Takbir di Pagi Hari, Qurban di Siang Hari: Sehari Penuh Berkah di Pesantren

📍 Yayasan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Pusat, 🗓️ 6 Juni 2025, 10 Dzulhijjah 1446 H Idul Adha, Hari ini, mentari pagi menyapu halaman pesantren dengan cahaya hangat. Suara takbir menggema dari mushala, menyatu dengan langkah-langkah kecil para santri yang bersiap menyambut hari istimewa: Yaitu Hari Raya Idul Adha. Di sudut halaman, seekor sapi qurban berdiri tenang, dan juga kambing yang tak melawan, tak gelisah, seakan tahu bahwa kehadirannya bukan sekadar simbol, tetapi bagian dari ibadah yang penuh cinta dan pengorbanan.

Hari Raya Idul Adha adalah salah satu momen paling sakral dalam kalender Islam. Ia bukan sekadar perayaan tahunan, melainkan perwujudan ketaatan, keikhlasan, dan kepedulian sosial. Di pesantren, pelaksanaan Sholat Idul Adha menjadi momentum pendidikan spiritual yang nyata. Santri tidak hanya diajak untuk memahami makna ibadah secara teoritis, tetapi juga untuk merasakannya secara langsung dalam suasana yang khusyuk dan penuh keberkahan.

Kegiatan Sholat Idul Adha di Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Pusat menjadi bagian penting dari pembentukan karakter santri. Sholat dilaksanakan secara berjamaah dengan bimbingan para asatidz, diikuti dengan khutbah yang menggugah hati dan memperdalam pemahaman makna pengorbanan.

Pelaksanaan Sholat Idul adha di Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ bukan hanya menjadi kewajiban ibadah, tetapi juga bagian dari proses pendidikan yang bermakna. Melalui sholat berjamaah dan refleksi spiritual, santri diajak memahami bahwa hidup bukan sekadar tentang diri sendiri, tetapi juga tentang memberi, berkorban, dan patuh kepada perintah Allah SWT. Semoga kegiatan ini menjadi amal jariyah dan inspirasi bagi pelaksanaan ibadah di tahun-tahun berikutnya.

Intisari Hari Raya Idul Adha bukan sekadar perayaan, ia adalah panggilan untuk meneladani kesabaran Nabi Ibrahim dan ketaatan Nabi Ismail. Dan di pelataran pesantren, gema kisah agung itu kembali hidup, bukan hanya dalam ceramah, tapi dalam tindakan nyata.

Di pesantren, qurban menjadi ladang amal sekaligus ladang ilmu. Di sinilah para santri belajar bukan hanya tentang fiqih penyembelihan, tapi juga tentang manajemen kepercayaan, pengabdian kepada umat, dan kepedulian sosial. Setiap hewan yang dikurbankan bukan hanya menyisakan daging, tetapi meninggalkan pelajaran tentang ketulusan dan kebersamaan.

Jurnal ini merupakan saksi atas proses itu. Ia bukan hanya laporan kegiatan, melainkan kisah kolektif tentang bagaimana pesantren menjadikan qurban sebagai media pendidikan spiritual, sosial, dan organisatoris. Karena bagi kami, qurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tapi menyuburkan jiwa.

Laporan ini hadir untuk merekam jejak kebaikan itu. Sebuah catatan sederhana tentang bagaimana qurban menjadi bagian dari kehidupan pesantren yang penuh makna—bukan hanya untuk mereka yang menerima, tetapi juga bagi mereka yang belajar memberi.

Idul Adha adalah momentum penting dalam Islam yang mengajarkan nilai keikhlasan, kepedulian sosial, dan semangat berkorban. Sebagai bagian dari pelaksanaan ibadah serta pembelajaran keagamaan, Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ secara rutin melaksanakan kegiatan penyembelihan hewan qurban setiap tahunnya.

Tahun ini, kegiatan qurban dilaksanakan dengan semangat kolaborasi antara Dewan Sepuh, Dewan Ampuh, Masyarakat Santri, Pengurus.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan, Sesudah Sholat Idul Adha, Halaman pinggir Masjid Al-Jamal, Komplek Pesantren. Adapun jenis dan jumlah hewan qurban akan disebutkan di bawah ini:

  1. Sapi: 7 Ekor | Kambing: 5 Ekor | Para Masyaikh Sepuh Wa Ampuh & Donatur Muhibbin Pesantren & Wali santri

Total hewan qurban keseluruhan mencapai: 12 Ekor

Data Donatur Hewan Qurban di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Pusat 1446 H

  1. H Abdul Halim Rohmatulloh Bin Abah H. Ma’mun Watma
  2. Siti Quraesin Binti H. Abdul Halim Rohmatulloh
  3. Akang Haji Acep sanusi Bin K.H. Tajudin
  4. Elsa Derita Wati Bin H. Jenal
  5. Hafidz Abdul Mujib Bin Dian Heri Permana
  6. Hanif Abdul Muhyi Bin Dian Heri Permana
  7. Hilya Raudhatul Hailalah Binti Dian Heri Permana
  8. Afika Najla Safana Binti Pepen
  9. Salwa Binti H. Asep Hilman
  10. ⁠Alparel Addikro Silitonga Bin Rahmat Hidayat Silitonga
  11. ⁠Ade Raina Aulia Binti H. Asep Saepulloh
  12. ⁠Ibu Karmilah Binti Bapak Kamad
  13. Rina Anggraeni Binti Wasep

Dan untuk penyembelihan dilakukan dengan melibatkan Dewan sepuh juga Dewan ampuh, dan untuk pengemasan dan pemotongan dilakukan oleh santri bagian panitia qurban, pendistribusian daging dibagikan kepada santri, warga sekitar pesantren, dan mustahik yang sudah terdata.

Sekapur sirih, kami segenap keluarga besar Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Pusat mengucapkan Jazakumullahu Khairan Katsiran kepada seluruh donatur yang telah dengan ikhlas menyalurkan hewan qurban melalui lembaga kami.

Semoga amal qurban yang Bapak/Ibu/Saudara sekalian tunaikan diterima oleh Allah ﷻ sebagai bentuk ketakwaan dan keikhlasan, serta menjadi wasilah turunnya keberkahan, rezeki yang melimpah, dan keselamatan dunia akhirat.

Doa kami, semoga Allah ﷻ membalas kebaikan para donatur dengan balasan terbaik, menjadikan setiap tetesan darah qurban sebagai penghapus dosa dan penyelamat di hari hisab kelak.

Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Tanggapan dan Harapan

”Qurban untuk Umat, dari Pesantren yang Bermartabat, ini bukan sekadar seremonial, tapi juga pelajaran hidup bagi santri. Kami harap semangat ini terus tumbuh setiap tahun.”

Penutup

Kegiatan qurban tahun ini di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Pusat berjalan dengan lancar dan penuh khidmat. Semoga Allah SWT menerima ibadah qurban seluruh pihak yang berkontribusi dan menjadikannya amal jariyah. Terima kasih kepada para donatur, panitia, dan seluruh elemen yang terlibat.

Wallahu Muwafiq Ilaa Aqwamitthoriq

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pewarta: M Wildan Musyaffa

Mengapa Puasa Hari Senin Kamis Disunnahkan?

 Mengapa puasa ini disunahkan? Karena dalam sabda Nabi dikatakan bahwa amal manusia disetorkan pada hari senin dan kamis, maka alangkah baiknya kita menyetorkan amal kita pada hari tersebut dalam keadaan berpuasa.

Adapun niat puasa Senin dan Kamis yaitu:

Puasa Senin :

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا الْيَوْمِ عَنْ أَذَاءِ سُنَّةِ يَوْمِ الاِثْنَيْنِ لِلهِ تَعَالَى

Puasa Kamis :

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا الْيَوْمِ عَنْ أَذَاءِ سُنَّةِ يَوْمِ الْخَمِيْسِ لِلهِ تَعَالَى

Keutamaan Puasa Senin-Kamis Ada beberapa keutamaan yang dimiliki oleh puasa senin kamis, diantaranya yaitu :

  1. Puasa yang selalu dilakukan oleh Rasulullah. Siti ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata :

رواه الترمذي واحمد كَانَ النَّبِيُّ يَتَحَرَّى صَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْثِ

Artinya “Nabi SAW selalu menjaga puasa Senin Kamis”

    (HR Tirmidzi dan Ahmad).

  • Hari penyetoran amal manusia

   Hari Senin dan Kamis merupakan hari penyetoran amal manusia. Sebuah kelebihan tersendiri, jika amal kita disetor dalam kindisi berpuasa. Dalam satu riwayat dijelaskan, suatu ketika Usmah bin Zaid pergi bersama budaknya ke bukit al-Qura. Saat itu kondisi Usmah berpuasa, sementara usianya sudah lanjut. Sang budak pun bertanya : “Mengapa engkau berpuasa Senin-Kamis padahal engkau sudah lanjut usia?” Usmah menjawab “ Sesungguhnya Nabi Muhhammad SAW berpuasa pada hari Senin dan Kamis”. Ketika Nabi ditanya tenteng hal itu, beliau menjawab :

اِنَّ اَعْمَالَ الْعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الخَمِيْس

Artinya: “Sesungguhnya amalan para hamba disampaikan pada hari Senin dan Kamis.”

        Dalam hadits lain, beliau bersabda:

تُعْرَضُ الاَعْمَالُيَوْمَالاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيس فَاٌحِبُّ اَنْ يُعْرَضُ عَمَلِئ وَاَنَا صَاءِمٌ

Artinya: “Amal perbuatan manusia akan disampaikan pada setiap setiap hari Seninn dan Kamis. Maka aku ingin amalku diserahkan saat aku berpuasa”. (HR Tirmidzi).

    Berkaitan dengan hadits di atas, Syekh Sulaiman Al-Bujairami (w. 1806 M) menjelaskan, setiap hari amalan manusia dicatat oleh malaikat sebanyak dua kali, yaitu waktu siang dan malam. Untuk setiap minggunya yaitu hari Senin dan Kamis, amal akan disetorkan kepada Allah SWT. Sementara untuk setiap tahunnya, disetorkan pada malam Nisfu Sya’ban.

  • Hari Senin dan Kamis

   Adalah hari dibukanya pintu surga Termasuk keistimewaan puasa Senin Kamis berikutnya adalah pada kedua hari itu Allah membuka pintu surga-Nya.

 Rasulullah pernah bersabda:

تُفْتَحُ اَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيْسِ فَيَغْفِرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْاًًًًًًًً اِلاَّ رَجُلاً كَنَتْ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ اَخِيِهِ شَحْنَاءُ

Artinya: “Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Semua dosa hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu akan diampuni, kecuali bagi orang yang antara dia dan saudaranya terdapat kebencian dan perpecahan.” (HR Muslim, No. 4652)

  • Hari kelahiran dan kewafatan Rasulullah

     Hari Senin merupakan hari lahir sekaligus kewafatan Rasulullah. Dalam satu hadits dijelaskan:

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اَلاِثْنَيْنِ قَالَ : ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَيَوْمٌ بُعِثَْتُ اَوْ اُنْزْلَ عَلَىَّ فِيْهِ ( رواه مسلم )

Artinya: Nabi ditanya soal puasa pada hari Senin, beliau menjawab, ‘Pada hari itu aku dilahirkan  dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR Muslim: 1162)

       Menurut sejarawan Safyurrahman al-Mubarakfuri dalam kitab Rahiq al-Makhtum, Nabi dilahirkan pada hari Senin, tanggal 9 Rabiul awal. Menurut para pakar, kelahiran Rasulullah bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April tahun 571 M, sebagaimana hasil analisis ulama besar bernama Muhammad bin Sulaiman al-Manshurfuri dan seorang astrolog (ahli ilmu falak) bernama Mahmud Pasha. Nabi pun wafat pada hari senin, tanggal Rabiul Awal 632 M.

Sumber: Kitab Fathul Wahab

Editor: Nawal Amiroh N

Puasa Arafah Hapuskan Dosa

Puasa menurut etimologi yaitu menahan. Sedangkan menurut terminologi adalah menahan diri dari sesuatu yang dapat membatalkan puasa dengan jalan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan puasa kita tidak hanya menahan lapar dan haus saja melainkan menahan diri dari ghibah, bersetubuh, dan lain-lain. Puasa merupakan salah satu amal ibadah yang sangat dianjurkan dalam islam karena memiliki banyak manfaat spiritual dan pahala yang besar.

Tidak dibenarkan jika merasa cukup hanya dengan melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan lalu meninggalkan puasa-puasa sunnah. Karena justru dengan puasa sunnah itulah seseorang akan meraih derajat tinggi di surga Firdaus. Jangan sampai pada hari kiamat menyesal karena melihat kedudukan orang-orang ahli puasa tampak seperti bintang-bintang yang tinggi dan gemerlapan. Mereka berada di tingkatan yang tertinggi di kalangan penghuni surga.

Hari-hari mulia dan agung yang pahala puasanya sangat besar adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits-hadits nabi. Diantaranya adalah puasa hari Arafah bagi orang yang tidak haji, puasa asyuro, puasa pada sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah, dan puasa sepuluh hari awal bulan Muharram, Rajab, dan Syaban.

Puasa-puasa sunnah perbulan dapat melebur dosa-dosa yang terjadi selama sebulan, yaitu dengan melakukan puasa di awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan. Begitu juga pada hari-hari putih, yaitu tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas. Sementara berpuasa di hari-hari dan bulan-bulan yang telah disebutkan akan melebur dosa-dosa yang terjadi selama satu tahun.

Allah SWT menjelaskan bahwa puasa adalah benteng atau pelindung bagi seorang hamba dari api neraka. Dalam era modern ini tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak yang memandang sebelah mata tentang puasa sunat. Perlu kita ketahui baghwa puasa sunat tidak diwajibkan untuk dikerjakan, tapi banyak sekali manfaat dan hikmah yang dapat diperoleh.

Karena itu penting kiranya bagi orang-orang yang beraliran ahlussunnah wal jama’ah untuk memahami dan mengetahui yang menjadi dasar hukum untuk melaksankan puasa sunat. Perlu juga mengetahui beberapa puasa yang menjadi sunat Rasulullah SAW. Salah satunya adalah puasa Arafah.

Puasa Arafah adalah puasa sunat yang dilaksanakan pada tanggal  9 Dzulhijah, disunatkan bagi selain orang yang dalam perjalanan, berhaji, oleh karena itu, tentu saja akan berbeda bagi orang yang dalam perjalanan dan berhaji, maka disunatkan berbuka.

Menurut Abu Qatadah R.A berkata, Rasulullah bersabda:

عن ابي قتاده قال : فال رسولالله صلى الله عليه و سلم : صيام يوم عرفة اني احتسب على الله ان يكفر السنة التي قبله و السنة التي بعده ( رواه المسلم )

Artinya: “Dari Abu Qatadah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, ‘Puasa pada hari Arafah, sungguh aku berhadap kepada Allah bahwa ia akan menghapuskan dosa tahun yang telah lalu dan tahun yang akan datang.”

     Keutamaan puasa Arafah adalah menebus dosa satu tahun yang lalu dan tahun yang akan datang. Selain itu, hari Arafah termasuk hari Dimana Allah banyak membebaskan hamba-Nya dari siksa api neraka.

صوم عر فة السنة الماضية والباقية ( رواه المسلم )

Artinya, “Puasa Arafah melebur dosa satu tahun lalu dan satu tahun yang akan datang (HR Muslim)

Artinya:”Tidak ada satu hari yang di dalamnya Allah lebih banyak membebaskan hamba dari siksa neraka selain hari Arafah,”

Hanya saja orang yang sedang menunaikan ibadah haji tidak disunatkan menunaikan puasa ini. Mereka dianjurkan berbuka karena mengikuti apa yang dilakukan nabi SAW. Salah satu tujuannya untuk lebih menguatka doa pada hari itu.

Keutamaan Puasa Arafah

1. Mendapat Ampunan Dosa Setahun Sebelumnya dan Akan Datang
Keutamaan puasa Arafah yang pertama adalah dihapuskannya dosa dua tahun yang lalu dan yang akan datang. Sebagaimana telah disebutkan dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:

صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية

Artinya: “Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun yang telah lalu dan akan datang, dan puasa Asyura (tanggal 10 Muharram) menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim)

2. Terbebas dari Siksa Neraka
Bagi muslim yang melaksanakan puasa Arafah, maka akan dijanjikan terbebas dari siksa api neraka. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ؟

Artinya: Tidak ada hari di mana Allah membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu membanggakan mereka di depan para Malaikat dan berkata: ‘Apa yang mereka inginkan?. (HR. Muslim)

Hukum Puasa Arafah hukumnya sunnah bagi orang yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sedang mengerjakan ibadah haji, puasa Arafah hukumnya menjadi makruh.

Rasulullah SAW juga tidak melakukan puasa ketika Hari Arafah. Hal ini berdasarkan suatu riwayat di mana nabi mengkonsumsi semangkok susu yang dikirimkan kepada beliau sementara beliau berdiri di tempat wukuf. Kemudian beliau meminumnya sementara orang-orang melihatnya.

Niat Puasa Arafah
Bagi umat Islam yang hendak menunaikan puasa Arafah dapat mengawalinya dengan berniat. Niat puasa Arafah tidak harus diucapkan, namun juga dapat diniatkan dalam hati dengan ketulusan bersungguh-sungguh ibadah kepada Allah SWT.

Berikut niat puasa Arafah yang dapat dilafalkan.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ يَوْمِ عَرَفَةَ لِلهِ تَعَالَى

Artinya: Aku berniat puasa sunnah Arafah esok hari karena Allah SWT.

Tata Cara Melaksanakan Puasa Arafah


Tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan puasa sunah pada umumnya, puasa Arafah dapat dikerjakan mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Dilansir dari laman Badan Amal Zakat Nasional (Baznas), Berikut cara mengamalkan puasa Arafah.

1. Membaca niat puasa Arafah di malam hari atau sebelum fajar terbit.

2. Makan sahur sebagai salah satu sunah puasa agar mendapatkan pahala dan keberkahan. Makan sahur juga membantu memudahkan ibadah puasa agar lebih kuat menahan lapar dan haus.

3. Menahan diri dari segala hal yang bisa membatalkan puasa, seperti makan, minum, atau melakukan hubungan suami istri.

4. Berbuka saat matahari terbenam atau sudah memasuki waktu magrib.

Arafah adalah hari terbaik kita untuk berdoa kepada allah. Saat kita dalam masalah dan membutuhkan solusi pada tanggal 9 dzulhijjah ini merupakan kesempatan untuk berdoa. Rasulullah bersabda tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa.

Editor: Siti Lidiana

Apakah Tawasul Itu Syirik? Baca Ini Terlebih Dahulu !

Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam terbanyak di dunia. Mayoritas aliran yang dianut warga muslim Indonesia adalah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja).  Selain Ahlussunnah wal Jama’ah, ada aliran lain yang diikuti sebagian kecil masyarakat Indonesia, seperti aliran Wahabi, LDII, dan Ahmadiyah.

Mirisnya, sejumlah aliran selain Aswaja ini berkampanye untuk menyalahkan amalan-amalan yang dibolehkan oleh Ahlussunnah wal Jama’ah. Di antaranya adalah ziarah, merayakan maulid Nabi, tahlilan, tawasul, dan sebagainya.

Apa itu Tawasul menurut Aswaja?

Berdoa kepada Allah dengan perantara amal saleh atau sosok mulia (seperti Nabi Muhammad), bukan menyembah perantaranya.

Dan, Apakah Tawasul Boleh?

Boleh, bahkan disepakati kebolehannya jika menggunakan amal saleh.
➡️ Tawasul melalui Nabi atau orang saleh juga boleh selama diyakini hanya sebagai wasilah, bukan yang mengabulkan doa.

Kenapa Ada Yang Bilang Tawasul Syirik?

Kelompok seperti Wahabi salah paham, mengira kita menyembah perantara. Padahal, menurut Aswaja, kita tetap berdoa kepada Allah — perantara hanya bentuk cinta dan penghormatan.

Oleh karena itu, kita sebagai pengikut Ahlusunnah wal Jama’ah, kita harus mengetahui pola pikir ulama kita mengenai amalan-amalan yang dibolehkan. Agar keyakinan kita tidak mudah goyah ketika didebat oleh kelompok lain. Dan yuk fokus pembahasan kita kali ini adalah tawasul. Penasaran? Mari kita ulas hingga tuntas!

Tawasul yang Disepakati Kebolehannya

Meskipun ada kelompok yang menyalahkan tawasul yang dilakukan oleh Ahlussunnah wal Jama’ah (akan dijelaskan nanti), ada satu cara tawasul yang disepakati semua ulama atas kebolehannya. Yaitu tawasul menggunakan amal saleh yang kita miliki.

