Pemuqiman Akbar Korda Cianjur Tengah – Daaimah Muthlaqoh

Kamis, 25 Agustus 2022 Pondok Pesantren Nurul Huda Al Fatimah Al Musri’ 1 menjadi lokasi Pemukiman Akbar para Muqimin dan Muqimat Yayasan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al Musri’’.

Ponpes yang terletak di Kp. Lebe 01/07 Ds. Sukawangi Kec. Warungkondang Kab. Cianjur itu menjadi tempat Pemukiman Akbar Para Muqimin dan Muqimat yang berdomisili di 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Cilaku, Cibeber, Cianjur, Warungkondang dan Kecamatan Gekbrong.

Acara kali ini dihadiri oleh Dewan dan juga Ampuh YPP. Miftahulhuda Al Musri’, Wakil dari Bupati Kabupaten Cianjur, Wakil dari Kemenag Kabupaten Cianjur, dan yang istimewa nya dihadiri Oleh Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat, yaitu Bapak KH. Uu Ruzhanul Ulum S.E.

Pemukiman akbar kali ini mengambil tema “Mapag Barokah, dimumule ku Khidmah”

Dalam sambutannya Aang Ariful Kholiq sebagai Pembina Korda Muqimin Cianjur Tengah mengapresiasi pada acara kali ini dan menjelaskan mengenai tema pemukiman akbar kali ini.

” seringkali orang berpikir bahwa untuk kesuksesan itu dibutuhkan intelektual yang hebat, kecerdasan yang hebat, tapi seringkali lupa peran besar berkah, peran besar khidmah. Tapi pada faktanya saya perhatikan semua itu bohong, kalau tidak dibarengi dengan Berkah dan khidmah kepada Guru-guru kita”, ucapnya.

Ta’rif dasar Berkah adalah bertambahnya kebaikan, jadi intelektual saja tidak cukup, jika intelektualnya tidak bertambah, dan untuk intelektual bertambah dibutuhkan Berkah, dan untuk Berkah itu dibutuhkan Khidmah. jadi jangan berfikir Khidmah itu hanya sekedar bantu-bantu, tidak!

Khidmah itu adalah intisari dari rasa cinta itu sendiri, tanpa kita berbuat sesuatu dengan penuh cinta, maka semua perbuatan sia-sia. Oleh karena itu saya sangat mengapresiasi sekali kepada Muqimin yang selama ini mampu memberikan Hikmahnya yang terbaik kepada Pondok Pesantren Al-Musri’ “, tutupnya.

Acara kali ini dihadiri langsung oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Bapak KH. Uu Ruzhanul Ulum S.E. Dalam sambutannya Beliau sangat bersyukur bisa bertemu kembali dengan Keluarga Besar YPP. Miftahulhuda Al Musri’ dan mementingkan terhadap Sanad Keilmuan.

” Alhamdulillah saya bisa hadir yang kedua kalinya kepada Keluarga Besar YPP. Miftahulhuda Al Musri’. Kehadiran saya kesini ada beberapa hal yang menginginkan saya kesini, yang pertama bahwa Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya ada kaitan Silsilah dengan Pendiri YPP. Miftahulhuda Al Musri’ dalam perjuangan, dalam keilmuan dan yang lainnya. Dan juga Saya hadir kesini juga sebagai Komunitas Pondok Pesantren di Jawa Barat. Yang hari ini sedang kami pikirkan bagaimana caranya untuk Pondok Pesantren, khususnya Pondok Pesantren Salafiyyah supaya lebih baik, lebih maju, dan dapat perhatian dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Yang kedua adalah Ucapan terimakasih yang dulu saya Silaturahmi ke YPP. Miftahulhuda Al Musri’ disaat berikhtiar untuk menjadi Wakil Gubernur, dan Saya berterima kasih atas dukungan, doa dan perjuangan Keluarga Al Musri’ kepada Saya, sehingga Saya berhasil menjadi Wakil Gubernur”, ucapnya.

Kalau sudah dimukimkan, jelas Sanadnya, jelas Gurunya. Karena memang sekarang lahir yang berlabel Pondok Pesantren bagaikan Cendawan di musim hujan. Ajengan yang dianggap tokoh tidak jelas dimana Pesantrennya, tidak jelas kapan pesantrennya. Yang jelas sekarang Pemerintah dipusingkan dengan berdirinya Pondok Pesantren tetapi Kredibilitas dan yang lainnya masih dipertanyakan, dengan adanya acara pemukiman kali ini, secara tidak langsung Al Musri’ telah membantu pemerintah, agar para pengajar jelas sanad keilmuan dan jelas Gurunya”, tutupnya.

Menurut salah satu Dewan Kyai Miftahulhuda Al Musri’ yang membacakan surat pernyataan Pemukiman yaitu KH Mahmud Munawar setidaknya ada Tiga Tujuan dimuqimkannnya para Muqimin dan Muqimat Al Musri’.

  1. Untuk mengembangkan Ilmu Pengetahuan.
  2. Ikut berpartisipasi dalam mencerdaskan umat, khususnya di Bidang Agam Islam.
  3. Untuk mengembangkan Syari’at Islam dan urusan Kemasyarakatan

Sementara itu Wakil Pimpinan Pesantren Al Musri’, Hj. Siti Maryam Mengingatkan kepada Para Muqimin dan juga Muqimat untuk bersabar ketika sedang mengembangkan ilmu pengetahuan, dikarenakan ketika mengembangkan ilmu pasti banyak Cobaan-cobaan. Ada 4 cobaan yaitu musuh yang menjadi racun, cacian dari teman ,orang bodoh jadi penyakitnya orang pintar dan hasudnya orang yang berilmu. Perkataan tersebut dirujuk dari Hadits As Syaikh abu hasan asy syadzili .

Para Muqimin dan Muqimat dipasrahkan kepada segenap lapisan.

  1. Pemerintah setempat
  2. Tokoh Masyarakat
  3. Alim ‘Ulama

 

Penulis : Rifky Aulia

Para Santri Lomba HUT yang Ke-77 RI

Setiap 17 Agustus, berbagai perlombaan sederhana yang seru kerap kali mewarnai perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Keseruan lomba yang mengundang gelak tawa tersebut biasanya disiapkan dengan matang oleh biro kesenian, sehingga dapat mempererat hubungan antar santri.

Seperti yang Santri Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri lakukan, menggelar lomba agung 17 Agustus, kegiatan yang dipusatkan di YPP Miftahulhuda Al Musri tersebut dilaksanakan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) yang ke-77 RI

Sejarawan dan Budayawan, JJ Rizal mengatakan, tradisi ini muncul karena antusiasme masyarakat yang ingin memeriahkan perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan cara yang menyenangkan. Saat itu, presiden pertama Indonesia, Soekarno, adalah salah satu orang yang paling bersemangat dengan lomba 17 Agustus ini.

Hal itulah yang membuat tradisi lomba 17 Agustus semakin menyebar luas ke seluruh Tanah Air. Lomba-lomba yang biasa diadakan bermacam-macam, diantaranya, balap karung, panjat pinang, makan kerupuk, tarik tambang, dan sebagainya.

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen GTK Kemendikbud) pada tanggal 3 Agustus 2022 lalu mengunggah tentang makna-makna yang terkandung dalam setiap lomba yang diselenggarakan pada momen 17 Agustus.

“Perlu diketahui bahwa ada beberapa jenis lomba tradisional kemerdekaan yang diadaptasi dari zaman kolonial dahulu. Dari semua lomba yang ada pada perayaan Hari Kemerdekaan, lomba apa yang menjadi favorit sahabat GTK?” tulis Ditjen GTK Kemendikbud lewat akun Instagram @ditjen.gtk.kemdikbud.

Dalam unggaha tersebut, dijelaskan lomba-lomba dan maknanya.

Lomba yang mengingatkan kesulitan masyarakat zaman dahulu Balap karung menjadi lomba yang identik dengan 17 Agustusan. Ternyata ada alasan mengapa memilih karung untuk lomba tersebut. Menurut informasi dari Ditjen GTK Kemendikbud pada zaman penjajah kehidupan masyarakat Indonesia sangat sulit, baik dari segi sandang, pangan dan papan. Sehingga, untuk sandang (pakaian), masyarakat dahulu memanfaatkan karung goni untuk melindungi dan menutup tubuh mereka.

Dengan alasan tersebut balap karung dijadikan lomba untuk memperingati kesulitan penduduk Indonesia di zamannya.

