Kisah Pohon Kurma Menangis di Hadapan Nabi Muhammad

Di bawah teriknya matahari Madinah, dalam suasana Masjid Nabawi yang ramai dengan aktivitas umat Islam, berdiri sebuah pohon kurma yang menjulang tinggi. Pohon kurma ini bukan sembarang pohon kurma, ia memiliki kisah istimewa yang terjalin dengan Nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah Islam. Pada suatu hari Jumat, ketika Nabi Muhammad saw sedang menyampaikan khutbah di Masjid Nabawi, tiba-tiba terdengar suara tangisan dari arah belakang masjid. Suara tangisan itu begitu menyedihkan, membuat jamaah yang hadir menoleh ke sumber suara. Ternyata, suara tangisan itu berasal dari pohon kurma yang berdiri di dekat mimbar tempat Nabi Muhammad saw biasa berkhutbah. Melihat pohon kurma yang menangis, Nabi Muhammad segera mengakhiri khutbahnya dan menghampiri pohon tersebut. Beliau meletakkan tangannya di batang pohon kurma sambil berkata, “Ada apa denganmu, wahai pohon kurma? Mengapa kamu menangis?”

Pohon kurma tersebut, seperti dikaruniai Allah swt kemampuan untuk berbicara, menjawab dengan suara yang lemah dan sedih, “Ya Rasulullah, aku menangis karena aku akan berpisah denganmu. Aku akan rindu mendengar suara merdu dan nasehat bijakmu yang selalu menenangkan jiwaku.” 

Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, sebagaimana termaktub dalam Fathul Bari Jilid 4, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, halaman 374; 

أنَّ امْرَأَةً مِنَ الأنْصَارِ قالَتْ لِرَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: يا رَسولَ اللَّهِ، ألَا أجْعَلُ لكَ شيئًا تَقْعُدُ عليه؟ فإنَّ لي غُلَامًا نَجَّارًا قالَ: إنْ شِئْتِ، قالَ: فَعَمِلَتْ له المِنْبَرَ، فَلَمَّا كانَ يَوْمُ الجُمُعَةِ قَعَدَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ علَى المِنْبَرِ الَّذي صُنِعَ، فَصَاحَتِ النَّخْلَةُ الَّتي كانَ يَخْطُبُ عِنْدَهَا، حتَّى كَادَتْ تَنْشَقُّ، فَنَزَلَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ حتَّى أخَذَهَا، فَضَمَّهَا إلَيْهِ، فَجَعَلَتْ تَئِنُّ أنِينَ الصَّبِيِّ الَّذي يُسَكَّتُ حتَّى اسْتَقَرَّتْ، قالَ: بَكَتْ علَى ما كَانَتْ تَسْمَعُ مِنَ الذِّكْرِ.

Artinya: Bahwa seorang wanita Anshar berkata kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, tidakkah aku buatkan untukmu sesuatu untuk engkau duduki? Karena aku memiliki seorang anak laki-laki yang tukang kayu.” Beliau bersabda, “Jika engkau mau.” Maka wanita tersebut membuatkan mimbar untuk Nabi Muhammad. Maka ketika hari Jum’at, Nabi SAW duduk di mimbar yang telah dibuat, lalu pohon kurma yang di depannya saat beliau berkhutbah berteriak hingga hampir pecah. Maka Rasulullah turun hingga mengambilnya, lalu memeluknya. Maka pohon tersebut mulai meratap seperti rengekan bayi yang sedang didiamkan hingga tenang. Beliau bersabda, “Pohon tersebut menangis karena dzikir yang dulu biasa ia dengar.”. Menurut Ibnu Hajar, hadits tersebut menjelaskan pohon kurma tersebut menangis karena kehilangan nasihat dan zikir yang senantiasa Rasulullah ucapkan didekatnya. Selama ini, si pohon telah menjadi tempat Rasulullah bersandar saat memberikan khutbah Jumat. Pun di pohon kurma itu, ia mendengar langsung nasihat-nasihat bijak dari Nabi yang penuh hikmah dan kebijaksanaan. 


Saban Jumat, pohon kurma tersebut telah merasakan langsung kasih sayang dan cinta Rasulullah. Pohon itu telah merasakan bagaimana Rasulullah bersandar di batangnya saat memberikan khutbah Jumat. Interaksi itu sangat berbekas di hatinya. 

Namun, ketika Rasulullah tidak lagi menggunakan pohon itu sebagai tempat bersandar, maka ia merasa kehilangan. Merasa kesepian dan sedih. Kendati tidak punya hati laiknya manusia, tetapi pohon kurma itu bisa merasa sedih karena telah ditinggalkan oleh sosok yang sangat dicintainya. Hal itu karena seorang perempuan tua dari kalangan Anshar dan anaknya yang juga merupakan tukang kayu menemui Nabi. Ia ingin membuatkan Rasulullah sebuah mimbar untuk dipergunakan khutbah di hari Jumat. Nabi Muhammad tidak keberatan dengan ide itu. “Silakan jika kalian ingin melakukannya,” ujar Rasulullah atas ide itu. Itulah yang membuat kurma tersebut menangis. Ia merasa akan kehilangan pujaan hatinya, yang saban Jumat ia bersamai. Tidak ada yang lebih menyedihkan dibanding kehilangan sosok yang dicintai. begitu derita pohon kurma.   Rasulullah pun menyadari kesedihan pohon tersebut. Beliau turun dari mimbar dan memeluk batang kurma itu. Pelukan cinta dari Rasulullah tersebut dapat mengobati rasa sedih si pohon. Kisah pohon kurma yang menangis kepada Nabi Muhammad ini mengajarkan kepada kita bahwa segala sesuatu di dunia ini, termasuk makhluk hidup dan tumbuhan, memiliki rasa dan perasaan.  Para pohon itu mampu merasakan kasih sayang, kehilangan, dan kebahagiaan. Oleh karena itu, kita harus selalu bersikap baik kepada semua makhluk ciptaan Allah, termasuk hewan dan tumbuhan. Selain itu, kisah ini juga mengajarkan kepada kita tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup. Pohon kurma, dengan buahnya yang lebat dan manis, merupakan salah satu anugerah Allah yang sangat bermanfaat bagi manusia. Kita harus selalu bersyukur atas anugerah ini dan berusaha untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup agar pohon kurma dan makhluk hidup lainnya dapat terus hidup dan berkembang.

Penulis: Alima Sri Sutami Mukti

Editor: Nida Millatissaniyah

Ketika Rasulullah Membatalkan Kepemilikan Lahan Pribadi untuk Kepentingan Umat

Kepemilikan tanah di masa Rasulullah saw tidak sekompleks masa kini. Misalnya di Indonesia, sudah dilengkapi dengan sistem sertifikasi kepemilikan tanah yang dikelola oleh pemerintah melalui lembaga Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Meskipun begitu, langkah-langkah menuju keadilan agraria sudah ada pada masa Nabi, khususnya ketika beliau menjabat sebagai kepala negara di Madinah. Mengutip buku Islam dan Agraria karya Gita Anggraini, ada beberapa catatan sejarah di mana Nabi mengapling tanah kepada beberapa orang sahabat. Misalnya Rasulullah pernah mengaplingkan tanah untuk seseorang dari kalangan Anshar yaitu, Sulaith. Selain Sulaith, ada juga Zubair bin ‘Awwam yang ditetapkan baginya tanah di Khaibar

Menariknya, pada masa Rasulullah sudah ada sistem surat tanda kapling tanah. Surat kapling tanah ini beliau berikan kepada Abu Tsa’labah al-Khusyani, salah seorang sahabat Nabi yang terkenal rajin beribadah dan berilmu.

Dikisahkan suatu hari Rasulullah saw didatangi oleh Abyadh bin Hammal, salah seorang sahabat Nabi yang berasal dari wilayah di pedalaman Yaman yang disebut dengan Ma`rib. Pada pertemuan tersebut, ia meminta untuk dipatenkan baginya hak milik tanah di wilayah Ma`rib tersebut. Konon lahan di wilayah tersebut terkenal dengan tambang garamnya, hingga Rasulullah saw mengira bahwa penetapan tanah untuk Abyadh adalah dalam rangka ihya al-mawat atau menghidupkan serta memakmurkan kembali lahan yang telah mati atau lama tidak ada aktivitas manusia di dalamnya. Tanpa banyak pertimbangan, Rasulullah pun menetapkan tanah itu untuk Abyadh. Selang beberapa waktu kemudian, ada seseorang mendatangi Rasulullah, ternyata ia adalah Al-Aqra’ bin Habis At-Tamimi, sosok sahabat yang terhormat dari kalangan Bani Tamim. “Wahai Rasul, tahukah tanah jenis apa yang telah engkau tetapkan untuk Abyadh? Aku pernah melewati tambang garam pada masa jahiliyah dulu. Tambang tersebut terdapat di suatu daerah yang tidak berair. Siapa pun yang mendatanginya, ia bebas untuk mengambilnya, ia layaknya air yang mengalir tak terbatas. Sungguh engkau menetapkan tanah yang memiliki air yang diam” ungkap Al-Aqra’ kepada Nabi saw.

Mengetahui kabar tersebut, Rasulullah saw menganulir kepemilikan tanah yang telah ia tetapkan atas Abyadh bin Hammal. Pasalnya, tanah yang memiliki sumber alam yang untuk memperolehnya tidak perlu fasilitas dan tenaga, dihukumi oleh Nabi sebagai tanah lindung dan harus dialokasikan untuk kepentingan publik, bukan milik pribadi.

Riwayat tersebut tercatat dalam Sunan at-Tirmidzi dan juga Sunan Ibnu Majah, yaitu:

عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَهُ مِنْهُ 

Artinya: “Dari Abyadh bin Hammal, ia datang kepada Rasulullah saw meminta untuk menetapkan kepemilikan sebidang tambang garam untuknya, lalu Rasul pun menetapkan untuknya. Ketika hendak beranjak pergi, seseorang yang berada di majelis berkata; Tahukah engkau apa yang engkau tetapkan untuknya? Sesungguhnya engkau menetapkan tanah yang memiliki air yang diam. Nabi pun membatalkannya.” (HR at-Tirmidzi).

Hadits yang serupa dengan hadits riwayat at-Tirmidzi, yaitu riwayat Ibnu Majah:

عَنْ أَبِيهِ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ أَنَّهُ اسْتَقْطَعَ الْمِلْحَ الَّذِي يُقَالُ لَهُ مِلْحُ سُدِّ مَأْرِبٍ فَأَقْطَعَهُ لَهُ ثُمَّ إِنَّ الْأَقْرَعَ بْنَ حَابِسٍ التَّمِيمِيَّ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ وَرَدْتُ الْمِلْحَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَهُوَ بِأَرْضٍ لَيْسَ بِهَا مَاءٌ وَمَنْ وَرَدَهُ أَخَذَهُ وَهُوَ مِثْلُ الْمَاءِ الْعِدِّ فَاسْتَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْيَضَ بْنَ حَمَّالٍ فِي قَطِيعَتِهِ فِي الْمِلْحِ فَقَالَ قَدْ أَقَلْتُكَ مِنْهُ عَلَى أَنْ تَجْعَلَهُ مِنِّي صَدَقَةً فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ مِنْكَ صَدَقَةٌ وَهُوَ مِثْلُ الْمَاءِ الْعِدِّ مَنْ وَرَدَهُ أَخَذَهُ

Artinya: “Dari Abyadh bin Hammal, ia pernah mengumpulkan garam yang disebut dengan garam bendungan Ma’rib, ia mengumpulkan untuk dirinya sendiri. Kemudian Al Aqra’ bin Habis At-Tamimi mendatangi Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku pernah melewati (kumpulan) garam di masa jahiliyah, ia terdapat di suatu daerah yang tidak berair. Siapa saja yang mendatanginya ia bebas untuk mengambilnya, ia seperti air yang mengalir.” Maka Rasulullah meminta pembatalan Abyadh dari [kepemilikan tambang] garam yang dikumpulkan, Abyadh pun berkata, “Aku telah merelakan pembatalan itu dengan syarat engkau jadikan [tambang itu yang dimanfaatkan banyak orang] sebagai (pahala) sedekah dariku.” Rasulullah menjawab: “[Tambang itu] adalah sedekah darimu, ia seperti air yang mengalir. Siapa pun yang mendatangi tambang tersebut, maka ia bebas mengambilnya.” (HR Ibnu Majah).

At-Tirmidzi mengomentari hadits tersebut adalah hadits gharib dan menjadi pedoman dalam praktik penetapan tanah. Berdasarkan hadits ini, at-Tirmidzi menyimpulkan kebolehan pemimpin negara untuk menetapkan bagian tanah seseorang asal bukan tanah lindung. (Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, jilid VIII, hal. 161). Berdasarkan hadits ini, Mula al-Qari memandang bahwa wilayah tambang sumber daya alam yang dapat diperoleh dengan mudah tanpa perlu fasilitas alat apapun untuk mengambil, seperti air, rumput, dan lain-lain semacamnya maka tidak boleh dimiliki atas nama pribadi. Alasannya ia merupakan sumber alam yang menjadi kebutuhan umum manusia. Selain itu, sumber alam di wilayah tersebut juga tidak terbatas, bahkan bisa diambil manfaatnya secara terus menerus. Apabila dimiliki secara individual, maka akan merepotkan banyak orang dan menjadi keuntungan pribadi semata. (Al-Azhim Abadi, ‘Awnul Ma’bud, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995], jilid XIII, hal. 250). Imam an-Nawawi juga sempat mengomentari hadits ini dalam al-Majmu’ jilid VII halaman 69, bahwa pelarangan Rasul atas kepemilikan individual pada lahan tersebut disebabkan ia merupakan lahan tambang sumber alam yang diperoleh secara mudah tanpa adanya proses penggalian tambang yang membutuhkan fasilitas dan biaya yang besar. Demikianlah riwayat mengenai anulir Nabi terhadap hak paten tanah secara individual disebabkan lahan tersebut harusnya dapat diakses oleh publik secara gratis karena mengandung sumber daya alam yang dapat diperoleh dengan mudah. Dalam konteks Indonesia, proses penetapan tanah melalui redistribusi lahan dapat mengikuti langkah Rasulullah sebagai inspirasi awal dalam menentukan kebijakan.

Penulis: Alima Sri Sutami Mukti

Editor: Nida Millatissaniyah

7 Nama Anak Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad diketahui memiliki 7 orang anak. Dari ketujuh anak tersebut, enam di antaranya dilahirkan oleh istri pertama Nabi Muhammad, Khadijah, dan satu dari Mariah al-Qibthiyah. Mariah al-Qibthiyah adalah salah satu istri Nabi Muhammad dari kaum Kristen yang merupakan budak yang memiliki kedudukan terhormat pada penguasa Mesir. Sebab, pertemuan Nabi Muhammad dan Mariah terjadi setelah Mariah dikirim oleh penguasa Mesir bawahan Kerajaan Bizantium, Muqawqis, sebagai hadiah untuk Rasulullah. Singkat cerita, Nabi Muhammad dan Mariah al-Qibthiyah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Ibrahim.

Nabi Muhammad dikaruniai 7 orang anak, yaitu 3 anak laki-laki dan empat orang perempuan. Mereka bernama:

1. Al Qasim

2. Zainab

3. Ruqayyah

4. Ummu Kultsum

5. Fatimah Az-Zahra

6. Abdullah

7. Ibrahim

Al Qasim Al Qasim adalah anak pertama Nabi Muhammad dari pernikahannya dengan Khadijah. Qasim diketahui lahir sebelum Rasulullah diangkat menjadi seorang Nabi. Sayangnya, usia Al-Qasim hanya beberapa hari. Zainab Al-Kubro Setelah Al-Qasim, Nabi Muhammad dan Khadijah dianugerahi anak kedua, yaitu Zainab.

Zainab tumbuh menjadi wanita dewasa yang kemudian menikah dengan Abu al-Ash bin ar-Rabi. Dari pernikahan mereka, Nabi Muhammad dikaruniai seorang cucu bernama Ali yang wafat saat remaja dan Umamah yang kelak menikah dengan Ali bin Abi Thalib.

Ruqayyah Sekitar tiga tahun setelah melahirkan Zainab, Khadijah melahirkan putri kedua yang diberi nama Ruqayyah. Saat dewasa, Ruqayyah dipersunting oleh Utsman bin Affan. Mereka dianugerahi seorang anak bernama Abdullah yang kemudian wafat ketika berusia enam tahun.

Abdullah wafat akibat dipatuk oleh seekor ayam jantan. Akibatnya, Abdullah menderita sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sementara itu, menurut catatan sejarah, Ruqayyah wafat saat Perang Badar berlangsung. Ummu Kultsum Anak keempat Rasulullah diberi nama Ummu Kultsum.

Ia menikah dengan Utaibah bin Abu Lahab, tetapi bercerai. Setelah itu, Ummu Kultsum dinikahi oleh Utsman bin Affan, sepeninggalnya Ruqayyah. Pada abad ke-9 H, Ummu Kultsum meninggal dunia, tepatnya di bulan Sya’ban.

Fatimah Az-Zahra Fatimah Az Zahra adalah putri bungsu Nabi Muhammad dengan Siti Khadijah. Dalam perjalanannya, Fatimah sering menemani Nabi Muhammad berdakwah, khususnya setelah Khadijah meninggal dunia. Fatimah kemudian dikenal sebagai putri kesayangan dan “pengawal” Rasulullah yang memiliki banyak keistimewaan dan keutamaan. Salah satu keutamaan Fatimah Az- Zahra adalah ia menjadi perempuan yang dikhususkan hanya untuk beribadah kepada Allah.

Fatimah Az-Zahra kemudian menikah dengan Ali bin Abi Thalib dan dianugerahi anak bernama Hasan dan Hussain bin Ali.Salah Satu Perawi Hadis Pertama Abdullah Abdullah adalah anak keenam Nabi Muhammad yang lahir setelah ia diangkat sebagai Rasulullah.

Ibrahim Ibrahim adalah putra keempat Nabi Muhammad dari istrinya Mariah al-Qibthiyah. Mariah al-Qibthiyah adalah satu-satunya istri Nabi Muhammad yang berasal dari kaum Kristen. Mariah memutuskan masuk Islam setelah tertarik dengan Islam dan akhirnya membuka hati untuk menjadi Muslim dan beriman kepada Allah SWT. Sesampainya di Madinah, Mariah dipertemukan dengan Rasulullah. Rasulullah kemudian memutuskan untuk menikahi Mariah. Pernikahan Nabi Muhammad dan Mariah pun dianugerahi satu orang putra bernama Ibrahim.

penulis : Ridwan Fauzi

Syeikh Nawawi al-Bantani: Ulama yang Mendunia

RIWAYAT HIDUP DAN PENDIDIKAN

Nawawi al-Bantani, seorang ulama besar dari desa Tanara, kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten. Dia adalah seorang tokoh ulama besar. Penulis terkenal dan pendidik dari Banten lama bermukim di Mekah. Ia dilahirkan pada tahun 1813 M atau bertepatan dengan 1230 H. Nama aslinya adalah Nawawi bin Umar bin Arabi. Ia dikenal juga sebagai Nawawi al-Bantani. Dikalangan keluarganya, Syeikh Nawawi dikenal juga dengan sebutan Abu Abdul Mu’ti. Ayahnya bernama KH. Umar bin Arabi, seorang ulama dan penghulu di Tanara, Banten. Ibunya Jubaidah, penduduk asli Tanara. Dari silsilah keturunan ayahnya. Syeikh Nawawi merupakan salah satu keturunan Maulana Hasanuddin, putra Maulana Syarif Hidayatullah.

Semasa kecil, Nawawi pernah berpamitan dengan ibu kandungnya untuk pergi mengaji menuntut ilmu, maka ibunya melepas sang anak yang dikasihinya itu dengan pesan “Aku doakan dan kurestui kepergianmu mengaji dengan suatu syarat: Jangan pulang sebelum pohon kelapa yang sengaja kutanam ini berubah!”. Ibunya memang berharap agar anaknya menuntut ilmu secara sungguh-sungguh da tidak cepat puas.

Kelebihan Syeikh Nawawi telah terlihat sejak remaja. Ia hafal qur’an pada usia 18 tahun. Sebagai seorang Syeikh, ia menguasai hampir seluruh cabang ilmu agama, seperti ilmu tafsir, ilmu tauhid, fiqih, akhlak, tarikh dan bahasa Arab. Pendirian-pendiriannya dalam bidang ilmu kalam dan fiqih bercorak ahlussunah waljamaah. Menurut catatan sejarah, di Mekkah ia cukup lama mendalami ilmu-ilmu agama dari para Syeikh, seperti Syeikh Muhammad Khatib Sambas, Syeikh Abdul Gani Bima, Syeikh Yusuf Sumulaweni dan Syeikh Abdul Hamid Dagastani.

PENGABDIANNYA

Dengan bekal pengetahuan agama yang telah ditekuninya selama 30 tahun di Mekkah. Syeikh Nawawi telah menguasai dan mendalami berbagai disiplin ilmu agama, kemudian mengajarkan ilmu yang didapatnya tersebut setiap hari di Masjidil Haram, karena itulah ia dipanggil Syeikh. Murid-muridnya berasal dari berbagai penjuru dunia. Syeikh Nawawi terkenal sebagai salah seorang ulama besar dikalangan umat islam dunia. Ia dikenal melalui karya-karya tulisannya. Murid-muridnya yang hadir tidak pernah kurang 200 orang. Diantara murid-muridnya yang kemudian terkenal antara lain: KH. Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asy’ari Jombang, KH. Raden Asnawi dari Kudus, dan KH. Tubagus Mohammad Asnawi dari Caringin Jawa Barat. Ada juga yang dari Malaysia seperti KH. Dawud (Perak). Ia mengajarkan pengetahuan agama secara mendalam kepada murid-muridnya yang meliputi hampir seluruh bidang pelajaran agama.

Disamping membina pengajian, melalui murid-muridnya Syeikh Nawawi memantau perkembangan situasi politik di tanah air dan memberikan saran-sarannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia. Pada sekitar tahun 1831 M ia kembali ke Indonesia. Di Banten ia kemudian membina pesantren peninggalan orang tua nya. Namun karena situasi politik kolonial Belanda yang tidak menguntungkan, setelah tiga tahun ia membina pesantren, ia kembali ke Mekkah meneruskan pelajarannya. Sejak itu ia tidak pernah kembali lagi ke tanah airnya.

Sumber: Tokoh islam paling berpengaruh

Pahlawan Surabaya

Bung tomo (Soetomo) adalag seorang tokoh pejuang bangsa ia dikenal saat memimpin perjuangan melawan tentara sekutu dalam pertempuran bersejarah 10 November 1945 di surabaya. Bung tomo, ia Anak sulung dari Tjiptowijoyo, lahir pada tanggal 3 Oktober 1920 di Surabaya tetapi asalnya dari Ponogoro.

Dimasa revolusi di mempersunting gadis Malang, bernama Sulistinah ( putri siswosudarno) seorang guru di Jawa Timur dan menikah pada 19 juni 1947. dalam pernikahan itu Bung Tomo mempunyai 4 Anak masing masing: Lien sulistami. Bangbang sulistomo. Sri sulistami. dan Rama sulistami.

Di masa kabinet Burhanuddin Harahap, Bung tomo pernah menjadi mentri Negara urusan pejuang: merangkap mentri sosial. mendirikan rakyat partai indonesia menjelang akhir hayat nya aktif dalam bidang bisnis perusahaan perkayuan PT. Ayu balapan bimber pernah berkunjung ke USA Korea selatan, Jepang, Jerman, Belanda, Inggris, Philipina, Singapur,Malaysia, Hongkong, Muangthai dan Australia

Di masa pembentukan TNI di tahun 1948. Bung tomo masuk dalam jajaran pimpinan TNI di bawah pimpinan panglima besar Soedirman. pangkat terakhirnya adalah mayor jendral TNI.

Nama Bung tomo sampai saat ini dengan nama nama pahlawan lain yang di akui telah mewakili kepahlawanan Indonesia: mereka adalah Bung Karno. Bung Hataa. Bung Syahrir.dan Bung tomo. sebutan “Bung” untuk panggilan akrab untuk para aktivis dan anggota pergerakan perjuangan nasioanl. tetapi nama Bung tomo punya kesan khusus di hati bangsa khususnya umat islam. Dia memberikan inspirasi islami dalam memimpin perjuangan mempertahankan kemerdekaan bangsanya, ia juga juga sosok pemimpin dan komandan tempur yan pemberani.

Allohu Akbar…… !!!!! Maju terus pantang mundur !!!!!

itulah teriakan yang bergema memimpin perjuangan rakyat Surabaya sesaat setelah agresi I Belanda ke surabaya yang membonceng tentara sekutu. pada tanggal 10 November 1945. Teriakan itu telah membakar semangat juang arek arek Suroboyo untuk menentang penjajahan dan mengenyahkan mereka dari bumi pertiwi. teriakan itu di komandoi oleh seorang komandan TNI dan tokoh muslim yang kita kenal dengan Bung tomo, sosok pemuda surabaya yang tangguh dan berani dalam menghadapi musuh.

Detik detik perjuangan yang gigih berani dan arek arek Surabaya di mulai jam 06 : 00 pagi tanggal 10 November kota surabaya membara. bom di jatuhkan dari udara, dilepaskan dari laut dan di tembakan dari meriam darat. serangan yang di lancarkan sekutu merupakan pertempuran terdasyat yang pernah terjadi. selama lebih 3 minggu pertempuran di jalan jalan berlangsung dengan sengit. para pemuda mati matian membela kota Surabaya. bahkan pemuda kota Surabaya yang sedang menghadiri kongres segera meninggal kan kongres dan bergabung dengan kawan kawan nya memerangi penjajah. ribuan rakyat gugur dalam peperangan tersebut. karena keberanian pejuang melawan sekutu dan banyak nya korban yang jatuh dari kedua belah pihak, maka kota Surabaya juga dikenal dengan kota pahlawan. disaat selesai perang, Bung tomo menceritakan; ” pada saat itu saya tidak tahu bagaimana saya harus mengerakan pemuda pemuda Surabaya untuk menghadapi pasukan belanda yang bersenjata lengkap dan modern. hanya kata kata Allohu Akbar itu lah yang saya ingat dalam mengerakan pemuda pemuda Surabaya untuk melawan mereka “

Disaat tentara sekutu (NICA) yang di dalam nya terdapat tentara Belanda mendarat di Surabya untuk kembali menjajah bangsa Indonesia. saat itu pula pengurus NU segera mengambil seluruh konsul NU se- sejawa dan Madura untuk mengambil sikap terhadap NICA. pertemuan yang di pimpin oleh K.H Hasyim asyari di kantor PBNU Surabaya pada tanggal 21-22 Oktober 1945. menegeluarkan resolusi jihad pisabililah untuk melawan tentara sekutu.

Dalam pertemuan Surabaya itu, NU mendesak pemerintah RI untuk segera bersikap dengan tegas sesuai resulosi yang dikeluarkan NU yaitu memerintahan perang sabil. menurut NU. nertempur melawan tentara belanda dan sekutunya (NICA) adalah fardu a’in. wajib hukumnya bagi setiap orang islam dan berdosa bagi meninggalkan nya ( Chirul anam, 1985:124) Resolusi jihad ini kemudian di perkuat melalui melalui partai Masyumi, sebagai keputusan politik dalam melawan kolonial Belanda (NICA)

Resolusi jihad NU ini berhasil mengorban semangat juang yang pantang mundur dan dari arek arek Surabaya dan kebencian terhadap Belanda dan pondok pondok pesantren di Jawa Timur telah berubah menjdai markas Hizbulloh dan Sabililah. perlawanan rakyat terhadap (NICA) berhasil menewaskan jendral Mallaby (panglima tentara sekutu di Surabaya). tewas nya malabi ini lah yang memicu pertempuran 10 November di Surabaya untuk mengenang patriostisme dan semanggat jihad itu lah, pemerintah RI menjadikan tanggal 10 November sebagai hari pahlawan.

Bung tomo seprti hal nya jendral Sudirman dekat dengan ulama dan kiyai. dia dikenal dengan kalangan pesantren bahkan sering meminta nasihat kepada K.H Hasyim asyari pada tangga 25 Juli 1947, setelah solat tarawih utusan Bung tomo menemui K.H Hasyim asyari. isi surat Bung tomo saat itu memohon K.H Hasyim asyari untuk memberi komanda ” jihad fisabillah” pada umat islam untuk melawan Belanda. sebelumya K.h Hasyim asyari telah memfatwakan resolusi jihad (Oktober 1945) untuk melawan Belanda. namun saat itu K.H Hasyim tidak memberikan jawaban langsung karena masalah itu di anggapnya sanggat penting, tetapi meminta waktu untuk semalam untuk melakukan solat istikhoroh sebelum memberikan solusinya. dan surat tersebut tidak pernah sempat di balasnya. karena esoknya K.H Hasyim asyari meninggal dunia.

Berkat semangat kepahlawanan yang dikibarkan Bung tomo, menjadikan Surabaya tetap berada di dalam pengakuan ibu pertiwi dan bergema Allohu Akbar telah menjadi gema kemenangan dihati pemuda pemuda Surabaya. Bung tomo ia meninggal dunia pada saat berangkat haji; di arofah ia tertidur dan panas terik matahari telah menyebab kan nya kekurangan cairan, dan dalam kondisi tidur. Bung tomo tutup usia di Padang Arofah (saudi arabia) pada 7 Oktober 1981, 4 hari setelah ulang tahunya yang ke 61.

Pewarta: Alima sri sutami mukti.