📚 Kebolehan tawasul ini berlandaskan hadis yang mengisahkan tiga orang sedang terjebak di dalam satu gua. Orang pertama berdoa kepada Allah dan menjadikan amal baiknya kepada orang tua sebagai wasilah. Orang kedua menggunakan usahanya menjauhi maksiat ketika hendak melakukannya sebagai wasilah. Sedangkan orang ketiga menggunakan perilaku amanah dan menjaga diri dari harta orang lain kemudian menyerahkan semua kepada pemiliknya sebagai wasilah. Kemudian Allah mengeluarkan mereka dari gua tersebut sebab doa dan tawasul yang mereka lakukan.

Tawasul yang Diperdebatkan

Pandangan kelompok lain menganggap tawasul yang dilakukan oleh Ahlussunnah wal Jama’ah seperti melakukan tawasul dengan zat atau manusia merupakan tindakan syirik. Contohnya seperti kita berdoa dan mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku bertawasul kepada-Mu melalui nabi-Mu (Muhammad Saw).”

Menurut Sayyid Alwi Al-Maliki, sebenarnya tidak ada masalah ketika menggunakan tawasul semacam ini. Karena dengan mengucapkan tawasul di atas sama halnya kita mengatakan:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِمَحَبَّتِيْ لِنَبِيِّكَ

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku menjadikan rasa cintaku kepada Nabi-Mu sebagai wasilah kepada-Mu.”

Jika tawasul yang disepakati kebolehannya adalah tawasul dengan amal saleh, secara tidak langsung juga membolehkan tawasul ala Ahlussunnah wal Jama’ah. Sekilas tawasul yang kita lakukan memang tertuju pada orang. Tetapi, jika kita renungi lebih dalam, yang kita jadikan tawasul bukan orangnya. Melainkan rasa cinta kita terhadap orang yang dijadikan wasilah. Ini termasuk tawasul dengan amal saleh!

Pengertian Tawasul Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah

Mengutip dari kbbi.kemdikbud.go.id, tawasul berarti memohon atau berdoa kepada Allah Swt. dengan perantara nama seseorang yang dianggap suci dan dekat kepada Allah. Ini jika kita tinjau dari bahasa Indonesia. Bagaimana menurut Ahlussunnah wal Jama’ah?

Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Husaini, dalam kitabnya yang bernama Mafahim Yajibu an Tushahah, beliau mencantumkan empat poin yang harus diketahui untuk memahami hakikat tawasul menurut Ahlussunnah wal Jama’ah.

Pertama. Tawasul hanya sekadar perantara atau wasilah untuk membantu kita mendekatkan diri kepada Allah. Dan ini adalah salah satu cara berdoa. Tidak lebih dari itu.

أَوَّلًا: أَنَّ التَّوَسُلَ هُوَ أَحَدُ طُرُقِ الدُّعَاءِ وَبَابٌ مِنْ أَبْوَابِ التَّوَجُّهِ إِلَى اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، فَالْمَقْصُوْدُ الْأَصْلِيُّ الْحَقِيْقِيُّ هُوَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، وَالْمُتَوَسَّلُ بِهِ إِنَّمَا هِيَ وَاسِطَةٌ وَوَسِيْلَةٌ لِلتَّقَرُّبِ إِلَى اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، وَمَنْ اِعْتَقَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَقَدْ أَشْرَكَ.

Artinya: “Pertama. Tawasul adalah salah satu dari cara berdoa dan salah satu pintu untuk menghadap Allah. Dan inti dari doa tersebut adalah Allah Swt. Dan orang yang dijadikan wasilah hanyalah sebagai perantara belaka untuk mendekatkan diri kepada Allah. Barang siapa yang meyakini selain keterangan ini, maka dia menjadi syirik.”

Kedua. Orang yang melakukan tawasul, itu hanya karena kecintaannya terhadap orang yang dijadikan wasilah dan meyakini bahwa Allah mencintai orang tersebut.

ثَانِيًا: أَنَّ المُتَوَسِّلَ مَا تَوَسَّلَ بِهَذِهِ الوَاسِطَةِ إِلَّا لِمَحَبَّتِهِ لَهَا وَاعْتِقَادِهِ أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يُحِبُّهُ، وَلَوْ ظَهَرَ خِلَافَ ذَلِكَ لَكَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ عَنْهَا وَأَشَدَّ النَّاسِ كَرَاهَةً لَهَا.

Artinya: “Kedua. Orang yang melakukan tawasul tidak menjadikan orang sebagai wasilah kecuali karena kecintaannya terhadap orang tersebut dan meyakini bahwa Allah juga mencintainya. Jika zahirnya tidak demikian, maka dia adalah orang yang paling jauh dan benci kepada orang yang dijadikan wasilah.”

Ketiga. Ketika orang yang memahami bahwa orang yang dijadikan wasilah bisa memberi manfaat dan mafsadat seperti Allah atau hampir setara dengan Allah, maka termasuk orang yang syirik.

ثَالِثًا: أَنَّ المُتَوَسِّلَ لَوْ اعْتَقَدَ أَنَّ مَنْ تَوَسَّلَ بِهِ إِلَى اللهِ يَنْفَعُ وَيَضُرُّ بِنَفْسِهِ مِثْلَ اللهِ أِو دُوْنَهُ فَقَدْ أَشْرَكَ

Artinya: “Ketiga. Seandainya orang yang melakukan tawasul meyakini bahwa orang yang dijadikan wasilah bisa memberikan manfaat dan mafsadat seperti Allah atau hampir setara dengan Allah maka dia menjadi syirik.”

Keempat. Dikabulkan atau tidaknya doa, tidak bergantung pada tawasul.

رَابِعًا: أَنَّ التَّوَسُّلَ لَيْسَ أَمْرًا لَازِمًا أَوْ ضَرُوْرِيًّا وَلَيْسَتْ الإِجَابَةُ مُتَوَقِّفَةً عَلَيْهِ، بَلِ الْأَصْلُ دُعَاءُ اللهِ تَعَالَى مُطْلَقًا كَمَا قَالَ تَعَالَى وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ وَكَمَا قَالَ تَعَالَى قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى

Artinya: “Keempat. Sesungguhnya tawasul itu bukan hal yang harus dilakukan. Dan tawasul tidak menjamin atas dikabulkan atau tidaknya sebuah doa, tetapi secara mutlak yang dilakukan adalah berharap kepada Allah. Seperti firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 186, “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat” atau dalam surat Al-Isra’ ayat 110 “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Serulah ‘Allah’ atau serulah ‘Ar-Rahman’! Nama mana saja yang kamu seru, (maka itu baik) karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asmaulhusna).”

Dalil Kebolehan Tawasul Ala Ahlussunnah wal Jama’ah

Dari penjelasan di atas, jika masih ada saja kelompok yang tidak terima dan tetap menyalahkan tawasul ala Ahlussunnah wal Jama’ah, tenang saja. Sayyid Alwi Al-Maliki menjelaskan bahwa tawasul yang dilakukan oleh Ahlussunnah wal Jama’ah ini memiliki landasan langsung dari Al-Quran. Yaitu surat 📖 Al-Ma’idah ayat 35 yang berbunyi,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya.”

Beliau menjelaskan bahwa lafaz الْوَسِيْلَةَ memiliki makna umum. Dalam arti kita bebas berwasilah baik menggunakan zat yang mulia seperti para nabi dan orang-orang saleh baik dalam kondisi hidup atau sudah mati, maupun berwasilah dengan menggunakan amal saleh.

Kesimpulan

Tawasul dibolehkan dalam Islam, terutama menurut Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), baik melalui amal saleh maupun melalui kecintaan kepada Nabi dan orang saleh. Tuduhan syirik oleh kelompok lain (seperti Wahabi) muncul dari kesalahpahaman, padahal tawasul bukan menyembah perantara, tapi menjadikannya wasilah menuju Allah. Al-Qur’an dan hadis mendukung kebolehan tawasul.

Saya rasa dalil ini sudah cukup untuk meyakinkan kita bahwa tawasul yang dilakukan oleh Ahlussunnah wal Jama’ah adalah tindakan yang diperbolehkan. Sekian dari penulis, Terima kasih.

Pewarta: M Wildan Musyaffa