Dilema Nikel Raja Ampat: Menyelamatkan Alam atau Mengejar Tambang
Di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, keberadaan tambang nikel menimbulkan polemik serius. Menurut pegiat literasi lokal, Alan Ambrau, meskipun pemerintah pusat melalui Menteri ESDM telah menutup empat dari lima perusahaan tambang di daerah tersebut, satu perusahaan besar bernama PT Gag Nikel masih tetap beroperasi. Alan menilai bahwa perusahaan inilah yang paling berpotensi membahayakan ekosistem di sekitar.
Alan yang berdomisili di Distrik Kofiau menyampaikan bahwa masyarakat lokal kini terbagi menjadi dua kelompok: sebagian mendukung tambang karena alasan ekonomi, sementara sebagian lainnya menentang karena dampaknya terhadap lingkungan dan pariwisata. Mereka yang mendukung umumnya bekerja di perusahaan tambang dan merasa belum merasakan manfaat langsung dari industri pariwisata yang selama ini menjadi ikon Raja Ampat.
Di sisi lain, kelompok yang menolak tambang berasal dari kalangan pelaku wisata lokal. Mereka khawatir bahwa aktivitas tambang, khususnya di Pulau Gag yang dikenal sebagai lokasi menyelam (diving), akan merusak lingkungan laut dan mengganggu ekosistem yang menjadi daya tarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Terkait izin usaha pertambangan (IUP), Alan mengungkapkan bahwa empat perusahaan telah dihentikan izinnya, yaitu PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham. Namun, PT Gag Nikel yang merupakan bagian dari anak usaha BUMN tetap mendapat izin operasi. Hal ini memunculkan dugaan ketimpangan dalam proses evaluasi perizinan.
Alan menyuarakan keprihatinannya atas keberlanjutan alam Raja Ampat. Ia memperkirakan bahwa tanpa pengawasan yang ketat, wilayah wisata dan pulau-pulau kecil di sana bisa mengalami kerusakan signifikan dalam kurun waktu 10 hingga 20 tahun ke depan. Ia juga menyoroti absennya skema alternatif bagi para pekerja tambang jika nantinya aktivitas pertambangan dihentikan sepenuhnya.
Kritik serupa juga disampaikan oleh Ketua PBNU, Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali), yang menegaskan bahwa eksploitasi sumber daya alam selama ini lebih menguntungkan segelintir elite tanpa memberikan dampak signifikan pada kesejahteraan rakyat. Ia mendorong pemerintah agar mulai beralih dari ketergantungan pada eksploitasi sumber daya alam menuju pembangunan sumber daya manusia.
Pemerintah melalui Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah mengambil langkah untuk menghentikan empat IUP sebagai bagian dari arahan Presiden. Namun, keputusan untuk membiarkan PT Gag Nikel tetap beroperasi memunculkan pertanyaan besar dari masyarakat dan pegiat lingkungan mengenai arah kebijakan tambang di kawasan konservasi laut sekelas Raja Ampat.
Editor: M Wildan Musyaffa
Sumber: Nu.or.id