Mengapa Kita Harus Berdoa?
Bagikan ini :

Mengapa Kita Harus Berdoa?

Bukankah kita diperintahkan untuk meyakini keesaan Allah dan berserah diri kepada-Nya? Bukankah Allah juga telah mengetahui kebutuhan dan harapan kita? Jika demikian, apa perlu kita berdoa’a kepda-Nya?

Meyakini keesaan Allah dan Kekuasaan-Nya serta berrserah diri kepada-Nya adalah sebgian dari esensi ajaran islam. Akan tetapi, perlu anda ketahui bahwa berdo’a juga merupakan tuntunan agama. Al-Qur’an secara tegas menyatakan,  Katakanlah (wahai Muhammad), “Tuhanku tidak mengindahkanmu, seandainya kamu tidak berdo’a (beribadah), dan karena kamu mendustakan-Nya, maka pastilah kelak (siksa kami) akan menimpamu” (QS. al-Furqan [25] : 77).

Ayat ini ditujukan kepada kaum musyrik, tetapi kaum Muslim harus memetik pelajaran darinya, sekurang-kurangnya bahwa do’a merupakan annjuran utama agama. Nabi saw. menyatakan bahwa do’a adalah inti ibadah (ad-du’a mukhkh al-‘ibadah) (HR. At-Tirmidzi dari sahabat Nabi, Anas bin Malik). Bahkan, secara tegas dan jelas al-Qu’ran menyamakan do’a dengan ibadah. Perhatikan firman Allah berikut ini:

Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”  (QS. al-Mu’min [40] : 60).

Dalam lieteratur agama ditemukan ada sekian banyak anjuran untuk berdo’a, bukan hanya dalam soal-soal yang pelik dan besar, melainkan juga dalam hal-hal yang kecil dan remeh. Dalam buku Majma’ az-zawa’id, pada hadits ke-9.255, ditemukan riwayat yang juga bersumber dari Anas bin Malik dan bersambung kepada Nabi saw. bahwa beliau bersabda, “Hendaklah salah seorang di antara kamu memohon kepada Tuhannya atas seluruh kebutuhannya, walaupun yang berkaitan dengan sandalnya bila putus atau rusak.”  Dalam hadits ke-9.256 dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, ”Barang siapa tidak memohon kepada Allah, maka Dia murka kepadanya.”

Walaupun sanadnya lemah, makna kedua hadits diatas dapat diterima. Selanjutnya, sahabat Nabi yang lain menyampaikan pesan beliau, “Bermohonlah anugerah Allah, karena Allah senang menerima permohonan. Ibadah yang paling utama (afdhal) adalah menantikan datangnya kemudahan (penantian yang diliputi optimisme dan prasangka baik kepada Allah)” (HR. At-Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud).

Memang benar, Allah mengetahui segala sesuatu, termasuk kebutuhan kita. Ini pun bukan alasan bagi kita untuk tidak berdoa. Rasulullah mengajarkan doa yang, antara lain, berbunyi demikian:

“Allahumma innaka ta’lamu hajati, fa’thini su’li, wa ta’lamu ma fi nafsi. Faghfr li dzanbi” (Ya Allah, Engkau mengetahui keperluanku. Maka, anugerahkanlah kepadaku permintaanku. Engkau juga mengetahui isi hatiku. Maka, ampunilah dosaku).

Karena itu, janganlah malu atau ragu dalam berdoa! Tahukah Anda bahwa “Allah malu untuk tidak mengabulkan kedua tangannya dengan tulus?” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari sahabat Nabi, Salman al-Farisi), dan dalam saat yang sama Dia bermaksud membuktikan bahwa memang secara faktual melalui permohonan hamba-hambanya bahwa memang mereka sangat membutuhkan-Nya. Demikian, wallahu a’lam

Bagaimana Kita Berdoa?

Bagaimana sebaiknya kita berdo’a? Apakah do’a diucapkan dengan suara keras, dan bahkan dengan menggunakan pengeras suara, ataukah cukup dilakukan dalam hati?

Sebagian sahabat Nabi saw. bertanya kepada beliau, “Apakah Tuhan kita dekat sehingga kita bermohon kepada-Nya  dengan suara berbisik ataukah jauh sehingga kita menyeru-Nya dengan suara nyaring?” Al-Qur’an turun menjawab mereka, Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, Maka (jawablah bahwa) Aku dekat , Kuperkenankan do’a yang bermohon bila dia bermohon kepada-Ku (QS. al-Baqarah [2] : 186)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *