Ratusan Santri Ikuti Makesta

Masa Kesetiaan Anggota (Makesta) adalah suatu kegiatan pengkaderan yang menjadi gerbang awal dalam mengikuti IPNU-IPPNU. Dari pentingnya pengkaderan tersebut, maka Pimpinan Anak Komisariat IPNU-IPPNU Al-Musri’ mengadakan kegiatan Makesta.

Para pelajar diharapkan memiliki cara berpikir dan gerakan sesuai dengan harakah NU. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengenalkan masalah tersebut dalam pelatihan formal.

Seperti yang dilakukan Pimpinan Komisariat (PK) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Miftahulhuda Al-Musri’ Cianjur . Mereka melangsungkan kaderisasi formal Masa Kesetiaan Anggota atau Makesta, Kamis (12/01/23). Kegiatan berlangsung di lembaga pendidikan Yayasan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Pusat.

Target utama dari pelaksanaan Makesta adalah menjaga para pelajar dan untuk lebih mencintai NU, jenjang kaderisasi di NU harus tertib. Dengan harapan, usai dari IPNU IPPNU akan lanjut ke Ansor,  Fatayat dan seterusnya.

Pelajar NU harus menanamkan paradigma dengan belajar hingga akhir hayat, manifestasi berjuang dalam menjadi agen perubahan yang peka terhadap problematika masyarakat, serta senantiasa bertakwa kepada Allah SWT.

Diketahui, Makesta kali ini diikuti sebanyak 350 pelajar putra & putri. Para peserta dibekali sejumlah materi dan dilatih dalam mengaplikasikan materi dengan praktik secara langsung di lapangan.

 

Pewarta: Dimas Pamugkas

Program Pencetak Santri Menjadi Mubaligh

Secara etimologis, kata Mubaligh ini diambil dari kata Ballagho yang maknanya adalah penyampai atau bisa pula disebutkan sebagai yang menyampaikan. Dengan demikian maka Mubaligh bisa diartikan sebagai sebutan bagi orang-orang yang menyampaikan atau menyiarkan ilmu agama kepada orang lain.

Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ punya metode tersendiri untuk mencetak santri-santrinya sebagai mubaligh yang pandai dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Yaitu dengan adanya Mubalighan sebagai salah satu program mingguan.

Program-program unggulan yang ada di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri termasuk Program Mubalighan ini telah ada sejak pesantren dipimpin oleh Mama KH. Ahmad Faqih yang sekaligus pendiri Yayasan pondok pesantren pada tahun 1972 M.

Pada setiap malam Kamis sesudah kajian kitab Ta’lim umum, para santri diharuskan memasuki tempat Mubalighan masing-masing untuk menonton peserta Mubaligh yang terpilih menyampaikan materi Mubaligh di malam tersebut.

Program mingguan Mubalighan ini dimulai dari yang menjadi MC, pembaca Tawasul, Al-Qur’an dan Sholawat, do’a, juga peserta Mubaligh akan bergiliran semua santri di setiap minggunya, dengan diawasi oleh perwakilan dari Ustadz / Ustadzah dan biro Pendidikan.

Untuk peserta mubalighnya, mulai dari kelas 1 tingkat Tsanawiyah sampai kelas 3 Ma’had Aly. Berbeda dengan kelas lainnya yang menyampaikan materi dengan Bahasa lokal, untuk kelas 3 tingkat Aliyah diwajibkan mubalighan dengan berbahasa Arab. Dengan membawakan materi yang dicari atau ditulis sendiri oleh para peserta.

Kelas yang lain seperti I’dadiyah, tingkat Ibtidaiyyah, dan santri dari kelas lainnya yang belum terpilih sebagai mubaligh diwajibkan untuk menyimak dan menuliskan kembali pesan serta isi dari mubaligh tersebut pada buku yang sudah disediakan oleh seksi Pendidikan. Dan sebulan sekali, akan ada pengumpulan buku tersebut untuk pemeriksaan.

Disamping itu, dengan program ini Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ juga menekankan pada para santrinya agar dapat menguasai berbagai literatur keislaman mulai dari kitab alat, fiqih, tauhid, hadits, tafsir, dan lainnya.

Berbicara tentang Mubaligh, untuk lebih mengembangkan lagi dalam hal berbahasa, salah satu organisasi santri Miftahulhuda Al-Musri’ (OSMA) -yaitu biro Bahasa- juga mengadakan lomba Pidato Bahasa Arab antar kelas setiap satu bulan sekali yang diikuti oleh satu orang perwakilan dari setiap kelasnya.

Program ini sangat bermanfaat bagi santri agar terbiasa dalam berdakwah secara lisan jika telah lulus dari pesantren. Hasilnya, para lulusan Pesantren MIftahulhuda Al-Musri’ kerap diminta oleh masyarakat untuk menjadi pengajar atau pengisi acara pengajian, terutama di tempat-tempat yang minim terdapat tokoh agamanya.

“Sering alumni yang lulus dari sini langsung diminta warga, dibuatkanlah seperti madrasah untuk mengisi pengajian dan mengajar.” kata salah satu dari bagian Pendidikan. Dan masih banyak lagi berbagai dampak manfaat lainnya yang menjadi inspirasi bagi para santri dalam berbagai program pembelajaran.

 

penulis : Rahmi Rahmatussalamah

 

Konsep Pelaksanaan Haul Al Musri’ Tahun 2023

Panitia Haul Syaikhuna Miftahulhuda Al-Musri’ Pusat sudah menggelar musyawarah Rapat kerja, kemarin hari minggu, 09 Januari 2023 M. rapat kerja ini diselenggarakan di gedung al faqih Al-Musri Pusat. Para panitia menetapkan rencana strategis dan roadmap dalam rentang waktu kurang lebih 1 bulan.

Mama Syaikhuna KH. Ahmad Faqih ke-23, AA KH. Zainal Musthofa -19, Akang KH. Ade M. Mansur Asshomad KE-8, Apa KH. HILMAN Abdurrohman KE-2

Bismillahirrohmanirrohim, Pelaksanaan mengenang wafatnya Mama Syaikhuna dan Para Masyaikh Al-Musri’ merupakan amalan tahunan keluarga besar Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ dengan Tujuan: 

  1. Sebagai media silaturahmi tahunan kaum muslimin, khususnya para alumni beserta keluarga Al-Musri’. 
  1. Sebagai media mengingat akan keagungan dan jasa para masyaikh Al-Musri’ yang dihaulkan. 
  1. Sebagai media pemantapan dan pengamalan Amanat Mama Syaikhuna dan para Masyaikh, khususnya untuk para alumni nya. Adapun konsep daripada pelaksanaan Haul tahun 2023 M ini yaitu “………………………………..”. Kegiatan yang akan dilaksanakan terdiri dari: 
  1. Pra Haul 

Yaitu kegiatan dalam rangka menyambut pelaksanaan puncak Haul. Adapun kegiatannya berupa: 

  1. Pembukaan Ziarah Haul, yaitu 1 minggu sebelum acara puncak. 
  1. Ziarah bergilir oleh para Alumni dan Jamaahnya dari Desa sekitar Pesantren Al-Musri’. Mulai Hari Sabtu – Rabu, 27 Rajab – 1 Sya’ban 1444 H / 18 – 22 Februari 2023 M. 
  1. Ataqoh Sugro, Oleh Akang KH. Mukhtar Soleh, BA bersama Santri Al-Musri’. Waktu: Rabu malam Kamis, 2 Sya’ban 1444 H / 22 Februari 2023 M. 
  1. Silaturahmi Akbar, Silaturahmi antara Dewan Masyayikh Al-Musri’ beserta Pengurus KORDA Jam’iyyah dan Alumni pada umumnya. Dilaksanakan pada hari Kamis, pukul 16.30 WIB ba’da Ashar yang dipandu oleh Pengurus Pusat Jam’iyyah AlMusri’. Bertempat di Masjid Al-Musri’ Lama (Masjid Al-Hidayah). Materi Pokok pada agenda ini yaitu tentang: • Ke-Al musri’-an oleh Ketua Yayasan dan Kasepuhan Al-Musri’ • Ke-Jam’iyyah-an oleh Ketua Umum Jam’iyyah dan Pengurus Pusat lainnya. • Tanya Jawab seputar 2 hal di atas.
  1. Puncak Haul 
  1. Sholawatan Akbar Pembacaan Sholawat versi Al-Musri beserta rangkaian acara Mujahadah Haolan (acara puncak). Dilaksanakan pada Malam Jum’at 3 Sya’ban 1444 H. / 23 Februari 2023 M. Mulai pukul 20.00 – 23.00, yang bertempat di Masjid Al-Hidayah dan Ar-Rifa’i. Pada agenda ini materi pokok yang akan dilaksanakan: a. Pembacaan riwayat Hadratussyaikh Mama Syaikhuna KH. Ahmad Faqih. b. Pembacaan Amanat Mama Syaikhuna. c. Penerangan tentang amaliyah Mama Syaikhuna yang di dawamkan. d. Istighosah dan Sholawat Akbar. 
  1. Ziarah Akbar Pelaksanaan ziarah setelah agenda Sholawat Akbar oleh para Zairin pada malamnya dan dipimpin oleh Dewan Kyai pada paginya (ba’da Subuh hari Jum’at). Agar Makbaroh selalu terisi oleh para Zairin, maka setelah selesai agenda Sholawat Akbar para santri dikerahkan per-kelompok (patrol ziarah) untuk melaksanakan amalan ziarah dengan membaca AlQuran per-Juz sampai waktu Subuh. Setelah pelaksanaan Sholat Subuh berjamaah beserta amalannya, maka dilanjutkan dengan pelaksanaan ziarah yang dipimpin oleh para Masyaikh Dewan Kyai Al Musri’. 
  1. Pengajian Akbar (Tabligh Akbar) Pengajian jamaah ibu-ibu oleh Hj. Aah Nurul Muhibbah, PMA yang dilaksanakan pada pagi hari Jum’at di Lapangan depan Agri, pukul 08.00, dilanjutkan dengan pelaksanaan Ziarah Akbar khusus jama’ah ibu-ibu setelah pengajian. 
  1. Jum’atan Akbar Pelaksanaan Sholat Jum’at yang dihadiri oleh jama’ah penduduk setempat beserta para Zairin. Dilaksanakan di Masjid Al Hayatus Sakinah Pasir Nangka. 5. Hailalah Kubro (Tarekat Tijaniyyah) Dilaksanakan pada Hari Jum’at sore sampai Maghrib, tanggal 3 Sya’ban 1444 H. / 24 Februari 2023 M. Oleh para jama’ah Ikhwan Tarekat At Tijaniyyah. Bertempat di Gedung Aula Al Faqih. Demikian rancangan agenda Acara Haul ini dibuat untuk dimusyawarahkan oleh Panitia.

KONSEP SUSUNAN ACARA PUNCAK HAUL AL-MUSRI’ 1444 H / 2023 M DI MASJID AL-HIDAYAH & AR-RIFA’I Kamis (Malam Jum’at), 3 Sya’ban 1444 H / 23 Februari 2023 M.

Mc : Ust. Mahmud, LC, S.Pd.I / Ust. Dodi Sopandi, S.ag./ K. Aceng Syarif

Waktu Acara Pengisi Badal Ket. 

  1. 20.15 – 20.20 Muqoddimah Mc – 
  2. 20.20 – 20.30 Pembacaan Ayat Suci Al-Qur’an Ust. Ahmad Sualfi Ust. Yusuf Samblawini / Ust. Miftahul Falah 
  3. 20.30 – 20.45 Laporan Ketua Panitia Kyai. Acep Sanusi – 
  4. 20.45 – 21.00 Sambutan Dewan Kyai Al-Musri’ KH. Saeful Uyun, Lc. Eteh Hj. Siti Maryam (Kondisional) 
  5. 21.00 – 21.20 Pembacaan Riwayat Hadratus Syaikh Mama Faqih bin Mama Kurdi Rois Syuriah Jam’iyyatul Muqimin ( Abah KH. Zaenal Arifin) KH. Aceng Nirwan 
  6. 21.20 – 21.45 Pembacaan Amanat Mama Syaikhuna K. Ayi Mahdi K. Burhan Rosyidi 
  7. 21.45 – 22.15 Penerangan Amalan Mama Syaikhuna K. Burhan Rosyidi – 
  8. 22.15 – 23.30 Istighosah & Sholawat Akbar KH. Mukhtar Soleh, BA. KH. Mukhtar Gozali 
  9. 22.30 – 00.30 Prakata Haul Sesepuh Ponpes KHZ Sukamanah Tasikmalaya – 
  10. 00.30 – 00.35 Do’a KH. Mamal Mali Murtadlo, LC. – 
  11. 00.35 – 00.40 Penutup MC

“Konsep acara ini dibuat untuk dimusyawarahkan kembali oleh Panitia”.

 

Pewarta:  Dimas Pamungkas

Hukum Mengulang Shalat karena Menemani Orang Lain

Apakah boleh seseorang menemani jamaah shalat Zhuhur orang lain, padahal sebenarnya ia sudah shalat pada waktu sebelumnya secara berjamaah. Kasus persisnya, saya belum shalat Zhuhur, sementara teman saya sudah melakukannya secara berjamaah. Jadi teman saya shalat dua kali. Terima kasih.

Jawaban, dalam fiqih Islam kasus mengulang shalat karena menemani orang lain yang belum shalat masuk pada pembahasan shalat i’adah atau shalat yang diulang. Adapun hukumnya adalah sunah, berdasarkan riwayat hadits dari Nabi Muhammad saw.

Kasus Mengulang Shalat Jamaah di Masa Nabi saw Suatu ketika di zaman Nabi saw ada orang yang tertinggal jamaah di masjid. Saat ia datang jamaah telah usai. Lalu Nabi saw bertanya kepada jamaah, adakah yang bersedia menemani shalat orang yang terlambat itu? Akhirnya ada salah satu jamaah bersedia dan shalat bersamanya.

Berikut ini riwayat lengkapnya dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri:

أَنَّ رَجُلًا جَاءَ وَقَدْ صَلَّى رَسُولُ اللهِ صلي الله عليه وسلم، فَقَالَ: مَنْ يَتَصَدَّقُ عَلَى هَذَا؟ فَقَامَ رَجُلٌ فَصَلَّى مَعَهُ

Artinya, “Sungguh ada seorang lelaki datang (ke masjid), sementara Rasullah saw (dan para jamaah) telah selesai shalat. Lalu Rasulullah saw bertanya: ‘Siapa yang mau bersedekah pada orang ini?’ Lalu ada seorang jamaah yang berdiri dan shalat bersamanya.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Ia berkata: “Ini hadits hasan.”).

Dalam riwayat Imam Al-Baihaqi terdapat informasi, jamaah yang bersedia menemani shalat tersebut adalah sahabat Abu Bakar As-Shiddiq.

وَعَنِ الْحَسَنِ عَنِ النَّبِىِّ صلي الله عليه وسلم مُرْسَلاً فِى هَذَا الْخَبَرِ، فَقَامَ أَبُو بَكْرٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ فَصَلَّى مَعَهُ، وَقَدْ كَانَ صَلَّى مَعَ النَّبِىِّ صلي الله عليه وسلم

Artinya, “Dan diriwayatkan dari Al-Hasan, dari Nabi saw dengan status hadits mursal berkaitan riwayat Abu Sa’id Al-Khudri ini: “Kemudian Abu Bakar ra berdiri lalu shalat bersama orang tersebut, padahal ia telah shalat berjamaah bersama Nabi saw.” (HR Al-Baihaqi).

Hukum Mengulang Shalat Karena Menemani Orang Lain Menjelaskan hadits tersebut secara lugas Imam An-Nawawi mengatakan bahwa dalam hadits itu terdapat petunjuk atas kesunahan mengulangi shalat secara berjamaah bagi orang yang sebenarnya sudah melakukannya secara berjamaah pula.

Meskipun jamaah yang kedua lebih sedikit daripada jamaah yang pertama. (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz IV, halaman 221-222). Dalam hadits disebutkan orang yang menemani jamaahnya sebagai orang yang bersedekah.

Menurut Syekh Muhammad Syamsul Haq karena ia membuat temannya bisa mendapatkan pahala jamaah, seolah-olah ia telah bersedekah kepadanya.

Sementara menurut pakar hadits asal kota Kufah Irak, Syekh Al-Muzhhir, Muzhhiruddin Az-Zaidani (wafat 727 H), karena ia benar-benar telah bersedekah 26 pahala kepada orang yang ditemani shalat tersebut.

Sebab andaikan ia shalat sendirian, maka hanya akan mendapatkan satu pahala. (Muhammad Syamsul Haq Al-‘Azhim, ‘Aunul Ma’bud, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 1415 H], juz II, halaman 198).

Simpulan Hukum Kembali pada pertanyaan awal, apakah boleh seseorang menemani jamaah shalat Zhuhur orang lain, padahal sebenarnya ia sudah shalat pada waktu sebelumnya secara berjamaah? Jawabannya adalah boleh, bahkan sunnah. Hukum seperti ini juga berlaku untuk keempat shalat lainnya, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh.

Demikian jawaban kami atas pertanyaan saudara. Semoga bermanfaat dan dapat dimengerti secara baik. Kritik dan saran penyempurnaan selalu dinantikan.Wallahu a’lam.

 

sumber : https://islam.nu.or.id

Ijtima’ Wadzifah Hailalah (IWH)

Ijtima Wadzifah Hailalah (IWH) adalah kegiatan berdzikir lailaha illallah secara berjama’ah. Ini adalah amalan lazim Tarekat Tijaniyah. IWH dilaksanakan setiap hari Jum’at Ba’da Ashar sampai Magrib. IWH telah dimulai sejak masa kepemimpinan KH. Ismail Badruzzaman sebagai konsolidasi kepemimpinan.

Ijtima Wadzifah Hailalah kali ini dilaksanakan pada hari Jum’at 06, Januari 2023 di Yayasan Pondok Pesantren Al-Huda Al-Musri’ dan diharadiri oleh muqodam dari berbagai daerah, dari Kabupaten Garut ada Asy-Syeikh Prof. DR. KH. Rd. Ikhyan Syibaweh BZ dan KH. Abuy Jamhur BZ, dari Cianjur ada Abah KH. Ujang Mahmud Munawar dan Habib Umar Atthoyyib cucunya Syaih Ali Atthoyyib, dari bandung ada KH. Maman Abdurrohman.

Sebenarnya, khususnya Jawa barat, sejarah penyebaran tijani mulai sejak kedatangannya Syaikh Ali Toyyib di Bogor pada tahun 1928 M. Dalam Kegiatan dakwahnya, beliau sengaja pergi meninggalkan Madinah menuju Nusantara khusus menyebarkan thoriqat Tijaniyah. Di Bogor, beliau mempunyai dua putra, Habib Ahmad dan Habib Muhammad. Dari Bogor, beliau berpindah-pindah ke daerah Sunda sebelah Timur, ke Cianjur. Beliau lama tinggal di Cianjur. Konon putra beliau, Habib Muhammad pun sempat menikahi seorang gadis Cianjur (Cibaregbeg). Malah, Putra beliau, Habib Ahmad, diceritakan, meninggal dunia dan dimakamkan di sebuah tempat di Cianjur. Ini menunjukan bahwa Cianjur merupakan salah satu tempat sasaran dakwah Tijaniyah yang cukup lama dan utama oleh Syaikh Ali Thoyyib. Singkat cerita, dakwah beliau bergerak ke Timur, Cimahi, Bandung, Garut sampai Tasikmalaya (Kp. Madewangi), Ungkap KH. Burhan Rosyidi melaui pesan teks.

Pada saat itu penyelenggaraannya masih sangat terbatas yakni di tempat Tarekat Tijaniah generasi awal seperti Al-Falah Biru, Cimencek, Mulabaruk, Cisanca dengan kehadiran jamaah sekitar 1.000-2.000 orang.

Materi ceramah yang dikemukakan dalam ijtima tersebut belum meyentuh substansi ajaran tarekat tetapi masih membicarakan hal-hal umum seperti kaitan Tarekat Tijaniah dengan syari’at dan sekitar pembicaraan tentang berkah mengikuti ajaran wali dalam hal ini Tarekat Tijaniyah selebihnya materi-materi umum yang tidak bersentuhan langsung dengan Tarekat Tijaniyah.

Tidak heran pada waktu jamaah mempersepsi ajaran Tarekat Tijaniyah sebagai amalan littabaruk dan cenderung tidak mengikatkan diri dengan ketentuan-ketentuan tarekat.

Sejarah

Tarekat Tijaniyah tersebar begitu cepat sejak masuknya pada awal 1920-an melalui Pondok Buntet Pesantren. KH Anas Abdul Jamil, adik KH Abbas Abdul Jamil, menjadi penyebar pertama tarekat yang didirikan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad al-Tijani itu.

Kiai Anas mengangkat KH Hawi Buntet Pesantren menjadi muqaddam (mursyid). Sementara Kiai Hawi mengangkat KH Yusuf Muhammad dari Surabaya sebagai muqaddam. Dari sosok nama terakhir itulah, KH Badri Mashduqi mengambil sanad tarekat ini.

Kiai Badri lahir pada 1 Juni 1942 di Prenduan, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Ia merupakan putra tunggal pasangan Kiai Mashduqi dan Nyai Musyarrah. (Saifullah, KH Badri Mashduqi: Kiprah dan Keteladanan karya Saifullah. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2008).

Ayahnya sejak sebelum menikah sudah terbilang majdzub. Sejak usia Kiai Badri tujuh bulan dalam kandungan, Kiai Mashduqi sudah ‘hilang’. Sampai masa putranya lahir dan berusia dua tahun, tak banyak orang mengetahui keberadaan Kiai Mashduqi.

Saat usia dua tahun itu, Kiai Mashduqi menemui putranya sembari memberi surban dan delima kering. Setelah itu, ia kembali menghilang. Ia diyakini menjadi salah seorang rijalul ghaib.

Pendidikan
Masa kecilnya dihabiskan dengan belajar kepada keluarganya, yakni ibunya, kakeknya (KH Miftahul Arifin), dan pamannya (Kiai Sufyan). Selain mengaji Al-Qur’an, ia juga mengaji kitab-kitab dasar. Di samping mengaji, Kiai Badri kecil juga belajar secara formal di Sekolah Rakyat (SR).

Mulai tahun 1950-an, Kiai Badri melanjutkan studinya di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, Jawa Timur, di bawah asuhan Kiai Hasan.

Setelah itu, Kiai Badri meneruskan ngajinya ke Pesantren Bata-bata, Pamekasan, Madura. Di sinilah, ia merampungkan hafalan kitab Alfiyah ibnu Malik, sebuah kitab dasar mengenai tata bahasa Arab. Bahkan, di pesantren ini konon ia belajar secara sirri kepada ayahandanya, Kiai Mashduqi.

Dirasa belum cukup, Kiai Badri belajar di Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur pada tahun 1956-1959 dan di Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Sebelum pindah ke pesantren terakhir itu, Kiai Badri menyempatkan pulang ke kampung halamannya di Prenduan, Sumenep, Madura pada waktu liburan. Saat itu, Pendiri Pesantren Al-Amin KH Djauhari mengutus seorang santri seniornya untuk menguji kemampuan putra Kiai Mashduqi.

Dua kali diuji oleh santri senior itu, dua kali itu juga Kiai Badri dengan mudah menjawab segala pertanyaan yang diajukan kepadanya. Mendengar kemampuannya yang luar biasa itu, Kiai Djauhari justru khawatir Kiai Badri menjelma seperti sosok ayahnya yang menjadi rijalul ghaib.

 

Pewarta: Dimas Pamungkas