Program Pencetak Santri Menjadi Mubaligh
Secara etimologis, kata Mubaligh ini diambil dari kata Ballagho yang maknanya adalah penyampai atau bisa pula disebutkan sebagai yang menyampaikan. Dengan demikian maka Mubaligh bisa diartikan sebagai sebutan bagi orang-orang yang menyampaikan atau menyiarkan ilmu agama kepada orang lain.
Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ punya metode tersendiri untuk mencetak santri-santrinya sebagai mubaligh yang pandai dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Yaitu dengan adanya Mubalighan sebagai salah satu program mingguan.
Program-program unggulan yang ada di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri termasuk Program Mubalighan ini telah ada sejak pesantren dipimpin oleh Mama KH. Ahmad Faqih yang sekaligus pendiri Yayasan pondok pesantren pada tahun 1972 M.
Pada setiap malam Kamis sesudah kajian kitab Ta’lim umum, para santri diharuskan memasuki tempat Mubalighan masing-masing untuk menonton peserta Mubaligh yang terpilih menyampaikan materi Mubaligh di malam tersebut.
Program mingguan Mubalighan ini dimulai dari yang menjadi MC, pembaca Tawasul, Al-Qur’an dan Sholawat, do’a, juga peserta Mubaligh akan bergiliran semua santri di setiap minggunya, dengan diawasi oleh perwakilan dari Ustadz / Ustadzah dan biro Pendidikan.
Untuk peserta mubalighnya, mulai dari kelas 1 tingkat Tsanawiyah sampai kelas 3 Ma’had Aly. Berbeda dengan kelas lainnya yang menyampaikan materi dengan Bahasa lokal, untuk kelas 3 tingkat Aliyah diwajibkan mubalighan dengan berbahasa Arab. Dengan membawakan materi yang dicari atau ditulis sendiri oleh para peserta.
Kelas yang lain seperti I’dadiyah, tingkat Ibtidaiyyah, dan santri dari kelas lainnya yang belum terpilih sebagai mubaligh diwajibkan untuk menyimak dan menuliskan kembali pesan serta isi dari mubaligh tersebut pada buku yang sudah disediakan oleh seksi Pendidikan. Dan sebulan sekali, akan ada pengumpulan buku tersebut untuk pemeriksaan.
Disamping itu, dengan program ini Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ juga menekankan pada para santrinya agar dapat menguasai berbagai literatur keislaman mulai dari kitab alat, fiqih, tauhid, hadits, tafsir, dan lainnya.
Berbicara tentang Mubaligh, untuk lebih mengembangkan lagi dalam hal berbahasa, salah satu organisasi santri Miftahulhuda Al-Musri’ (OSMA) -yaitu biro Bahasa- juga mengadakan lomba Pidato Bahasa Arab antar kelas setiap satu bulan sekali yang diikuti oleh satu orang perwakilan dari setiap kelasnya.
Program ini sangat bermanfaat bagi santri agar terbiasa dalam berdakwah secara lisan jika telah lulus dari pesantren. Hasilnya, para lulusan Pesantren MIftahulhuda Al-Musri’ kerap diminta oleh masyarakat untuk menjadi pengajar atau pengisi acara pengajian, terutama di tempat-tempat yang minim terdapat tokoh agamanya.
“Sering alumni yang lulus dari sini langsung diminta warga, dibuatkanlah seperti madrasah untuk mengisi pengajian dan mengajar.” kata salah satu dari bagian Pendidikan. Dan masih banyak lagi berbagai dampak manfaat lainnya yang menjadi inspirasi bagi para santri dalam berbagai program pembelajaran.
penulis : Rahmi Rahmatussalamah