Selanjutnya adalah lomba makan kerupuk. Kerupuk sendiri merupakan makanan murah yang dapat dibeli oleh setiap kalangan. Ditjen GTK Kemendikbud menjelaskan bahwa lomba makan kerupuk merupakan penggambaran dari rakyat Indonesia di masa penjajah yang mengalami kesulitan pangan. Momen 17 Agustus tepat untuk memperingati hal tersebut.

Ditjen GTK Kemendikbud dalam tulisan instagramnya juga mencantumkan lomba egrang. Lomba tersebut ternyata memiliki cerita tersendiri dimana egrang sebagai alat untuk mengolok-olok orang Belanda yang memiliki tubuh tinggi, berbeda dengan tubuh orang Indonesia

Lomba yang mengingatkan kekompakan masyarakat

Lomba panjat pinang merupakan adaptasi dari hiburan masyarakat zaman Kolonial Belanda. Menurut Ditjen GTK Kemendikbud, dahulu saat melakukan perayaan, orang Belanda di Indonesia mengadakan hiburan panjat tiang dengan mengambil beberapa barang yang ingin dicapai di atas tiang. Hal itu memerlukan kekompakan, sehingga di momen hari kemerdekaan panjat pinang menjadi lomba yang identik untuk diselenggarakan.

Lomba selanjutnya adalah tarik tambang. Ditjen GTK Kemendikbud memaknai lomba tarik tambang dengan penggambaran sikap gotong royong yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Tarik Tambang juga mencerminkan rasa kebersamaan dan solidaritas masyarakat.

Selain tarik tambang lomba yang mencerminkan kekompakan adalah lomba bakiak. Menurut penjelasan Ditjen GTK Kemendikbud lomba bakiak memiliki filosofi semangat kekompakan untuk mencapai kemerdekaan.

 

Editor: Dimas Pamungkas

Para Santri Putra Al-Musri’ Menggelar Upacara Bendera Dalam Rangka Memperingati Hari Ulang Tahun Ke-77 Republik Indonesia
Upacara kemerdekaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia Ke-77 turut dimeriahkan oleh para santri putra pondok pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, Rabu (17/08/2022). Rois Aam Ustadz Yasin Muhammad Alawy, mengatakan bahwa kita harus mengenang jasa para pahlawan, menolak untuk lupa sejarah, meningkatkan rasa cinta negara dan mensyukuri atas merdekanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, salah satunya dengan melaksanakan upacara seperti ini. Dengan mengenang jasa para pejuang yang telah rela berkorban harta dan nyawanya, akan tersingkap kembali dalam memori bangsa Indonesia. Begitu besar jasa para pahlawan, dan sangat banyak yang telah dikorbankan. Itu wajib dihargai. “karena pahlawan adalah orang yang berjuang dan rela berkorban demi orang lain, Nusa, Bangsa dan Negara”, ungkapnya. Beliau  menjelaskan secara tegas bahwa kita sebagai santri harus terus meningkatkan rasa cinta kita terhadap negara. Al-Jurjani dalam kitabnya al-Ta’rifat mendefinisikan tanah air dengan al-wathan al-ashli.  اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ   Artinya; al-wathan al-ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya. (Ali Al-Jurjani, al-Ta’rifat, Beirut, Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1405 H, halaman 327) . Kemerdekaan dan kebebasan yang telah kita rasakan selama tujuh puluh tujuh tahun, hendaknya kita pahami dengan baik misi dari perjuangan para pahlawan terdahulu. Misi perjuangan mereka harus terus hidup dalam jiwa generasi baru Indonesia, sehingga mereka bisa memahami dengan baik hakekat kemerdekaan. Kemerdekaan itu telah diperjuangkan, Bangsa Indonesia menuju tegaknya hak-hak asasi manusia, persamaan hak, dan perdamaian dunia. Dalam kesempatan yang sama juga beliau ungkapkan bahwa salah satu sikap yang paling penting bagi Bangsa Indonesia dalam menyambut HUT Kemerdekaan RI adalah mensyukuri nikmat Allah yang agung dan luhur, berupa kemerdekaan. Nikmat dan karunia Allah yang diberikan kepada manusia amat luas, seperti nikmat iman, kesehatan, rezeki dan berbagai nikmat lain yang tidak mungkin dapat dihitung secara matematis.  وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ  “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya”.(QS. Ibrahim, 14: 34). Dengan memperingati HUT kemerdekaan Republik Indonesia yang kita cintai, marilah kita mensyukuri nikmat kemerdekaan itu dengan melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat. Kegiatan itu bisa berupa kegiatan keagamaan seperti melakukan mengaji, sujud syukur atau kegiatan yang bersifat umum seperti ceramah / tabligh akbar dan pengarahan kepada generasi muda, dan berbagai kegiatan lain yang langsung ataupun tidak langsung dapat membentuk generasi muda yang berkualitas.   Pewarta: Dimas Pamungkas
Syukuran Aqiqah

Salah satu Ampuh (amanat sepuh) Yayasan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ menggelar selametan aqiqah, Selasa (16/08/2002).

kelahiran seorang anak ke dunia biasa dirayakan dengan aqiqah. Aqiqah adalah sebutan binatang yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran bayi. Sebagaimana dalam hadits Nabi, hukum menyembelih aqiqah sunah muakkadah.

عَنْ سَمُرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ‌الغُلَامُ ‌مُرْتَهَنٌ ‌بِعَقِيقَتِهِ ‌يُذْبَحُ ‌عَنْهُ ‌يَوْمَ ‌السَّابِعِ، ‌وَيُسَمَّى، ‌وَيُحْلَقُ ‌رَأْسُهُ

Artinya: Dari Samurah, ia berkata, Nabi bersabda: Seorang bayi itu digadaikan dengan (jaminan) aqiqahnya; aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh (dari hari kelahiran), (pada hari itu pula) si bayi diberi nama dan dipotong rambutnya (HR Sunan al-Tirmidzi 4/101, dalam kitab Al-Adlaha bab Al-aqiqah).

Pada umumnya, binatang untuk aqiqah sama dengan ketentuan dalam kurban. Baik jenis, usia, dan keharusan tidak cacatnya. Yang lebih sempurna (atau lebih utama menurut beberapa kitab fiqih) sebagai aqiqah adalah 2 ekor kambing atau domba yang sepadan untuk bayi laki-laki.

Sedangkan untuk bayi perempuan cukup 1 ekor kambing atau domba. Jika kemampuan finansialnya hanya mampu menyembelih seekor kambing untuk bayi laki-laki, maka penunaian sunah aqiqah sudah terpenuhi. Masing-masing kambing ini adalah kambing yang memenuhi syarat sah yang dikurbankan.

Semoga putra beliau dijadikan putra yang shaleh, berbakti kepada kedua orang tua, amiin.

 

Pewarta: Dimas Pamungkas

Asal Usul Dan Kedatangan Sunan Ampel Ke Jawa

Raden Rahmat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel yang makamnya terletak di kampung Ampel, kota Surabaya adalah anggota dewan Wali Songo tertua yang memiliki peranan besar dalam pengembangan dakwah Islam di Jawa dan tempat lain di Nusantara. Dalam historiografi lokal dituturkan bahwa Raden Rahmat datang ke Jawa bersama saudara tuannya yang bernama Ali Musada (Ali Murtadho) da saudara sepupunya yang bernama Raden Burereh (Abu Hurairah). Menurut Lembaga Riset Islam Pesantren Sunan Giri Malang dalam Sejarah Dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri (1975), imam Rahmatullah bersama ayahnya datang ke Jawa dengan tujuan dakwah Islamiyah disertai saudaranya yang bernama Ali Murtadho dan kawannya bernama Abu Hurairah putra Raja Champa. Mereka mendarat di Tuban.

Setelah tinggal di Tuban beberapa lama sampai ayahandanya wafat, imam Rahmatullah berangkat ke Majapahit menemui bibinya yang dikawin Raja Majapahit yang beragama Buddha. Sementara itu, menurut Djajadiningrat dalam Sejarah Banten (1983) dikisahkan bahwa Raden Rahmat ketika dewasa mendengar tentang peperangan di Jawa. Dengan tiga orang pandhita muda (ulama muda) lainnya, Burereh, Seh Salim, dan saudaranya yang tidak disebut namanya, Raden Rahmat berangkat ke Jawa. Setelah keempat orang tadi berangkat ke Jawa, Champa diruntuhkan oleh seorang kafir dari Sanggora.

Kedatangan Sunan Ampel ke Majapahit diperkirakan terjadi awal dasawarsa keempat abad ke-15, yakni saat Arya Damar sudah menjadi Adipati Palembang sebagaimana riwayat yang mengatakan bahwa sebelum ke Jawa, Raden Rahmat telah singgah ke Palembang. Menurut Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam (1977), Raden Rahmat sewaktu di Palembang menjadi tamu Arya Damar selama dua bulan, dan dia berusaha memperkenalkan Islam kepada raja muda Palembang itu. Arya Damar yang sudah tertarik kepada Islam itu hampir saja diikrarkan menjadi Islam. Namun, karena tidak berani menanggung risiko menghadapi tindakan rakyatnya yang masih terikat pada kepercayaan lama, ia tidak menyatakan keislamannya di hadapan umum. Menurut cerita setempat, setelah memeluk Islam, Arya Damar memakai nama Ario Abdillah.

Keterangan dari Hikayat Hasanuddin yang dikupas oleh J.Edel (1938) menjelaskan bahwa pada waktu Kerajaan Champa ditaklukkan oleh Raja Koci, Raden Rahmat sudah bermukin di Jawa. Itu berarti Raden Rahmat ketika datang ke Jawa sebelum tahun 1446 Masehi, yakni pada tahun jatuhnya Champa akibat serbuan Vietnam. Hal itu sejalan dengan sumber dari Serat Walisana yang menyatakan bahwa Prabu Brawijaya, Raja Majapahit mencegah Raden Rahmat kembali ke Champa karena Champa sudah rusak akibat kalah perang dengan Kerajaan Koci. Penempatan Raden Rahmat di Surabaya dan saudaranya di Gresik, tampaknya memiliki kaitan erat dengan suasana politik di Champa, sehingga dua saudara tersebut ditempatkan di Surabaya dan Gresik dan dinikahkan dengan perempuan setempat.

Babad Ngampeldenta menuturkan bahwa pengangkatan resmi Raden Rahmat sebagai imam di Surabaya dengan gelar sunan dan kedudukan wali di Ngampeldenta dilakukan oleh Raja Majapahit. Dengan demikian, Raden Rahmat lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ngampel. Menurut sumber legenda Islam Raden Rahmat diangkat menjadi imam Masjid Surabaya oleh pejabat Pecat Tandha di Terung yang bernama Arya Sena. Pemempatan Sunan Ampel di Surabaya, selain dilakukan secara resmi oleh Pecat Tandha di Terung juga disertai oleh keluarga-keluarga yang dipercayakan Kerajaan Majapahit untuk dipimpinnya. Menurut Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Sunan Giri Malang (1975), karena hubungan baik dengan Raja Majapahit, Raden Rahmat diberi izin tinggal di Ampel disertai keluarga-keluarga yang diserahkan oleh Raja Majapahit.

Dalam perjalanan menuju Ampel, dikisahkan Raden Rahmat melewati daerah Pari, Kriyan, Wonokromo, dan Kembang Kuning yang berupa hutan. Di tempat itu, Raden Rahmat bertemu dengan Ki Wiryo Saroyo yang dikenal sebagai Ki Bang Kuning yang kemudian menjadi pengikut Raden Rahmat. Sementara menurut Babad Tanah Jawi, sewaktu tinggal di kediaman Ki Bang Kuning, Raden Rahmat menikah dengan putri Ki Bang Kuning yang bernama Mas Karimah. Dari pernikahan itu lahir dua orang putri: Mas Murtosiyah dan Mas Murtosimah. Selama tinggal di kediaman Ki Bang Kuning, Raden Rahmat dikisahkan membangun masjid dan menyebarkan dakwah Islam kepada masyarakat sekitar.

Menurut Serat Walisana, Raja Majapahit tidak langsung mengangkat Raden Rahmat di Ampeldenta, melainkan menyerahkannya kepada Adipati Surabaya bawahan Majapahit bernama Arya Lembusura, yang beragama Islam. Arya Lembusura menempatkan Raden Santri Ali menjadi imam di Gresik dengan gelar Raja Pendhita Agung dengan nama Ali Murtala (Ali Murtadho). Setelah itu, Arya Lembusura menempatkan Raden Rahmat sebagai imam di Surabaya, berkediaman di Ampeldenta dengan gelar Sunan Ampeldenta. Dengan nama Pangeran Katib.

 

Penuslis: Rahmatussalamah

Sumber: Atlas Walisongo