Simfoni Kebersamaan Santri Miftahulhuda Al-Musri di Kala Sore Hari

Jum’at, 6 Juni 2025 | 10 Dzulhijjah 1446 H, Senja Idul Adha di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah kanvas yang dilukis dengan aroma haru dan tawa yang memecah kesunyian. Udara dipenuhi bisikan wangi sate dan gulai kambing, sebuah melodi purba yang mengundang rindu, berpadu dengan riuh rendah gelak tawa para santri yang bergegas menuju depan asrama pusaka utama. Ini bukan sekadar petang biasa; ini adalah (Yaumul Faroh) Pesta Rasa Kebahagiaan Santri, sebuah riwayat yang selalu dinanti, terukir abadi usai gema takbir salat Idul Adha dan tetes darah kurban yang tulus.

Setelah seharian berpeluh, merajut asa dalam tiap helaan napas penyembelihan dan persiapan hidangan, wajah-wajah letih itu bak lentera yang kembali menyala. Mereka menghamparkan daun kelapa dan duduk bersila , seolah daun kelapa yang siap menyerap kebahagiaan. Tanpa perlu aba-aba, jemari-jemari lincah itu menari, membagi piring-piring, menyambut sendok-sendok, membantu para ustadz dan ustadzah menyajikan hidangan yang mengepulkan asap, membawa serta aroma surga.

Hidangan petang ini adalah sebentuk kesederhanaan yang sarat makna: nasi putih yang hangat, sate kambing juga sate sapi berlumur bumbu kacang yang memanjakan lidah, gulai kambing yang kaya rempah, dan renyahnya kerupuk sebagai penambah cita. Namun, sejatinya, kebersamaanlah yang menjadi rempah paling utama, menjadikan santapan sore ini terasa lebih agung dari jamuan paling megah sekalipun.

Di antara mereka, santri belia dari Kelas Tsanawiyah, melahap sate pertamanya dengan mata berbinar, pipinya belepotan bumbu, namun pancaran kebahagiaan murni terpahat jelas. Disisi lain ada sang santriwati dengan perangai selembut sutra, sesekali tersenyum geli melihat polah teman-temannya. Tawa pecah, renyah bagai kerupuk yang pecah di mulut, kala Hasan, sang jagoan usil, mencoba mencuri sepotong sate, memantik kejar-kejaran singkat yang mengundang gelak tawa, bak simfoni riang di bawah langit senja.

Makan bersama ini bukan sekadar pengisi perut yang lapar, melainkan sebuah jembatan yang kokoh, merajut kembali benang-benang persaudaraan yang kian erat. Di antara suapan demi suapan, mereka berbagi kisah, melontarkan gurauan, dan sesekali bersenandung, mengalunkan kidung-kidung Islami yang menenteramkan jiwa. Para ustadz dan ustadzah pun turut berbaur, melebur dalam suasana kekeluargaan yang menghangatkan, bagai mentari yang memeluk bumi di penghujung hari.

Suasana penuh canda dan tawa mengisi udara sore. Angin bertiup pelan, membawa aroma sambal dan semur daging juga sate kambing. Para santri saling menyuapi, berbagi sambal, dan menikmati setiap suapan seolah itu adalah sajian istimewa dari surga. Kebersamaan terasa begitu hangat — seolah tiada jarak antara senior dan junior, antara teman sekelas atau beda angkatan.

Tak ada gengsi. Tak ada gawai. Hanya tangan yang menyatu dengan makanan, dan hati yang menyatu dengan sesama.

Setelah perut kenyang dan hati senang, semua kembali bergotong royong membersihkan tempat makan, melipat daun kelapa, dan membuang sisa makanan ke tempat kompos. Bahkan dalam membersihkan, canda tak berhenti mengalir.

Agenda ini adalah pelajaran berharga: tentang arti sebuah kebersamaan, syukur yang tiada tara atas nikmat karunia Ilahi, dan pentingnya saling berbagi dalam harmoni. Daging kurban yang mereka santap bukan hanya sekadar santapan, melainkan simbol pengorbanan dan keikhlasan, yang kemudian dinikmati bersama sebagai manifestasi persatuan, mengukir janji suci di hati mereka.

Ketika senja benar-benar pamit, menyisakan kerlip bintang yang satu per satu muncul, lapangan pondok yang tadinya riuh perlahan mereda. Namun, jejak-jejak kebahagiaan dan kehangatan masih mengawang, menari-nari di udara. Pesta Rasa Kebahagiaan (Yaumul Faroh) Santri di sore Idul Adha ini akan menjadi setangkai kenangan manis yang tak lekang dimakan waktu, pengingat abadi bahwa kebahagiaan sejati kerap kali ditemukan dalam kesederhanaan, dalam dekapan kebersamaan, dan dalam setiap helaan napas syukur.

“Kami haturkan jazakumullahu khairan katsîran kepada seluruh orang tua/wali santri serta para donatur hewan qurban.
Berkat kebaikan dan keikhlasan Bapak/Ibu semua, kami para santri bisa merasakan nikmatnya kebersamaan dan kelezatan daging qurban—nyate bareng, penuh suka cita dan syukur.

Semoga setiap tetes keringat dan rupiah yang dikorbankan menjadi amal jariyah yang terus mengalir, dan semoga Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.” – P. Eteh Hj. Siti Maryam (Wakil Ketua YPP. Miftahulhuda Al-Musri’)
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Akhirul kalam, Wassalam

Pewarta: M Wildan Musyaffa

One thought on “Simfoni Kebersamaan Santri Miftahulhuda Al-Musri di Kala Sore Hari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *