Pengertian Tawasulan Beserta Hukumnya
Bagikan ini :
Pengertian Tawasulan Beserta Hukumnya
Pengertian Tawasul Beserta Hukumnya

Dewasa ini ada Sebagian orang mempersepsikan amaliah kaum muslimin bid’ah akidah. Padahal sebenarnya hal itu merupakan amaliah fikih yang cukup dilandasi dengan dalil-dalil yang bersifat zhanni sebagaimana permasalahan fikih lainnya. Diantara yang paling sering dipermasalahkan adalah tawassul Tawassul dalam tinjauan Bahasa bermakna mendekatkan diri. Sementara munurut istilah, tawasul adalah pendekatan diri kepada Allah S.W.T dengan wasilah (media/perantara), baik berupa amal shaleh, nama dan sifat, ataupun zat dan jah (derajat) orang shaleh semisal para Nabi, Wali dan selainnya. Di antara macam tawassul yang paling dipermasalahkan adalah tawassul dengan menyebut orang-orang shaleh (Shalihin) atau keistimewaan mereka di sisi Allah. Namun mayoritas ulama mengakui keabsahannya secara mutlak. Baik saat para shalihin masih hidup maupun sepeninggalan mereka, berdasarkan dalil al-Qur’an dan praktik rawassul para sahabat Nabi seperti berikut ini;

Firman Allah S.W.T: ياأيها الذين آمنوا اتقوا الله وابتغوا إليه الوسيلة وجاهدوا في سبيله لعلكم تفلحون. (المائدة 35)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah perantara mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kalian berbahagia”(QS.Al-Maidah : 35)

Kata الوسيلة yang secara Bahasa berarti perantara, jika ditinjau dengan disiplin ilmu ushul fikih termasuk kata ‘Amm (umum), sehingga mencakup berbagai macan perantara. Kata al-wasilah ini berarti setiap hal yang Allah jadikan sebagai sebab kedekatan kepada-Nya dan sebagai media dalam pemenuhan kebutuhan dari-Nya. Perinsip sesuatu dapat dijadikan wasilah adalah sesuatu yang diberi kedudukan dan kemuliaan oleh Allah. Karenanya, wasilah yang dimaksud dalam ayat ini mencakup berbagai model wasilah, baik berupa para Nabi dan Shalihin, sepanjang masa hidup dan setelah kematiannya, atau wasilah lain, seperti amal shalih, derajat agung para Nabi dan Wali, dan selainnya. Jika salahsatu wasilah tersebut tidak diperbolehkan, mestinya harus ada dalil pentakhshis (pengkhususan)nya. Jika tidak ada, maka ayat itu tetap dalam keumumannya, sehingga kata al-wasilah dalam ayat itu mencakup berbagai model wasilah atau tawassul yang ada.