Pemuqiman Akbar Korda Cianjur Tengah – Daaimah Muthlaqoh

Kamis, 25 Agustus 2022 Pondok Pesantren Nurul Huda Al Fatimah Al Musri’ 1 menjadi lokasi Pemukiman Akbar para Muqimin dan Muqimat Yayasan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al Musri’’.

Ponpes yang terletak di Kp. Lebe 01/07 Ds. Sukawangi Kec. Warungkondang Kab. Cianjur itu menjadi tempat Pemukiman Akbar Para Muqimin dan Muqimat yang berdomisili di 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Cilaku, Cibeber, Cianjur, Warungkondang dan Kecamatan Gekbrong.

Acara kali ini dihadiri oleh Dewan dan juga Ampuh YPP. Miftahulhuda Al Musri’, Wakil dari Bupati Kabupaten Cianjur, Wakil dari Kemenag Kabupaten Cianjur, dan yang istimewa nya dihadiri Oleh Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat, yaitu Bapak KH. Uu Ruzhanul Ulum S.E.

Pemukiman akbar kali ini mengambil tema “Mapag Barokah, dimumule ku Khidmah”

Dalam sambutannya Aang Ariful Kholiq sebagai Pembina Korda Muqimin Cianjur Tengah mengapresiasi pada acara kali ini dan menjelaskan mengenai tema pemukiman akbar kali ini.

” seringkali orang berpikir bahwa untuk kesuksesan itu dibutuhkan intelektual yang hebat, kecerdasan yang hebat, tapi seringkali lupa peran besar berkah, peran besar khidmah. Tapi pada faktanya saya perhatikan semua itu bohong, kalau tidak dibarengi dengan Berkah dan khidmah kepada Guru-guru kita”, ucapnya.

Ta’rif dasar Berkah adalah bertambahnya kebaikan, jadi intelektual saja tidak cukup, jika intelektualnya tidak bertambah, dan untuk intelektual bertambah dibutuhkan Berkah, dan untuk Berkah itu dibutuhkan Khidmah. jadi jangan berfikir Khidmah itu hanya sekedar bantu-bantu, tidak!

Khidmah itu adalah intisari dari rasa cinta itu sendiri, tanpa kita berbuat sesuatu dengan penuh cinta, maka semua perbuatan sia-sia. Oleh karena itu saya sangat mengapresiasi sekali kepada Muqimin yang selama ini mampu memberikan Hikmahnya yang terbaik kepada Pondok Pesantren Al-Musri’ “, tutupnya.

Acara kali ini dihadiri langsung oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Bapak KH. Uu Ruzhanul Ulum S.E. Dalam sambutannya Beliau sangat bersyukur bisa bertemu kembali dengan Keluarga Besar YPP. Miftahulhuda Al Musri’ dan mementingkan terhadap Sanad Keilmuan.

” Alhamdulillah saya bisa hadir yang kedua kalinya kepada Keluarga Besar YPP. Miftahulhuda Al Musri’. Kehadiran saya kesini ada beberapa hal yang menginginkan saya kesini, yang pertama bahwa Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya ada kaitan Silsilah dengan Pendiri YPP. Miftahulhuda Al Musri’ dalam perjuangan, dalam keilmuan dan yang lainnya. Dan juga Saya hadir kesini juga sebagai Komunitas Pondok Pesantren di Jawa Barat. Yang hari ini sedang kami pikirkan bagaimana caranya untuk Pondok Pesantren, khususnya Pondok Pesantren Salafiyyah supaya lebih baik, lebih maju, dan dapat perhatian dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Yang kedua adalah Ucapan terimakasih yang dulu saya Silaturahmi ke YPP. Miftahulhuda Al Musri’ disaat berikhtiar untuk menjadi Wakil Gubernur, dan Saya berterima kasih atas dukungan, doa dan perjuangan Keluarga Al Musri’ kepada Saya, sehingga Saya berhasil menjadi Wakil Gubernur”, ucapnya.

Kalau sudah dimukimkan, jelas Sanadnya, jelas Gurunya. Karena memang sekarang lahir yang berlabel Pondok Pesantren bagaikan Cendawan di musim hujan. Ajengan yang dianggap tokoh tidak jelas dimana Pesantrennya, tidak jelas kapan pesantrennya. Yang jelas sekarang Pemerintah dipusingkan dengan berdirinya Pondok Pesantren tetapi Kredibilitas dan yang lainnya masih dipertanyakan, dengan adanya acara pemukiman kali ini, secara tidak langsung Al Musri’ telah membantu pemerintah, agar para pengajar jelas sanad keilmuan dan jelas Gurunya”, tutupnya.

Menurut salah satu Dewan Kyai Miftahulhuda Al Musri’ yang membacakan surat pernyataan Pemukiman yaitu KH Mahmud Munawar setidaknya ada Tiga Tujuan dimuqimkannnya para Muqimin dan Muqimat Al Musri’.

  1. Untuk mengembangkan Ilmu Pengetahuan.
  2. Ikut berpartisipasi dalam mencerdaskan umat, khususnya di Bidang Agam Islam.
  3. Untuk mengembangkan Syari’at Islam dan urusan Kemasyarakatan

Sementara itu Wakil Pimpinan Pesantren Al Musri’, Hj. Siti Maryam Mengingatkan kepada Para Muqimin dan juga Muqimat untuk bersabar ketika sedang mengembangkan ilmu pengetahuan, dikarenakan ketika mengembangkan ilmu pasti banyak Cobaan-cobaan. Ada 4 cobaan yaitu musuh yang menjadi racun, cacian dari teman ,orang bodoh jadi penyakitnya orang pintar dan hasudnya orang yang berilmu. Perkataan tersebut dirujuk dari Hadits As Syaikh abu hasan asy syadzili .

Para Muqimin dan Muqimat dipasrahkan kepada segenap lapisan.

  1. Pemerintah setempat
  2. Tokoh Masyarakat
  3. Alim ‘Ulama

 

Penulis : Rifky Aulia

Delirium Tremens: Symptoms and Treatment Strategies

Delirium tremens are treatable if proper medical care is sought immediately and no comorbid medical conditions or complications exist. The mainstay of treatment is medications used to lower the overactive nervous system in order to control heart rate and blood pressure and prevent seizures. Sedating medications such as benzodiazepines are the mainstay treatment for delirium tremens as benzodiazepines act on the same GABA receptors as alcohol and are known to induce a calming nervous system. The type, amount, and frequency of benzodiazepines administered depends on the severity of symptoms and the person’s past history. In general, for DTs, high doses of diazepam are given intravenously until the person is calm but alert, and then dosages are gradually tapered.

Assessment of Delirium Tremens

Delirium Tremens (DTs) is a severe form of alcohol withdrawal that occurs in about 5% of those undergoing detoxification, as per the National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA). This condition can be life-threatening, with up to a 15% mortality rate without medical treatment. What is Delirium Tremens It typically arises after prolonged heavy alcohol use when drinking is suddenly stopped. Immediate medical intervention is critical to manage and mitigate the severe outcomes of DTs. It is estimated that approximately 1% of individuals with alcohol use disorder may experience delirium tremens. If left untreated, delirium tremens can lead to serious symptoms such as heart attack, stroke, and even death.

Delirium Tremens

Get Started With Nuview Treatment Center

  • The clinical manifestations of ethanol withdrawal are divided into four overlapping syndromes i.e. acute alcoholic tremulousness, withdrawal seizures, alcoholic hallucination and delirium tremens.
  • Blood tests may also be performed to evaluate electrolyte imbalances, liver function, and to rule out infections.
  • In this article, we’ll cover Delirium tremens and how to deal with them.
  • Most people can slowly return to daily activities after proper recovery.
  • Ideally, a person receiving treatment for alcohol withdrawal will receive care designed to prevent DTs from appearing.

Their collective expertise shines through in each article, offering readers valuable guidance, the latest in addiction science, and inspiring stories of healing and transformation. The Grove Editorial Team is committed to educating, supporting, and empowering individuals and families on their journey toward a healthier, substance-free life. They can help you quit drinking in a safe environment and prevent serious symptoms of alcohol withdrawal.

Rare Symptoms and Complications

Delirium Tremens

Assessment of DT which has been discussed before forms the backbone of its management. The only cause of DTs is withdrawal that happens when someone with alcohol use disorder stops drinking alcohol suddenly. They usually appear between one and three days after your last drink and are usually most intense four to five days after your last drink. When you’re in residential treatment, everything is structured to drug addiction give you the best chance at lasting recovery.

  • Families can provide the necessary emotional support and motivation needed for an individual to pursue and adhere to treatment plans.
  • Support systems should also focus on treating any coexisting addictions, which can complicate recovery and lead to further relapse.
  • Therefore, timely medical treatment is crucial to manage these risks and prevent serious consequences.
  • Monitoring vitamins and electrolytes is important, especially thiamine to prevent Wernicke-Korsakoff Syndrome.

Delirium Tremens

One of the major risks with DTs is seizures, so the medical team will be prepared to manage that if it happens. Talking to a therapist, joining a support group, or entering a rehab program will give you the tools you need to manage alcohol withdrawal and stay sober in the future. The stress of withdrawal, combined with the raised heart rate and high blood pressure, can lead to serious issues like heart attacks or arrhythmias (irregular heartbeats). At Mississippi Drug and Alcohol Treatment Center, we offer a medically supervised detox program designed to protect your health and lay the foundation for lasting recovery. Our team is here to help you transition safely and confidently into the next phase of treatment. Without prompt treatment, it can lead to complications like cardiac arrest, respiratory failure, or death.

  • The symptoms fluctuated markedly at short intervals and 2 patients (14.2%) had no features of sympathetic overactivity.
  • Due to this confounding clinical presentation, it is incredibly important for clinicians to maintain a high suspicion for alcohol withdrawal.
  • For individuals at risk of delirium tremens, Porch Light Health offers Ambulatory Medically Supervised Withdrawal Services (AMSWS), providing safe medical supervision during the critical detoxification period.
  • All relevant haematological and biochemical investigations were performed and the patients were followed up during their hospitalisation for problems encountered in management and response to treatment.

The type of alcohol also influences the alcohol related harmful effects. As mentioned previously, DT usually develops 48–72 h after the last drink. Therefore, it is important to elicit the information in terms of time since last drink. History of previous alcohol withdrawal should also be obtained, as past history of DT or withdrawal seizure increase the risk of DT in the present episode. History should also focus on obtaining information with regard to head injury (recent or past), baseline cognitive functioning and comorbid psychiatric disorders.

For males, that means drinking three or more drinks per day and 15 or more drinks per week. For females, that means drinking two or more drinks per day and eight or more drinks per week. However, DTs becomes more and more likely the more you drink and the longer this continues. Because of these symptoms, you won’t be able to make decisions about your medical care. Healthcare providers will treat you to stabilize you (unless you have some kind of advance medical directive on file with them). They may also talk to family, friends or loved ones you previously approved to know and make decisions about your medical care.

Para Santri Putra Al-Musri’ Menggelar Upacara Bendera Dalam Rangka Memperingati Hari Ulang Tahun Ke-77 Republik Indonesia

Upacara kemerdekaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia Ke-77 turut dimeriahkan oleh para santri putra pondok pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, Rabu (17/08/2022).
Rois Aam Ustadz Yasin Muhammad Alawy, mengatakan bahwa kita harus mengenang jasa para pahlawan, menolak untuk lupa sejarah, meningkatkan rasa cinta negara dan mensyukuri atas merdekanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, salah satunya dengan melaksanakan upacara seperti ini.
Dengan mengenang jasa para pejuang yang telah rela berkorban harta dan nyawanya, akan tersingkap kembali dalam memori bangsa Indonesia. Begitu besar jasa para pahlawan, dan sangat banyak yang telah dikorbankan. Itu wajib dihargai.
“karena pahlawan adalah orang yang berjuang dan rela berkorban demi orang lain, Nusa, Bangsa dan Negara”, ungkapnya. Beliau  menjelaskan secara tegas bahwa kita sebagai santri harus terus meningkatkan rasa cinta kita terhadap negara.
Al-Jurjani dalam kitabnya al-Ta’rifat mendefinisikan tanah air dengan al-wathan al-ashli.
اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ
Artinya; al-wathan al-ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya. (Ali Al-Jurjani, al-Ta’rifat, Beirut, Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1405 H, halaman 327) .
Kemerdekaan dan kebebasan yang telah kita rasakan selama tujuh puluh tujuh tahun, hendaknya kita pahami dengan baik misi dari perjuangan para pahlawan terdahulu.
Misi perjuangan mereka harus terus hidup dalam jiwa generasi baru Indonesia, sehingga mereka bisa memahami dengan baik hakekat kemerdekaan. Kemerdekaan itu telah diperjuangkan, Bangsa Indonesia menuju tegaknya hak-hak asasi manusia, persamaan hak, dan perdamaian dunia.
Dalam kesempatan yang sama juga beliau ungkapkan bahwa salah satu sikap yang paling penting bagi Bangsa Indonesia dalam menyambut HUT Kemerdekaan RI adalah mensyukuri nikmat Allah yang agung dan luhur, berupa kemerdekaan. Nikmat dan karunia Allah yang diberikan kepada manusia amat luas, seperti nikmat iman, kesehatan, rezeki dan berbagai nikmat lain yang tidak mungkin dapat dihitung secara matematis.
وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya”.(QS. Ibrahim, 14: 34).
Dengan memperingati HUT kemerdekaan Republik Indonesia yang kita cintai, marilah kita mensyukuri nikmat kemerdekaan itu dengan melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat. Kegiatan itu bisa berupa kegiatan keagamaan seperti melakukan mengaji, sujud syukur atau kegiatan yang bersifat umum seperti ceramah / tabligh akbar dan pengarahan kepada generasi muda, dan berbagai kegiatan lain yang langsung ataupun tidak langsung dapat membentuk generasi muda yang berkualitas.

Pewarta: Dimas Pamungkas

Asal Usul Dan Kedatangan Sunan Ampel Ke Jawa

Raden Rahmat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel yang makamnya terletak di kampung Ampel, kota Surabaya adalah anggota dewan Wali Songo tertua yang memiliki peranan besar dalam pengembangan dakwah Islam di Jawa dan tempat lain di Nusantara. Dalam historiografi lokal dituturkan bahwa Raden Rahmat datang ke Jawa bersama saudara tuannya yang bernama Ali Musada (Ali Murtadho) da saudara sepupunya yang bernama Raden Burereh (Abu Hurairah). Menurut Lembaga Riset Islam Pesantren Sunan Giri Malang dalam Sejarah Dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri (1975), imam Rahmatullah bersama ayahnya datang ke Jawa dengan tujuan dakwah Islamiyah disertai saudaranya yang bernama Ali Murtadho dan kawannya bernama Abu Hurairah putra Raja Champa. Mereka mendarat di Tuban.

Setelah tinggal di Tuban beberapa lama sampai ayahandanya wafat, imam Rahmatullah berangkat ke Majapahit menemui bibinya yang dikawin Raja Majapahit yang beragama Buddha. Sementara itu, menurut Djajadiningrat dalam Sejarah Banten (1983) dikisahkan bahwa Raden Rahmat ketika dewasa mendengar tentang peperangan di Jawa. Dengan tiga orang pandhita muda (ulama muda) lainnya, Burereh, Seh Salim, dan saudaranya yang tidak disebut namanya, Raden Rahmat berangkat ke Jawa. Setelah keempat orang tadi berangkat ke Jawa, Champa diruntuhkan oleh seorang kafir dari Sanggora.

Kedatangan Sunan Ampel ke Majapahit diperkirakan terjadi awal dasawarsa keempat abad ke-15, yakni saat Arya Damar sudah menjadi Adipati Palembang sebagaimana riwayat yang mengatakan bahwa sebelum ke Jawa, Raden Rahmat telah singgah ke Palembang. Menurut Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam (1977), Raden Rahmat sewaktu di Palembang menjadi tamu Arya Damar selama dua bulan, dan dia berusaha memperkenalkan Islam kepada raja muda Palembang itu. Arya Damar yang sudah tertarik kepada Islam itu hampir saja diikrarkan menjadi Islam. Namun, karena tidak berani menanggung risiko menghadapi tindakan rakyatnya yang masih terikat pada kepercayaan lama, ia tidak menyatakan keislamannya di hadapan umum. Menurut cerita setempat, setelah memeluk Islam, Arya Damar memakai nama Ario Abdillah.

Keterangan dari Hikayat Hasanuddin yang dikupas oleh J.Edel (1938) menjelaskan bahwa pada waktu Kerajaan Champa ditaklukkan oleh Raja Koci, Raden Rahmat sudah bermukin di Jawa. Itu berarti Raden Rahmat ketika datang ke Jawa sebelum tahun 1446 Masehi, yakni pada tahun jatuhnya Champa akibat serbuan Vietnam. Hal itu sejalan dengan sumber dari Serat Walisana yang menyatakan bahwa Prabu Brawijaya, Raja Majapahit mencegah Raden Rahmat kembali ke Champa karena Champa sudah rusak akibat kalah perang dengan Kerajaan Koci. Penempatan Raden Rahmat di Surabaya dan saudaranya di Gresik, tampaknya memiliki kaitan erat dengan suasana politik di Champa, sehingga dua saudara tersebut ditempatkan di Surabaya dan Gresik dan dinikahkan dengan perempuan setempat.

Babad Ngampeldenta menuturkan bahwa pengangkatan resmi Raden Rahmat sebagai imam di Surabaya dengan gelar sunan dan kedudukan wali di Ngampeldenta dilakukan oleh Raja Majapahit. Dengan demikian, Raden Rahmat lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ngampel. Menurut sumber legenda Islam Raden Rahmat diangkat menjadi imam Masjid Surabaya oleh pejabat Pecat Tandha di Terung yang bernama Arya Sena. Pemempatan Sunan Ampel di Surabaya, selain dilakukan secara resmi oleh Pecat Tandha di Terung juga disertai oleh keluarga-keluarga yang dipercayakan Kerajaan Majapahit untuk dipimpinnya. Menurut Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Sunan Giri Malang (1975), karena hubungan baik dengan Raja Majapahit, Raden Rahmat diberi izin tinggal di Ampel disertai keluarga-keluarga yang diserahkan oleh Raja Majapahit.

Dalam perjalanan menuju Ampel, dikisahkan Raden Rahmat melewati daerah Pari, Kriyan, Wonokromo, dan Kembang Kuning yang berupa hutan. Di tempat itu, Raden Rahmat bertemu dengan Ki Wiryo Saroyo yang dikenal sebagai Ki Bang Kuning yang kemudian menjadi pengikut Raden Rahmat. Sementara menurut Babad Tanah Jawi, sewaktu tinggal di kediaman Ki Bang Kuning, Raden Rahmat menikah dengan putri Ki Bang Kuning yang bernama Mas Karimah. Dari pernikahan itu lahir dua orang putri: Mas Murtosiyah dan Mas Murtosimah. Selama tinggal di kediaman Ki Bang Kuning, Raden Rahmat dikisahkan membangun masjid dan menyebarkan dakwah Islam kepada masyarakat sekitar.

Menurut Serat Walisana, Raja Majapahit tidak langsung mengangkat Raden Rahmat di Ampeldenta, melainkan menyerahkannya kepada Adipati Surabaya bawahan Majapahit bernama Arya Lembusura, yang beragama Islam. Arya Lembusura menempatkan Raden Santri Ali menjadi imam di Gresik dengan gelar Raja Pendhita Agung dengan nama Ali Murtala (Ali Murtadho). Setelah itu, Arya Lembusura menempatkan Raden Rahmat sebagai imam di Surabaya, berkediaman di Ampeldenta dengan gelar Sunan Ampeldenta. Dengan nama Pangeran Katib.

 

Penuslis: Rahmatussalamah

Sumber: Atlas Walisongo

Pembentukan Masyarakat Muslim NUsantara

M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2009) memastikan bahwa Islam sudah ada di negara bahari Asia Tenggara sejak awal zaman Islam. Semenjak masa khalifah ketiga, Utsman bin Affan (644-656 M), utusan-utusan muslim dari tanah Arab mulai tiba di istana Cina. Setidaknya, pada abad ke-9 sudah ada ribuan pedagang muslim di Canton. Kontak-kontak antara Cina dan dunia Islam itu terpelihara terutama lewat jalur laut melalui perairan Indonesia. Antara tahun 904 M dan pertengahan abad ke-12, utusan-utusan dari Sriwijaya ke istana Cina memiliki nama Arab.

Pada tahun 1282, Raja Samudera di Sumatera bagian utara mengirim dua utusan bernama Arab ke Cina. Namun, berita-berita itu tidak langsung menunjukkan bukti bahwa kerajaan-kerajaan Islam lokal telah berdiri dan tidak juga menunjukkan bahwa telah terjadi perpindahan agama dari penduduk lokal dalam tingkat yang cukup besar. Yang pasti, menurut catatan Ma Huan yang ikut dalam muhibah ketujuh Cheng Ho ke Jawa yang berlangsung antara tahun 1431-1433 Masehi, diketahui bahwa penduduk pribumi masih belum memeluk Islam.

Historiografi lokal memang mencatat keberadaan tokoh-tokoh beragama Islam pra-Wali Songo secara sepintas dalam kisah-kisah bersifat legenda. Namun, belum terdapat sumber-sumber yang menjelaskan adanya sebuah gerakan dakwah Islam yang bersifat masif dan tersistematisasi. Baru, setelah kisah tokoh Sunan Ampel dan Raja Pandhita dituturkan datang ke Majapahit, jaringan kekerabatan tokoh penyebar dakwah Islam di Surabaya dan Gresik itu dapat diketahui sebagai jaringan pusat-pusat kekuatan (centre power) dari dakwah Islam di suatu tempat tertentu. Bahkan, melalui jaringan gerakan dakwah Islam yang kemudian muncul sebagai suatu lembaga yang disebut Wali Songo, muncul kekuatan politik kekuasaan dalam bentuk Kerajaan Demak, Cirebon, Banten, disusul Banjarmasin, Pontianak, Gowa, Tallo, Ternate, Tidore, Tual, Sumbawa, yang mendorong tumbuhnya kota-kota bercorak Islam di pesisir.

Menurut Marwati Djoned Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia III (1990), pertumbuhan kota-kota bercorak Islam di pesisir utara dan timur Sumatera di Selat Malaka sampai ke Ternate melalui pesisir utara Jawa, ada hubungannya dengan faktor ekonomi di bidang pelayaran dan perdagangan. Selain itu, tumbuhnya pusat-pusat kota kerajaan di Jawa Barat membentuk pula jalinan perhubungan pelayaran, perekonomian, dan politik dengan Demak, sebagai pusat kerajaan Islam yang besar pada abad ke-16. Dan menurut historiografi lokal, keberadaan kerajaan Demak digambarkan sebagai kekuatan politik Islam pertama di Jawa yang kelahirannya dibidani oleh Wali Songo. Bahkan, menurut Babad Tanah Jawi, tumbuhnya kota Demak adalah atas petunjuk Sunan Ampel, tokoh sesepuh Wali Songo.

Secara sosiologis, keberadaan Wali Songo hampir selalu dihubungkan dengan pusat-pusat kekuatan masyarakat yang dicirikan oleh dakwah Islam. Dan ditinjau dari aspek kronologi kesejarahan, keberadaan Wali Songo dikaitkan dengan tumbuhnya masyarakat muslim yang memiliki ciri-ciri tidak sama dengan masyarakat yang hidup di era Majapahit. Menurut Nor Huda dalam Islam Nusantara : Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia (2007), proses Islamisasi di Indonesia terjadi dengan proses yang sangat pelik dan panjang. Diterimanya Islam oleh penduduk pribumi yang secara bertahap membuat Islam terintegrasi dengan tradisi, norma, dan cara hidup keseharian penduduk lokal.

Menurut H.J. De Graaf (1998), pada abad ke-15 dan ke-16, para pedagang dari wilayah Cina selatan dan pesisir Vietnam, sekarang Champa semakin aktif di Jawa dan tempat-tempat lain di Nusantara. Itu berarti, para penyebar Islam asal Champa di Jawa pada abad ke-15 dan ke-16 Masehi tersebut membawa pengaruh adat kebiasaan dan tradisi keagamaan kepada masyarakat di Jawa dan tempat-tempat lain di Nusantara. Wallahu A’lam Bishawab