Mana Lebih Baik, Amal Saleh Terbuka atau Tertutup?
Sebagian kita pernah dihinggapi keraguan perihal mana yang lebih utama antara amal saleh terbuka yang disaksikan atau diketahui oleh orang lain, atau amal saleh tertutup yang tidak dilihat atau diketahui oleh orang lain. Sebagian kita lalu terjebak pada polarisasi antara dua pilihan tersebut.
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa dua jenis amal itu memiliki kelebihan dan manfaat masing-masing. Dengan demikian, amal saleh terang-terangan atau amal saleh yang tersembunyi memiliki keunggulan dan fungsi masing-masing yang tidak bisa tergantikan satu dari yang lain.
Imam Al-Ghazali mengakui bahwa amal ibadah yang dilakukan secara terang-terangan berpotensi menumbuhkan penyakit batin yang berbahaya, yaitu riya. Tetapi harus ada orang yang melakukan amal ibadah secara terang-terangan karena fungsi edukasi, persuasi, dan motivasi di dalamnya.
اعلم أن في إسرار الأعمال فائدة الإخلاص والنجاة من الرياء وفي الإظهار فائدة الاقتداء وترغيب الناس في الخير ولكن فيه آفة الرياء قال الحسن إن السر أحرز العملين ولكن في الإظهار أيضا فائدة
Artinya, “Ketahulah, amal saleh yang disembunyikan berfaidah pada keikhlasan dan selamat dari riya. Sedangkan amal saleh yang dinyatakan berfaidah pada keteladanan dan motivasi bagi orang lain terhadap kebaikan, tetapi berisiko pada riya. Imam Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, amal saleh yang disembunyikan lebih terjaga (dari riya), tetapi amal yang dinyatakan juga memiliki faidah,” (Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz III, halaman 324).
Imam Al-Ghazali menjelaskan amal ibadah secara terang-terangan dan amal ibadah secara tersembunyi tidak dalam rangka menjatuhkan pilihan terbaik terhadap salah satunya. Ia memandang baik kedua jenis amal ibadah tersebut karena Allah sendiri mengapresiasi amal ibadah baik yang terbuka maupun yang tersembunyi.
ولذلك أثنى الله تعالى على السر والعلانية فقال إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
Artinya, “Oleh karena itu, Allah memuji amal yang disembunyikan dan dinyatakan. Allah berfirman, ‘Jika kalian menyatakan sedekah itu, maka itu sebaik-baik sedekah. Tetapi jika kalian menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang faqir, maka itu lebih baik bagi kalian,’ (Surat Al-Baqarah ayat 271),” (Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: III/324).
Imam Al-Ghazali juga mengutip hadits keutamaan orang yang beramal saleh secara terbuka lalu ditiru oleh orang lain. Hadits tersebut menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi orang yang memberikan contoh dan keteladanan yang baik.
فقال النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعَمِلَ بِهَا كَانَ لَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنِ اتَّبَعَهُ
Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa saja yang mengawali kebiasaan baik, lalu kebiasaan itu diamalkan (oleh orang lain), maka ia mendapat pahalanya dan pahala orang yang menirunya,’” (HR Muslim). Imam Al-Ghazali mengakui bahwa ibadah secara terbuka atau menceritakan amal ibadahnya memang memiliki fungsi dakwah untuk mengajak orang lain meneladani atau mencontoh kebaikan kita. Tetapi ibadah secara terbuka atau menceritakan amal ibadahnya mengandung potensi bahaya yang cukup berisiko, yaitu bahaya riya.
Oleh karena itu, Imam Al-Ghazali mengingatkan kita di awal untuk meneguhkan niat. Misal, ketika kita bersedekah di muka umum, maka kita harus memantapkan niat bahwa sedekah itu kita maksudkan untuk membantu orang lain sekaligus memotivasi mereka yang menyaksikan atau mengetahuinya.
Pewarta: Fachry Syahrul