Puasa Asyura: Sejarah, Keutamaan dan Amalan Lainnya
Bagikan ini :

Bulan Muharram merupakan salah satu bulan mulia yang memiliki sejarah dan keutamaan yang luar biasa. Umat Islam bahkan diajurkan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah sebagai pengingat dan motivasi untuk memulai menjadi pribadi yang lebih baik di tahun baru.

Ustadz Muhammad Ali Fikri dalam tulisannya menjelaskan, Pada bulan Muharram ini—termasuk dalam bulan-bulan yang haram (asyhurul hurum)—Allah memiliki suatu hari, yang merupakan hari mulia dalam Islam. Hari itu adalah hari Asyura. Banyak kejadian, hal-hal penting, yang berhubungan dengan bulan ini. 

“Asyura diambil dari kata Asyirah (kesepuluh) untuk pleonastis (yang dilebih-lebihkan) dan diagungkan. Sedangkan pendapat yang kedua adalah pendapat yang paling banyak yaitu, kata Asyura adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram,”

Dari sahabat Abdullah bin Abbas radliyallahu ‘anh beliau berkata: “Tatkala Nabi Muhammad ﷺ datang ke kota Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa di hari Asyura, lantas beliau bersabda kepada mereka, ‘Hari apa yang kalian sedang berpuasa ini?’   


Mereka menjawab, ‘Hari ini adalah hari yang agung. Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya pada hari ini dan menenggelamkan Fir’aun beserta pasukannya. Maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai rasa syukur dan kami turut berpuasa.’   

Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Maka kami dengan Musa lebih berhak dan lebih utama daripada kalian.’ Maka Rasulullah ﷺ berpuasa dan memerintahkan berpuasa.” (HR Bukhari dan Muslim).   


Konon katanya, kaum Quraisy juga berpuasa pada hari Asyura.   


Disebutkan dalam riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim bahwa Sayyidah Aisyah radliyallahu ‘anha berkata: “Dulu kaum Quraisy berpuasa Asyura pada masa jahiliah. Kemudian Rasulullah ﷺ memerintahkan berpuasa Asyura pula, hingga diwajibkan puasa Ramadhan.   

Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Barang siapa yang berkehendak (ingin berpuasa), maka silakan berpuasa. Dan barang siapa yang berkehendak (tak ingin berpuasa), maka tidak berpuasa.”   

Tak hanya puasa Asyura yang dianjurkan, puasa Tasu’a (hari kesembilan dari bulan Muharam) dan hari kesebelas pun juga diperintahkan oleh Nabi Muhammad ﷺ untuk berpuasa juga. Hal ini guna untuk membedakan antara ritual ibadah orang Muslim dan kaum Yahudi.   

Diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Abbas radliyallahu ‘anh beliau berkata: “Nabi Muhammad ﷺ beliau bersabda, ‘Jika aku masih hidup hingga tahun depan, pasti aku akan berpuasa pada hari kesembilan’” (HR Muslim).   


Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dari sahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anh, marfu‘ (disandarkan kepada Nabi Muhammad ﷺ) berkata, “Puasalah pada hari Asyura dan bedakanlah diri kalian dengan kaum Yahudi. Puasalah sehari sebelumnya atau setelahnya.”   

Imam Syafi’i dalam kitabnya al-Um dan al-Imla’ menegaskan bahwa disunahkan berpuasa 3 hari; puasa Asyura, Tasu’a dan puasa hari kesebelas.   

Berdasarkan riwayat tersebut, Ustadz Ali Fikri menyimpulkan  bahwa puasa Asyura itu ada 3 tingkatan: Tingkatan yang paling rendah ialah puasa Asyura saja, kemudian atasnya adalah puasa Asyura dan puasa Tasu’a, dan yang terakhir, tingkatan yang paling tinggi adalah puasa Asyura, Tasu’a dan puasa hari kesebelas (bulan Muharram).

One thought on “Puasa Asyura: Sejarah, Keutamaan dan Amalan Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *