُحَمَّدُ رَسُوْلُ اللهِ

 

Demikian diantara keutamaan juga amalan di bulan Rajab, tentu masih banyak lagi keutamaan lain juga amalan yang dianjurkan. والله اعلم

 

 

penulis : Rahmi Rahmatussalamah

Tawassul

 

Tawassul dalam tinjauan bahasa bermakna mendekatkan diri. Sementara menurut istilah, tawassul adalah pendekatan diri kepada Allah dengan wasilah (media/perantara), baik berupa amal shaleh, nama dan sifat, ataupun zat dan jah (derajat) orang shaleh semisal para Nabi, Wali dan lainnya.

Banyak sekali cara untuk berdoa agar dikabulkan oleh Allah SWT, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan didahului bacaan alhamdulillah dan shalawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar doa yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah SWT . Dengan demikian, tawassul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan

Diantara macam tawassul yang paling dipermasalahkan adalah tawassul dengan menyebut orang-orang shaleh (Shalihin) atau keistimewaan mereka di sisi Allah. Namun mayoritas ulama mengakui keabsahannya secara mutlak, baik saat para shalihin masih hidup maupun sepeninggalan mereka, berdasarkan dalil al-Qur’an, Hadits dan praktik tawasul para Sahabat Nabi seperti dalam firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُو اتَّقُواللهَ وَبْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. (المائده : 35)

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah perantara mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kalian berbahagia”. (QS. Al-Maidah: 35)

Kata al-Wasilah yang secara bahasa berarti perantara, jika ditinjau dengan disiplin ilmu ushul fiqih termasuk kata ‘amm (umum), sehingga mencakup berbagai macam perantara. Kata al-wasilah ini berarti setiap hal yang Allah jadikan sebagai sebab kedekatan kepadaNya dan sehingga media dalam pemenuhan kebutuhan dariNya. Prinsip sesuatu dapat dijadikan wasilah adalah sesuatu yang diberi kedudukan dan kemuliaan oleh Allah. Karenanya, wasilah yang dimaksud dalam ayat ini mencakup berbagai model wasilah, baik berupa Nabi dan Shalihin, sepanjang hidup dan setelah kematiannya, atau wasilah lain, seperti amal shaleh, derajat agung para Nabi dan Wali, dan lainnya. Jika salah satu wasilah tersebut tidak diperbolehkan, mestinya harus ada dalil mentakhsis (pengkhususan)nya. Jika tidak ada, maka ayat itu tetap dalam keumumannya, sehingga kata al-wasilah dalam ayat itu mencakup berbagai model wasilah atau tawassul yang ada.

Imam Syaukani mengatakan bahwa tawassul kepada Nabi Muhammad SAW  ataupun kepada yang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya  maupun  setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para sahabat. “Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.”

Bahwa Nabi SAW mengajarkan tawassul dengan menyebut zat beliau semasa hidup. Terbukti dalam doa disebutkan:

اَللَّهُمَّ إِنِيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم نَبِيِّ الرَّحْمةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ

“Wahai Allah, Aku memohon dan menghadap kepada-Mu, dengan menyebut Nabi Muhammad SAW, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sungguh aku menghadap kepada Tuhanmu dengan menyebutmu.”

Perlu kami jelaskan kembali bahwa tawassul secara bahasa artinya perantara dan mendekatkan diri. Disebutkan dalam firman Allah SWT:

 يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ

 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, ” (Al-Maidah:35).

Pasca Rasulullah SAW wafat, tawassul tersebut diajarkan oleh Sahabat ‘Utsman bin Hunaif kepada orang yang mempunyai kepentingan dengan Khalifah ‘Usman bin Affan: 

عن أبي جعفر الخطميّ المدنيّ عن أبي أمامة بن سهلِ بْنِ حنِيفٍ عن عمّهِ عثمانَ بن حُنيْفٍ: أنّ رجلا كان يختلف إلى عثمانَ بنِ عفان في حاجةٍ له, فكان عثْمانُ لايختلتْ إليهِ ولا ينظُرُ فيْ حاجتهِ. فلقيَ ابنَ حنيفٍ فشكى ذلكَ إليهِ, فقال لهُ عثمان بنُ حُنِيفٍ: ائتِ المضأةَ فَتَوضأ, ثمّ ائتِ المسجد فصلِّ فيه ركعتين. ثمّ قُل: اللّهمَ إني أسألكَ وأتوجه إليكَ بنبينا محمد صلي الله عليه وسلم نبيِّ الرحمة, يا محمد إني أتوجه بك إلى ربّي فتقضي لي حاجتي. وتذكر حاجتك ورحْ حتى أروحَ معكَ. فانطلق الرّجلُ فصنع ما قال له. ثمّ اتى باب عثمان بن عفّان, فجاء البوّابُ حتى أخذ بيده, فأدخله على عثمان بن عفان, فأجلسه معه على الطنفسة, فقال: حاجتك؟ فذكر حاجته وقضاها له, ثمّ قال له: ما ذكرت حاجتك حتى كن الساعة. وقال: ما كانت لك من حاجة, فذكرها. ثمّ إنّ الرّجل خرج من عنده فلقيَ عثمان بن حنيفٍ, فقال له: جزاك الله خيرًا ما كان ينظر في حاجتى ولايلتفتُ إليَّ حتى كلمتهُ فيِّ, فقال عثمان بن حنيفٍ: واللهِ ماكلمته ولكني شهدت رسواللهِ وأتاه ضريرٌ, فشكى إليه ذهابصره, فقال له النبي صلى الله عليه وسلم: فتصبر. فقال: يا رسول الله, ليس لى قائدٌ وقد شقّ عليّ. فقال النبيّ صلى الله عليه وسلم: ائت المضأ, ثمّ صلّ ركعتينى ثمّ ادع بهذه الدعواتِ. قال ابن حنيفٍ: فوالله ما تفرّقنا وطالَ بنا الحديث حتى دخل علينا الرجل كأنه لم يكن به ضرٌّ قطُّ. (رواه الطبراني)

“Dari Abu Ja’far al-Khathmi al-Madani, dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya, ‘Utsman bin Affan, sungguh seorang lelaki mendatangi ‘Utsman bin Affan dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Lalu ‘Utsman bin Affan RA tidak memperhatikan dan tidak memenuhi kebutuhannya. Beliau kemudian berjumpa Ibn Hunaif dan mengadukan peristiwa itu padanya. Lalu Ibn Hunaif berkata padanya; “Pergilah ke tempat wudhu, berwudhu, masuklah masjid shalatlah dua raka’at di dalamnya, kemudian berdoalah (dengan redaksi): “Ya Allah, Aku memohon dan menghadap kepadamu dengan (menyebut) Nabi-Mu, Muhammad SAW, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, Aku menghadap kepada tuhanmu dengan (menyebut)mu, maka penuhilah kebutuhanku. Tenanglah sampai aku istirahat bersamamu.” Lalu orang itu pergi melaksanakan nasihat Ibn Hunaif. Kemudian beliau mendatangi ‘Utsman bin Affan dan (saat sampai di pintunya) beliau disambut penjaganya. Lalu tangannya digandeng dan diantar menghadap ‘Utsman. Beliau dipersilahkan duduk bersamanya di atas permadani, kemudian ditanya: “Apa yang kamu butuhkan? Lelaki itu menyebutkan kebutuhannya, lalu ‘Utsman memenuhinya. Beliau berkata: “Apakah kamu masih mempunyai kebutuhan yang lain, maka silahkan anda sebutkan?” Lelaki itu kemudian pulang dan bertemu dengan ‘Utsman bin Hunaif, beliau berkata: Semoga Allah memberi balasan terbaik bagimu. ‘Utsman bin Affan RA tidak memenuhi kebutuhanku dan memperhatikanku sampai engkau membicarakan kebutuhanku padanya.” ‘Utsman bin Hunaif menjawab: “Demi Allah Aku tidak berbicara padanya, namun aku pernah bersama Rasulullah SAW, dan beliau didatangi orang buta dan mengadukan kebutaannya pada beliau. Kemudian Nabi SAW berkata: “Bersabarlah! “Lelaki itu menjawab: “Wahai Rasulullah SAW, Aku tidak punya pemadu dan kerepotan. Nabi SAW menjawab: “Pergilah ke tempat wudhu, berwudhulah, lakukan shalat dua raka’at, kemudian berdoalah dengan doa-doa ini (yang ‘Utsman bin Hunaif ajarkan kepada lelaki itu). Lalu Ibn Hunaif berkata: “Demi Allah, kami belum sempat berpisah dan perbincangan kami belum begitu lama sampai lelaki itu datang (ke tempat kami) dan sungguh seolah-olah ia tidak pernah buta sama sekali.” (HR. At-Thabarani).

Berpijak pada kisah ini maka Tawassul dengan menyebut nama pribadi orang shaleh pasca kematiannya dibolehkan. Sehingga tawassul kepada mereka baik semasa hidupnya maupun pasca kematiannya sama-sama masyru’iyyah atau dibenarkan oleh syariat.

 

Sumber: Khazanah Aswaja

Editor: HasbiSayyid

 

.