Sunan Gunung Jati: Asal usul, Pendidikan dan Pengembangan Keilmuan, Dakwah
Sunan Gunung Jati adalah putra Sultan Hud yang berkuasa diwilayah Bani Israil, yang masuk wilayah Mesir. Sunan Gunung Jati dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang menurunkan sultan-sultan Banten dan Cirebon. Strategi dakwah yang dijalankan Sunan Gunung Jati adalah memperkuat kedudukan politis sekaligus memperluas hubungan denga tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon, Banten, dan Demak melalui pernikahan. Selain itu Sunan Gunung Jati menggalang kekuatan dengan menghimpun orang-orang yang dikenal sebagai tokoh yang memiliki kesaktian dan kedigdayaan.
Makam Sunan Gunung Jati terletak di Gunung Sembung yang masuk Desa Astana, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon. Seperti makan Wali Songo yang lain, makam Sunan Gunung Jati berada didalam tungkub berdampingan dengan makam Fatahillah, Syarifah Muda’im, Nyi Gedeng Sembung, Nyi Mas Tepasari, Pangeran Dipati Carbon I, Pangeran Jayalelana, Pangeran Pasarean, Ratu Mas Nyawa, dan Pangeran Sedeng Lemper. Di sebelah luar tungkub, terdapat dua makam tokoh yang dekat dengan Sunan Gunung Jati, yaitu makam Pangeran Cakrabuwana dan Nyi Ong Tien, mertua dan isteri Sunan Gunung Jati.
Berbeda dengan makam-makam keramat Wali Songo yang lain, makam Sunan Gunung Jati tidak bisa diziarahi langsung oleh peziarah, karena areanya terletak tingkat sembilan dengan sembilan pintu gerbang. Kesembilan pintu gerbang itu memiliki nama berbeda satu sama lain, seperti Pintu Gapura, Pintu Krapyak, Pintu Pasujudan, Pintu Ratnakomala, Pintu Jinem, Pintu Rararoga, Pintu Kaca, Pintu Bacem, dan terakhir Pintu Teratai, yaitu pintu untuk ke area makam Sunan Gunung Jati. Para peziarah hanya diperbolehkan ziarah sampai ke pintu ketiga yang disebut Pintu Pasujudan atau Sela Matangkep.
ASAL USUL DAN NASAB
Menurut Naskah Mertasinga yang dialih-aksarakan dan dialih-bahasakan oleh Amman N. Wahyu yang diberi judul Sajarah Wali, Syarif Hidayat yang kelak termasyhur denga sebutan Sunan Gunung Jati adalah putra Sultan Hud yang berkuasa di negara Bani Israil, hasil pernikahan dengan Nyi Rara Santang. Sultan Hud adalah putra Raja Odhara, Raja Mesir. Raja Odhara putra Jumadil Kabir, raja besar di negeri Quswa. Jumadil Kabir putra Zainal Kabir. Zainal Kabir putra Zainal Abidin. Zainal Abidin putra Husein, yaitu putra Ali bin Abi Thalib dengna Siti Fatimah binti Nabi Muhammad Saw.
Menurut naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, ayahanda Sunan Gunung Jati adalah Sultan Mahmud yang bernama Syarif Abdullah putra Ali Nurul Alim dari Bani Hasyim keturunan Bani Ismail, yang berkuasa di Ismailiyah, negeri Mesir yang wilayahnya mencapai Palestina kediaman Bani Israil. Tentang pernikahan Syarif Abdullah dengan Nyai Rara Santang yang kemudian berganti nama menjadi Syarifah Muda’im hingga kelahiran Syarif Hidayat.
Naskah Nagarakretabhumi yang menjadi rujukan Serat Purwaka Caruban Nagari tak berbeda menuturkan bahwa Syarif Hidayat yang masyhur dengan sebutan Sunan Gunung Jati asal orang tuanya dari daerah Mesir, tepatnya di Ismailiyah yang berkuasa atas Bani Israil di Palestina. Yang menarik, adik Raja Mesir yang menjadi mahapatih bernama Unkajutra: nama yang sama sekali buka Arab tetapi lebih dekat dengan nama Yahudi dari klan Jutra atau Jethro.
Setelah dua tahun melahirkan Syarif Hidayat, Nyai Lara Santang dikisahkan hamil dan melahirkan lagi seorang putra yang dinamai Syarif Nurullah. Tidak lama sesudah itu, suaminya, Syarif Abdullah wafat dan kedudukannya sebagai raja digantikan oleh adiknya, Ungkajutra yang bergelar Raja Onkah.
PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN KEILMUAN
Kisah Syarif Hidayat menuntut ilmu diwarnai cerita-cerita absurd yang perlu penafsiran untuk mengetahui kebenaran historisnya. Di dalam Sejarah Wali, Syarif Hidayat dikisahkan berguru kepada Syaikh Najmurini Kubro di Mekkah, mengambil tarekat Nakisbandiyah (Naqsyabandiyah), tarekat istiqoi dan tarekat Syathari (Syathariyah) sampai mencapai makrifat sehingga Syarif Hidayat dianugrahi nama Madzkurallah. Setelah dirasa cukup menimba ilmu, Syarif Hidayat diperintah oleh gurunya, Syaikh Najmurini Kubro untuk mencari guru yang lain, yaitu kepada guru tarekat Syadziliyah kepada maulana bernama Syaikh Muhammad Athaillah yang berbangsa Iskandiyah, yang dipja-puja oleh kaum beriman. Syarif Hidayat pergi meninggalkan Mekkah menuju Syadziliyah di utara, berguru tarekat Syadziliyah kepada Syaikh Athaillah, sampai memperoleh ilmu dzikir kepada Allah yang disebut Sigul Hiraya dan Tanarul al-Tarqu.
Setelah dinyatakan lulus berguru tarekat Syadziliyah, Syarif Hidayat yang dianugerahi nama baru Arematullah, diperintah gurunya untuk berguru lagi kepada Syaikh Datuk Sidiq di negeri Pasai, yaitu guru ruhani yang tidak lain adalah ayahanda Sunan Giri. Kehadiran Syarif Hidayat ke Pasai disambut gembira Syaikh Datuk Muhammad Sidiq, lalu ia diajari Tarekat Anfusiyah dan Namanya diganti menjadi Abdul Jalil.
Setelah dinyatakan lulus oleh Syaikh Muhammad Sidiq, Syarif Hidayat diperintah oleh gurunya itu untuk pergi ke tanah Jawa, tepatnya di Karawang, menemui seorang wali bernama Syaikh Bentong. Ketika Syarif Hidayat minta diwejangi sebagai murid, justru Syaikh Bentong yang ingin menjadi murid Syarif Hidayat. Lalu Syarif Hidayat ditunjuki guru ruhani yang masyhur disebut Syaikh Haji Jubah, tetapi Syaikh Haji Jubah juga menolak memberi wejangan Syarif Hidayat. Syaikh Haji Jubah justru menunjuk ke Kudus tempat Datuk Barul mengajar ilmu ruhani.
Setelah dinyatakan lulus, Syarif Hidayat diminta Datuk Barul untuk pergi ke Ampeldenta, untuk berguru kepada Sunan Ampel. Di Ampeldenta, Syarif Hidayat diteriman Sunan Ampel dan dipersaudarakan dengan Sunan Bonang, Sunan Giri, serta Sunan Kalijaga. Setelah mendapat wejangan dari Sunan Ampel, Syarif Hidayat kemudian ditetapkan sebagai guru di Gunung Jati.
DAKWAH SUNAN GUNUNG JATI
Usaha dakwah yang dilakukan Syarif Hidayat sesuai tugasnya sebagai guru agama Islam, yang kemudian menjadi anggota wali mula-mula dilakukan di Gunung Sembung dengan memakai nama Sayyid Kamil. Atas bantuan Haji Abdullah Iman alias Pangeran Cakrabuwana, Kuwu Caruban, Syarif Hidayat membuka pondok dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar dan Namanya disebut Maulan Jati atau Syaikh Jati. Tidak lama kemudian, datanglah Ki Dipati Keling beserta sembilan puluh delapan orang pengiringnya, menjadi pengikut Syarif Hidayat.
Salah satu strategi dakwah yang dilakukan Syarif Hidayat dalam memperkuat kedudukan sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon adalah melalui pernikahan sebagaimana hal itu telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat. Dikisahkan bahwa Sunan Gunung Jati menikahi tidak kurang dari enam orang perempuan sebagai istri. Lalu Sunan Gunung Jati menikah untuk kali pertama dengan Nyai Babadan putri Ki Gedeng Babadan, yang membuat pengaruhnya meluas dari Gunung Sembung hingga wilayah Babadan. Namun, sebelum dikaruniai putra, Nyai Babadan dikisahkan meninggal dunia.
Kisah dakwah islam yang dilakukan Syarif Hidayat Susuhuna Jati, selain ditandai kisah pernikahan, pencarian ilmu, dan peperangan-peperangan, juga ditandai penggalangan kekuatan para tokoh yang dikenal memiliki kesaktian dan kekuatan politik serta kekuatan bersenjata. Kekuatan bersenjata dan tokoh-tokoh digdaya yang digalang Syarif Hidayat itu menunjukkan hasil yang mengejutkan sewaktu kekuatan umat Islam di Cirebon diserbu oleh pasukan Raja Galuh, yang berakhir dengan kemenangan pihak Cirebon. Dengan takluknya Raja Galuh, dakwah Islam seketika berkembang pesat dibekas wilayah yang takluk tersebut.
Referensi: Atlas Wali Songo