TWIBBON HARLAH SATU ABAD NAHDLATUL ULAMA

Acara puncak resepsi satu abad Harlah NU 2023 rencananya akan digelar non stop selama 24 jam oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Puncak Harlah satu abad NU 2023 atau hari lahir Nahdlatul Ulama ke-100 akan digelar di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, pada Selasa, 7 Februari 2023 mendatang.

Jadwal perayaan Harlah NU 2023 ini didasarkan pada kalender Hijriah berdirinya Nahdlatul Ulama yakni, 16 Rajab 1344 H. Harlah Nahdlatul Ulama kali ini bertemakan “Mola Diri Sajeroning Budi Pekerti ku Ngagugu ka Guru, ku Ngahirup-hirup NU.” Dan Insyaallah Acara Harlah kali ini akan dilaksanakan di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri' pada Hari Rabu, 1 Februari 2023, acara kali ini akan disiarkan langsung di Youtube Al Musri' Official Channel pada pukul 20.00 WIB. 


Termasuk juga di media sosial, Tim Almusri’ Media juga menyediakan Twibbon Harlah Satu Abad Nahdlatul Ulama. Bagi yang ingin mendownload Twibbon Harlah Satu Abad Nahdlatul Ulama, Klik Link di bawah ini.

Mari kita Sukseskan Harlah Satu Abad Nahdlatul Ulama dengan menggunakan Twibbon dan memasangnya di Media Sosial masing-masing dengan menggunakan hashtag 

#harlahsatuabadnu #almusripusat #miftahulhudaalmusri

Pewarta: Rifky Aulia

Keutamaan Dan Amalan Di Bulan Rajab

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah umur kami bertemu dengan bulan Ramadhan.”

 

 

Keutamaan Bulan Rajab

 

  1. Orang yang memuliakan bulan Rajab akan dimuliakan oleh Allah Swt. dengan seribu kemuliaan di hari kiamat.
  2. Bulan Rajab adalah bulan yang disukai oleh Allah.
  3. Kemuliaan bulan Rajab terdapat dalam malam Isra’ Mi’rajnya.
  4. Jika berpuasa sehari di bulan Rajab akan mendapatkan surga tertinggi (Firdaus) dan akan lipat gandakan pahalanya.
  5. Jika berpuasa tiga hari yaitu pada tgl 1, 2, dan 3 Rajab, maka Allah akan memberikan pahala seperti 900 tahun berpuasa dan menyelamatkannya dari bahaya dunia, dan siksa akhirat.
  6. Puasa 3 hari di bulan Rajab akan dibuatkan parit yang aluaa untuk menghalangi orang tersebut ke neraka (panjangnya setahun perjalanan).
  7. Puasa 7 hari di bulan Rajab akan dilindungi dari 7 pintu neraka.
  8. Puasa 16 hari di bulan Rajab akan dipertemukan dengan Allah di dalam surga dan menjadi orang pertama yang menziarahi Allah dalam surga.
  9. Puasa satu hari di bulan Rajab seumpama puasa empat puluh tahun dan akan diberi air minum dari surga.
  10. Bulan Rajab merupakan bulan diampunkan dosa-dosanya yang bertaubat kepada-Nya.
  11. Bersedekah di bulan Rajab seperti bersedekah seribu kali lipat dan akan diangkat derajatnya.
  12. Kelebihan bulan Rajab dari segala bulan ialah seperti kelebihan Al-Quran diatas semua kalam (perkataan).
  13. Diampunkan dosa orang-orang yang meminta ampun dan bertaubat kepada-Nya.

 

 

Sabda Rasulullah SAW. tentang bulan Rajab :

 

Sabda Rasulullah SAW : “Pada malam Mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril : ‘Wahai Jibril untuk siapa sungai ini?’ Jibril menjawab : ‘Ya Muhammad, sungai ini adalah untuk orang yang membaca shalawat untuk engkau di bulan Rajab ini.’”

 

Dalam sebuah riwayat Tsauban bercerita : “Ketika kami berjalan bersama Rasulullah SAW. melalui sebuah kubur, Rasulullah berhenti dan beliau menangis dengan amat sedih, kemudian beliau berdo’a kepada Allah SWT.

Lalu saya bertanya kepada beliau: ‘Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis?’ Lalu beliau menjawab : ‘Wahai Tsauban, mereka sedang disiksa dalam kuburnya, dan saya berdoa kepada Allah, lalu Allah meringankan siksa kepada mereka’. Sabda beliau lagi: ‘Wahai Tsauban, kalau sekiranya mereka ini mau berpuasa satu hari dan beribadah satu malam saja di bulan Rajab niscaya mereka tidak akan disiksa di dalam kubur.’

Kami bertanya : ‘Ya Rasulullah, apakah hanya berpuasa satu hari dan beribadah satu malam dalam bulan Rajab sudah dapat mengelakkan dari siksa kubur?’ Sabda beliau: ‘Wahai Tsauban, demi Allah, Zat yang telah mengutusku sebagai nabi, tiada seorang lelaki dan perempuan muslim yang berpuasa satu hari dan mengerjakan shalat malam sekali dalam bulan Rajab dengan niat karena Allah, kecuali Allah mencatatkan dia seperti berpuasa dan mengerjakan sholat malam bertahun-tahun.’”

Baca Juga : Acara Makesta Kaderisasi IPNU Dan IPPNU Tahun 2023

 

Amalan dan Dzikir Di Bulan Rajab

 

Di bulan Rajab terdapat amalan khusus dan amalan umum. Amalan khusus adalah amalan yang dilakukan pada hari atau malam tertentu di bulan Rajab. Adapun amalan umum adalah amalan yang dilakukan selama bulan Rajab. Amalannya sebagai berikut:

  1. Memperbanyak membaca do’a :

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ فِى خَيْرٍ وَلُطْفٍ وَعَافِيَةٍ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

  1. Membaca setiap hari di pagi dan sore hari :

رَبِّ اغْفِرْلِي وَارْحَمْنِي وَتُبْ عَلَيَّ

  1. Membaca Sayyidul Istigfar di pagi dan sore hari :

اَللَّهُمَّ اَنْتَ رَبِّي لَا اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ خَلَقْتَنِي وَاَنَا عَبْدُكَ وَاَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اِسْتَطَعْتُ اَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّ مَا مَنَعْتُ اَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَاَبُوْءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْلِي فَاِنَّهُ لَايَغْفِرُ ذُنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ

  1. Membaca 100x setiap hari :
  2. Tanggal 1-10 :  سبحان الحيّ القيّوم
  3. Tanggal 11-20 : سبحان الاحد الصّمد
  4. Tanggal 21- 30 : سبحان الرّءوف الرّحيم
  5. Membaca di hari Jum’at terakhir di bulan Rajab, saat Khatib membaca do’a di khutbah kedua, sebanyak 35x :

اَحْمَدُ رَسُوْلُ اللهِ مُحَمَّدُ رَسُوْلُ اللهِ

 

Demikian diantara keutamaan juga amalan di bulan Rajab, tentu masih banyak lagi keutamaan lain juga amalan yang dianjurkan. والله اعلم

 

 

penulis : Rahmi Rahmatussalamah

Twibbon Haul Masyayikh Al Musri’ ke-23

Haul kali ini bertemakan: “Haulan sebagai spirit menjaga tradisi Mama Syaikhuna”. Dalam rangka menyukseskan Haul Masyayikh Al-Musri’ yang ke-23, tahun ini Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ menggelar beberapa rangkaian acara seperti Ziarah bergilir, Ataqoh Suqro, Silaturahmi Akbar, Sholawatan Akbar, Ziarah Akbar, Pengajian Akbar Khusus Akhwat dan Wadzifah dan Hailalah Akbar.

Termasuk juga di media sosial, Tim Almusri’ Media Haul juga menyediakan Twibbon Haul Masyayikh Al-Musri’ ke-23. Bagi yang ingin mendownload Twibbon Haul Masyayikh Al-Musri’ ke-23, 

Mari kita Sukseskan Haul Masyayikh Al-Musri’ yang ke-23 dengan menggunakan Twibbon dan memasangnya di Media Sosial masing-masing dengan menggunakan hashtag #haulmasyayikhalmusri’ke23 #almusripusat #miftahulhudaalmusri

Pewarta: Rifky Aulia

Acara Makesta Kaderisasi IPNU Dan IPPNU Tahun 2023

Masa Kesetiaan Anggota (Makesta) merupakan jenjang kaderisasi formal pertama dalam organisasi Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama (IPPNU) sebagai badan otonom organisasi NU, sekaligus menjadi persyaratan untuk menjadi anggota IPNU dan IPPNU yang sah. Dalam pelatihan ini diorientasikan untuk melakukan ideologisasi pada anggota baru. Sebuah pengkaderan itu salah satu kewajiban organisasi. Tanpa kaderisasi, organisasi mati.

 

Acara Makesta di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ ini dilaksanakan satu tahun sekali sejak tahun 2017 dan dibuka untuk seluruh santri yang ingin mendaftarkan diri. Panitia acara ini pun ialah para santri yang telah lulus mengikuti acara Makesta di tahun sebelumnya juga para Demisioner.

 

Hampir 400 santri yang mengikuti Makesta tahun ini. Tentu mereka mempunyai tujuan yang sama sebagaimana dalam motto : Membentuk kader mandiri dengan literasi menjadi kunci. “Bersatu dalam NU, bersama raih cita-cita, setia, cerdas, tuntas.”

>>>  Baca juga : Program Pencetak Santri Menjadi Mubaligh

Adapun isi acara ini terdiri dari sambutan-sambutan dari :

  1. Ketua Yayasan
  2. Ketua Panitia
  3. Ketua Banom (Badan Otonom)
  4. Rois ‘am
  5. Ketua PAC (Pimpinan Anak Cabang) IPNU IPPNU Ciranjang
  6. Ketua PC (Pimpinan Cabang) IPNU IPPNU Cianjur

Lalu pemberian materi berupa :

  1. Ke-NU an
  2. Ke-IPNU an
  3. Ke-IPPNU an
  4. Ke-Aswaja an
  5. Keorganisasian
  6. Kebangsaan.

Juga dilakukan Inagurasi malam dan diakhiri dengan pembai’atan atau perjanjian sebagai pengkaderan sahnya menjadi anggota IPNU dan IPPNU.

 

Tujuan diadakannya acara Makesta ini adalah untuk menanamkan ideologi Aswaja juga pentingnya berorganisasi, dan terwujudnya jiwa intelek serta milenial. Karena tidak hanya mendapat berbagai pengetahuan, acara ini juga melatih para peserta untuk disiplin.

“Harapannya para alumni Makesta dapat membangun jiwa Nasionalisme, serta memajukan, mengembangkan, dan mempertahankan apa yang telah diperjuangkan sebelumnya. Juga Makesta diharapkan mencetak kader yang mampu menghidupkan NU di tengah masyarakat, sehingga menjadikan NU organisasi yang semakin hidup dan menghidupkan.” Tutur ketua IPNU dan IPPNU PK Miftahulhuda Al-Musri’.

 

pewarta : Rahmi Rahmatussalamah

Tawassul

 

Tawassul dalam tinjauan bahasa bermakna mendekatkan diri. Sementara menurut istilah, tawassul adalah pendekatan diri kepada Allah dengan wasilah (media/perantara), baik berupa amal shaleh, nama dan sifat, ataupun zat dan jah (derajat) orang shaleh semisal para Nabi, Wali dan lainnya.

Banyak sekali cara untuk berdoa agar dikabulkan oleh Allah SWT, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan didahului bacaan alhamdulillah dan shalawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar doa yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah SWT . Dengan demikian, tawassul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan

Diantara macam tawassul yang paling dipermasalahkan adalah tawassul dengan menyebut orang-orang shaleh (Shalihin) atau keistimewaan mereka di sisi Allah. Namun mayoritas ulama mengakui keabsahannya secara mutlak, baik saat para shalihin masih hidup maupun sepeninggalan mereka, berdasarkan dalil al-Qur’an, Hadits dan praktik tawasul para Sahabat Nabi seperti dalam firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُو اتَّقُواللهَ وَبْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. (المائده : 35)

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah perantara mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kalian berbahagia”. (QS. Al-Maidah: 35)

Kata al-Wasilah yang secara bahasa berarti perantara, jika ditinjau dengan disiplin ilmu ushul fiqih termasuk kata ‘amm (umum), sehingga mencakup berbagai macam perantara. Kata al-wasilah ini berarti setiap hal yang Allah jadikan sebagai sebab kedekatan kepadaNya dan sehingga media dalam pemenuhan kebutuhan dariNya. Prinsip sesuatu dapat dijadikan wasilah adalah sesuatu yang diberi kedudukan dan kemuliaan oleh Allah. Karenanya, wasilah yang dimaksud dalam ayat ini mencakup berbagai model wasilah, baik berupa Nabi dan Shalihin, sepanjang hidup dan setelah kematiannya, atau wasilah lain, seperti amal shaleh, derajat agung para Nabi dan Wali, dan lainnya. Jika salah satu wasilah tersebut tidak diperbolehkan, mestinya harus ada dalil mentakhsis (pengkhususan)nya. Jika tidak ada, maka ayat itu tetap dalam keumumannya, sehingga kata al-wasilah dalam ayat itu mencakup berbagai model wasilah atau tawassul yang ada.

Imam Syaukani mengatakan bahwa tawassul kepada Nabi Muhammad SAW  ataupun kepada yang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya  maupun  setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para sahabat. “Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.”

Bahwa Nabi SAW mengajarkan tawassul dengan menyebut zat beliau semasa hidup. Terbukti dalam doa disebutkan:

اَللَّهُمَّ إِنِيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم نَبِيِّ الرَّحْمةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ

“Wahai Allah, Aku memohon dan menghadap kepada-Mu, dengan menyebut Nabi Muhammad SAW, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sungguh aku menghadap kepada Tuhanmu dengan menyebutmu.”

Perlu kami jelaskan kembali bahwa tawassul secara bahasa artinya perantara dan mendekatkan diri. Disebutkan dalam firman Allah SWT:

 يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ

 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, ” (Al-Maidah:35).

Pasca Rasulullah SAW wafat, tawassul tersebut diajarkan oleh Sahabat ‘Utsman bin Hunaif kepada orang yang mempunyai kepentingan dengan Khalifah ‘Usman bin Affan: 

عن أبي جعفر الخطميّ المدنيّ عن أبي أمامة بن سهلِ بْنِ حنِيفٍ عن عمّهِ عثمانَ بن حُنيْفٍ: أنّ رجلا كان يختلف إلى عثمانَ بنِ عفان في حاجةٍ له, فكان عثْمانُ لايختلتْ إليهِ ولا ينظُرُ فيْ حاجتهِ. فلقيَ ابنَ حنيفٍ فشكى ذلكَ إليهِ, فقال لهُ عثمان بنُ حُنِيفٍ: ائتِ المضأةَ فَتَوضأ, ثمّ ائتِ المسجد فصلِّ فيه ركعتين. ثمّ قُل: اللّهمَ إني أسألكَ وأتوجه إليكَ بنبينا محمد صلي الله عليه وسلم نبيِّ الرحمة, يا محمد إني أتوجه بك إلى ربّي فتقضي لي حاجتي. وتذكر حاجتك ورحْ حتى أروحَ معكَ. فانطلق الرّجلُ فصنع ما قال له. ثمّ اتى باب عثمان بن عفّان, فجاء البوّابُ حتى أخذ بيده, فأدخله على عثمان بن عفان, فأجلسه معه على الطنفسة, فقال: حاجتك؟ فذكر حاجته وقضاها له, ثمّ قال له: ما ذكرت حاجتك حتى كن الساعة. وقال: ما كانت لك من حاجة, فذكرها. ثمّ إنّ الرّجل خرج من عنده فلقيَ عثمان بن حنيفٍ, فقال له: جزاك الله خيرًا ما كان ينظر في حاجتى ولايلتفتُ إليَّ حتى كلمتهُ فيِّ, فقال عثمان بن حنيفٍ: واللهِ ماكلمته ولكني شهدت رسواللهِ وأتاه ضريرٌ, فشكى إليه ذهابصره, فقال له النبي صلى الله عليه وسلم: فتصبر. فقال: يا رسول الله, ليس لى قائدٌ وقد شقّ عليّ. فقال النبيّ صلى الله عليه وسلم: ائت المضأ, ثمّ صلّ ركعتينى ثمّ ادع بهذه الدعواتِ. قال ابن حنيفٍ: فوالله ما تفرّقنا وطالَ بنا الحديث حتى دخل علينا الرجل كأنه لم يكن به ضرٌّ قطُّ. (رواه الطبراني)

“Dari Abu Ja’far al-Khathmi al-Madani, dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya, ‘Utsman bin Affan, sungguh seorang lelaki mendatangi ‘Utsman bin Affan dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Lalu ‘Utsman bin Affan RA tidak memperhatikan dan tidak memenuhi kebutuhannya. Beliau kemudian berjumpa Ibn Hunaif dan mengadukan peristiwa itu padanya. Lalu Ibn Hunaif berkata padanya; “Pergilah ke tempat wudhu, berwudhu, masuklah masjid shalatlah dua raka’at di dalamnya, kemudian berdoalah (dengan redaksi): “Ya Allah, Aku memohon dan menghadap kepadamu dengan (menyebut) Nabi-Mu, Muhammad SAW, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, Aku menghadap kepada tuhanmu dengan (menyebut)mu, maka penuhilah kebutuhanku. Tenanglah sampai aku istirahat bersamamu.” Lalu orang itu pergi melaksanakan nasihat Ibn Hunaif. Kemudian beliau mendatangi ‘Utsman bin Affan dan (saat sampai di pintunya) beliau disambut penjaganya. Lalu tangannya digandeng dan diantar menghadap ‘Utsman. Beliau dipersilahkan duduk bersamanya di atas permadani, kemudian ditanya: “Apa yang kamu butuhkan? Lelaki itu menyebutkan kebutuhannya, lalu ‘Utsman memenuhinya. Beliau berkata: “Apakah kamu masih mempunyai kebutuhan yang lain, maka silahkan anda sebutkan?” Lelaki itu kemudian pulang dan bertemu dengan ‘Utsman bin Hunaif, beliau berkata: Semoga Allah memberi balasan terbaik bagimu. ‘Utsman bin Affan RA tidak memenuhi kebutuhanku dan memperhatikanku sampai engkau membicarakan kebutuhanku padanya.” ‘Utsman bin Hunaif menjawab: “Demi Allah Aku tidak berbicara padanya, namun aku pernah bersama Rasulullah SAW, dan beliau didatangi orang buta dan mengadukan kebutaannya pada beliau. Kemudian Nabi SAW berkata: “Bersabarlah! “Lelaki itu menjawab: “Wahai Rasulullah SAW, Aku tidak punya pemadu dan kerepotan. Nabi SAW menjawab: “Pergilah ke tempat wudhu, berwudhulah, lakukan shalat dua raka’at, kemudian berdoalah dengan doa-doa ini (yang ‘Utsman bin Hunaif ajarkan kepada lelaki itu). Lalu Ibn Hunaif berkata: “Demi Allah, kami belum sempat berpisah dan perbincangan kami belum begitu lama sampai lelaki itu datang (ke tempat kami) dan sungguh seolah-olah ia tidak pernah buta sama sekali.” (HR. At-Thabarani).

Berpijak pada kisah ini maka Tawassul dengan menyebut nama pribadi orang shaleh pasca kematiannya dibolehkan. Sehingga tawassul kepada mereka baik semasa hidupnya maupun pasca kematiannya sama-sama masyru’iyyah atau dibenarkan oleh syariat.

 

Sumber: Khazanah Aswaja

Editor: HasbiSayyid

 

.