Setoran Hafalan Menjadi Langkah Utama Dalam Memahami Kitab Kuning
Bagikan ini :

Khazanah ilmu pengetahuan Islam di dunia pesantren sangat kaya. Ada sekitar 200 judul kitab yang dipelajari di pesantren, menurut data yang pernah dikemukakan oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Kalangan pesantren terus berupaya agar kebudayaan pesantren ini dapat eksis di tengah perubahan zaman dan globalisasi. Literasi kebudayaan salaf ini mampu menunjukkan kiprah para ulama sebagai warasatul anbiya’ (ahli waris para nabi).

Muhammad bin Sirin rahimahullah, beliau mengatakan:
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
“Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Al Ilal, 1/355).

Diantara bentuk pertanggung jawaban dan ke hati-hatian dalam memberikan ilmu Agama agar tetap berada dalam jalur ahlu sunnah wal jamaah adalah dengan merujuk kepada kitab-kitab yang mengantarkan pemahaman yang benar dalam berbagai disiplin Ilmu. Adapun kitab-kitab yang dijadikan talaran setiap pertingkat kelas yang dikaji di Pondok Pesantren Miftahulhuda Almusri’:

  1.  Al-Jurumiyah

Pada tahun 672 H, Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Daud ash-Shinhaji lahir di kota Fes, Maroko. Dia lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Ajurum.  Kitab Jurumiyyah berisi teori-teori dasar ilmu nahwu, salah satu cabang ilmu bahasa Arab yang membahas perubahan huruf akhir dari sebuah kata yang menjadi tanda kedudukan kata tersebut dalam sebuah kalimat, apakah kata itu berposisi sebagai subjek, predikat, objek, atau keterangan tambahan. Ilmu nahwu wajib dipelajari bagi orang-orang yang hendak mendalami ilmu-ilmu agama Islam yang sumber utamanya adalah Al-Qur’an dan hadis yang menggunakan bahasa Arab, dan bahasa Arab tidak bisa dipahami dengan baik kecuali dengan mempelajari ilmu nahwu. Dan Ibnu Ajurum berhasil meringkas sekaligus mengurutkan bab-bab dan kaidah-kaidah ilmu nahwu yang terpenting di dalam Jurumiyyah dengan sangat baik, sehingga kitab ini masyhur sebagai kitab yang mudah dipahami dan dihafalkan bagi para mubtadi’ (pemula).

Di Indonesia, kitab Jurumiyyah masih menjadi kitab pelajaran yang dikaji hampir seluruh pesantren, baik yang berada di pelosok desa maupun di tengah-tengah kota. Padahal usia kitab ini sudah lewat dari tujuh abad dan sudah banyak karangan-karangan ilmu nahwu yang lebih baru yang disajikan tidak kalah apik dan telah disesuaikan dengan keadaan bahasa Arab kekinian. Kitab Jurumiyah ini juga menjadi dasar talaran kelas tingkat Ibtidaiyyah di Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ yang mana setiap minggu nya para santri harus menyetorkan talaran tersebut kepada guru shorogannya.

 

  1. Nadzmul Maqsud

Kitab kedua yang dihafal masing-masing 10 bait per minggunya oleh tingkat Ibtidaiyah yaitu Nadzmul Maqsud atau yang sering disebut Yaqulu. Adapun dalam syair atau Nadzam Maqshud karya Syaikh Ahmad bin Abdurrahim al-Thahthawi (1132-1302 H), memuat sekitar 113 syair. Isinya membahas mengenai perubahan bentuk kata atau kalimat didalam bahasa Arab.

Di pesantren-pesantren tradisional di Nusantara (NU), keberadaan teks nadzam “al-Maqshûd” tentu tidaklah asing. Teks ini banyak tersebar, dipelajari, dan dihafal oleh para pelajar di pesantren-pesantren tersebut. Dalam tradisi intelektual pesantren di Nusantara, morfologi Arab (ilmu sharaf) harus dikuasai oleh para pemula sebagai syarat mutlak untuk bisa membaca dan memahami teks-teks berbahasa Arab. Pembelajaran morfologi biasanya bersamaan dengan pembelajaran ilmu Sintaksis Arab (ilmu nahwu).

 

  1. Alfiyah Ibnu Malik

Alfiyah atau Al-Khulasa al-Alfiyah merupakan syair tentang tata bahasa Arab dari abad ke-13. Kitab ini ditulis oleh seorang ahli bahasa Arab kelahiran Jaen, Spanyol yang bernama lengkap, Syeikh Al-Alamah Muhammad Jamaluddin ibnu Abdillah Ibnu Malik al-Thay. Ibnu Malik.

Kitab ini berisi tentang kaedah bahasa arab yang bermuara seputar ilmu nahwu dan shorof yang banyak di-aji dan di-kaji di dunia pesantren-pesantren dan fakultas-fakultas pada umumnya, bahkan kitab ini dijadikan landasan pengajaran literature bahasa arab di universitas Al-Azhar Kairo-Mesir. Dinamakan Alfiyah karena syair ini berjumlah 1002 bait. Di Al-Musri’ juga kitab ini menjadi talaran yang wajib disetorkan oleh kelas tingkat Tsanawiyah dengan menyetorkan 28 bait setiap satu minggu.

 

  1. Sullamul Munauroq

Salah satu kitab yang dijadikan talaran di Al-Musri’ adalah Nadzom Sullamul Munauroq mempelajari tentang ilmu mantiq karangan Syekh Abdurrahman Al-Akhdhory dengan jumlah 144 bait.

Selain itu Imam al-Akhdhari di kenal sebagai seorang ulama sufi yang mustajabah doanya. Imam Ahmad Damanhuri dalam syarah beliau atas matan Sulam, Idhah Mubham mengatakan bahwa “guru beliau mengabarkan dari para guru-gurunya bahwa pengarang (Syeikh Abdur Rahman al-Akhdhari) adalah salah seorang pembesar ulama sufi dan mustajabah doa” .

seperti doa beliau pada muqaddimah Matan Sulam, supaya Allah menjadikan kitab beliau tersebut bermanfaat bagi para pelajar dan menjadi jalan untuk memahami kitab-kitab mantiq yang lebih tinggi. Imam Ahmad Damanhuri mengatakan “sungguh Allah telah mengabulkan permiantaan beliau, setiap orang yang membaca kitab beliau ini dengan sungguh-sungguh, Allah membukakan pemahamannya dalam ilmu ini (ilmu mantiq) dan sungguh kami telah menyaksikan demikian”.

Nadzom ini dihafal oleh santri kelas tingkat Aliyah dengan disetorkan 20 bait dalam satu minggunya.

 

  1. Jauharul Maknun

Kitab nadzoman kedua yang dihafal oleh tingkat Aliyah yaitu Jauharul Maknun yang mempelajari ilmu Ma’ani, Badi’, dan Bayan dengan jumlah 291 bait dan juga disetorkan 20 bait satu minggu sekali. Kitab Jauhar al-Maknun karya Syekh Abdurrahman al-Akhdhari adalah salah satu kitab yang membahas ilmu tata bahasa Arab. Di dalamnya terdapat sejumlah nazam yang berkaitan dengan tata bahasa dan sastra Arab.

Misalnya, dalam salah satu nazamnya, Syekh Abdurrahman al-Akhdhari mengatakan, Mawadatuhu taduumu likulli hawlin. Wa hal kullu mawadatuhu taduumu. (Cintanya akan abadi sepanjang masa. Lalu, apakah setiap cintanya akan abadi?). Inilah salah satu keindahan bahasa dalam tata bahasa Arab yang bernama balaghah. Begitu juga dalam syair-syair Barzanji, Diba’, Habsyi, dan lainnya. Karena itu, dengan menggunakan sastra Arab, sebuah kata atau kalimat akan menjadi sangat indah. Itulah keindahan bahasa sastra.

 

  1. Rohbiyah

Matan al-Rahbiyyah (متن الرحبية) atau judul asalnya Bughyah al-Bahits  ‘an  Jumal al-Mawarits (بغية الباحث عن جُمل الموارث) sebuah karya fiqh mengenai ilmu al-Faraid atau al-Mawaris (pusaka dalam Islam), yang disusun dalam bentuk nazam sebanyak 176 bait. Kitab ini disusun oleh al-‘Allamah Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Hasan al-Rahabiy al-Syafi’i (557H), yang terkenal dengan gelaran Ibn al-Mutqinah.

Kitab faraid yang disusun berdasarkan mazhab Syafi’i ini, mendapat perhatian yang besar di kalangan para ulama. Bukan saja di kalangan ulama mazhab Syafi’i, bahkan juga di kalangan para ulama mazhab yang lain seperti mazhab Maliki dan Hanbali. Kitab ini menjadi rujukan dan telah diberikan keterangan oleh para ulama melalui karya-karya mereka.

Nadzom yang mempelajari ilmu pembagian waris ini dihafal oleh tingkat Ma’had Aly dengan disetorkan 15 bait setiap minggunya.

 

  1. Baiquniyah

Salah satu kitab yang disusun dengan sangat sederhana untuk menjelaskan tentang ilmu hadis adalah al-Mandzumah al-Baiquniyyah, di dalamnya berisi syair yang terdiri dari 34 bait. Meskipun minim keterangan, namun hampir seluruh pembahasan mengenai ilmu hadis dibahas di dalamnya.

Kitab al-Mandzumah al-Baiquniyyah disusun oleh Thaha atau ‘Amr bin Muhammad bin Futuh al-Dimasyqi al-Syafi’i al-Baiquni. Beliau hidup sekitar tahun 1080 H. Keterangan terkait biografi al-Baiquni disebutkan dalam kitab al-I’lam karya al-Zirakli.

Kitab ini berisi sekitar 32 istilah hadits,  Mustahalah Hadits karena membahas tentang istilah-istilah hadits, menghimpun  34 bait syair yang mengagumkan tentang hadits shahih, hasan, dha’if, marfu’, maqthu’, musnad, muttashil, musalsal, ‘aziz, masyhur, mu’an’an, mubham, ‘ali, nazil, mauquf, mursal, gharib, munqathi’, mu’dhal, mudallas, syadz, maqlub, fard, mu’allal, mudhtharib, mudraj, mudabbaj, muttafiq-muftariq, mu`talif-mukhtalif, munkar, matruk, dan maudhu’.

Kitab ini pun menjadi syarat wajib setoran talaran perminggunya untuk tingkat Ma’had Aly dan disetorkan dengan sebanyak jumlah bait tersebut yaitu 34 bait.

 

Program setoran mingguan ini dilaksanakan setiap malam Rabu. Yang pada hari biasanya adalah jadwal sorogan, diganti dengan setoran hafalan kepada gurunya masing-masing. Begitu juga guru sorogan tingkat Aliyah dan Ma’had Aly akan menyetorkan hafalannya kepada Ustadzah atau tingkat Dirosatul Ulya.

Untuk kelas persiapan atau kelas i’dadiyah yaitu menyetorkan juz ‘amma dari mulai Surat Ad-Duha sampai Surat An-Nas.

Adapun program Evaluasi setiap satu bulan sekali, yaitu menyetorkan kembali hafalan yang sudah disetorkan dalam satu bulan terakhir.

Tidak hanya menghafal, para santri juga mempelajari atau mendalami materi dari kitab-kitab tersebut sesuai tahap kelasnya. Kitab-kitab yang dipelajari diantara lain akhlakul banat(i’dadiyah). Tingkat Ibtidaiyyah yaitu Jurumiyah, Yaqulu, Shorof Kaelani, Tasrifan, Safinnatunnaja, Sulamuttaufiq, Tijan Ad-Durory, Tajwid.

Lalu tingkat Tsanawiyyah meliputi Alfiyyah, Fathul Qoriib, Lamiyatul Af’al, Fathul Mu’in, Irsyadul ‘Ibad dan samarqondi.

Dilanjut dengan tingkat Aliyyah diantaranya Uqudul Juman, Fathul wahab, Jauhar Maknun, Jazariah.

Tingkat kelas terakhir adalah Ma’had aly, kitab yang dipelajari nya adalah Jam’ul Jawami’, Uqudul Juman, Tafsir Jalalen, Shoheh Muslim, Shoheh Bukhori, Rohbiyah, Baequniyah, Ilmu Ma’qulat, Falak Taqribulmaqsod, dan Falak Tashilul Amal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *