Santri Al-Musri’ Gelar Shalat Istisqa Bersama MUI Dan Warga Sekitar
Bagikan ini :
  • Shalat sunnah istisqa dan khutbah setelah Shalat Istisqa disyariatkan dalam agama Islam sebagai bentuk permohonan ampun kepada Allah. Shalat ini dianjurkan ketika masyarakat mengalami musim panas yang berkepanjangan sehingga pasokan air berkurang.

Allah swt berfirman:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا

Artinya, “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, –sungguh Dia adalah Maha Pengampun–, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) sungai-sungai untukmu,” (Surat Nuh ayat 10-12).

Ketua MUI Desa Sindang Jaya KH. Dadih Abdurrahman menyatakan kita perlu menggelar Sholat Istisqa atau sholat meminta hujan disaat kekeringan, karna memang sudah terjadi di sejumlah daerah di Cianjur.

“Kemarau saat ini di perkirakan kemarau yang panjang, maka dari itu kita perlu melaksanakan Sholat Istisqa,” kata KH. Dadih Abdurrahman, di Cianjur, Jum’at 15 September 2023.

Ia menerangkan kepada masyarakat perilah Syarat Rukun dalam melaksanakan shalat istisqo pada sebelum shalat dimulai.

Pertama, pemerintah mengumumkan pelaksanaan Shalat Istisqa selama 4 hari ke depan.

Kedua, masyarakat disunnahkan berpuasa bersama selama 4 hari. Selama berpuasa pada tiga hari pertama, pemerintah dan masyarakat dianjurkan untuk bertobat, bersedekah, berhenti dari kezaliman/mengembalikan hak-hak orang lain yang telah dirampas, dan mengadakan rekonsiliasi atas sengketa dan konflik dengan pihak lain.

Ketiga, pada hari keempat, masyarakat kumpul bersama untuk melakukan Shalat Istisqa sebanyak dua rakaat. Masyarakat dianjurkan untuk mengenakan pakaian biasa, bukan pakaian mewah. Masyarakat juga dianjurkan untuk keluar rumah dengan penuh kerendahan hati dan menunjukkan kefakiran kepada Allah swt sebagai penguasa hujan.

Masyarakat diharapkan semua berkumpul bersama, baik orang dewasa, lansia, dan juga anak-anak. Masyarakat juga dianjurkan untuk membawa hewan ternak karena yang berkebutuhan atas air adalah semua makhluk hidup, bukan hanya manusia.

Keempat, setelah shalat dua rakaat dengan bacaan lantang/jahar, khatib naik ke mimbar untuk berkhutbah sebanyak dua kali sebagaimana biasa. Hanya saja, pada pembukaan khutbah pertama, khatib disunnahkan membaca istighfar sebanyak 9 kali. Pada pembukaan khutbah kedua, khatib membaca istighfar sebanyak 7 kali.

Lafal istighfar pembukaan khutbah Shalat Istisqa adalah sebagai berikut:

أَسْتَغفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الحَيُّ القَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

Astaghfirullahal azhim, la ilaha illa huwal hayyul qayyum, wa atubu ilaihi Artinya, “Aku meminta ampun kepada Allah yang maha agung. Tiada tuhan selain Dia yang Maha Hidup dan Maha Tegak. Aku bertobat kepada-Nya.”

Kelima, khatib disunnahkan memutar selendang atau serban yang diselempangkan di bahunya sehingga sisi serban yang posisi di atas menjadi di bawah, kemudian memindahkannya ke bahu yang lain.

Praktik pemutaran dan pemindahan serban merupakan bentuk tafa’ul, sejenis doa agar keadaan berubah dari paceklik berkepanjangan menjadi turunnya air hujan.

Keenam, khatib disunnahkan memperbanyak doa baik sir dan jahar. Ketika khatib membaca dia secara lantang, maka jamaah Shalat Istisqa mengamininya. Dalam membaca doa, khatib juga dianjurkan untuk bertawasul.

Ketujuh, khatib disunnahkan memperbanyak membaca istighfar. Pada prinsipnya, syarat dan rukun khutbah Shalat Istisqa sama saja dengan syarat dan rukun khutbah Jumat dan Shalat Id. Artinya, sejauh syarat dan rukun khutbahnya terpenuhi, maka khutbah Shalat Istisqa tetap sah.

Disamping itu Khotib Solat Istisqo KH. Zaenal Arifin  menerngkan bahwa Sholat Istisqa dilakukan bila kemarau sudah tidak normal atau parah. Salah satu tandanya binatang sudah sulit air bahkan mati karena kurang air. Namun bukan berarti harus menunggu kondisi seperti itu,” katanya. Ia menyebutkan, musim kemarau maupun penghujan seharusnya dijadikan bahan merenung. Bila kemarau dan air cepat mengering, seyogyanya menjadi renungan bersama untuk mencari penyebabnya. “Bisa saja kondisi itu akibat hutan rusak atau lainnya. Harus jadi renungan bersama,” katanya.

Di sisi lain, masyarakat dan pemegang kebijakan juga seyogyanya mengoptimalkan langkah antisipasi dan juga memetakan kawasan rawan kekeringan untuk melakukan program lingkungan seperti penghijauan atau menyiapkan fasilitas sumber air dan irigasi.

Sebagai penutup Beliau berpesan bahwa dalam menyikapi musim kemarau ini harus dengan bijak dan tidak cengeng menghadapi fenomena alam itu. Wallahu a’lam

Pewarta : Dimas Pamungkas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *