Dalil dan Hikmah Tradisi Haul
Masyarakat Islam ahlussunnah wal jamaah di Indonesia, khususnya Nahdlatul Ulama sudah sangat sering mengadakan tradisi yang bernama haul setiap tahunnya. Haul sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti satu tahun.
Tradisi haul juga sangat beragam dalam pelaksanaannya. Ada yang bersifat keluarga, pondok pesantren, dan haul umum.
Haul yang bersifat keluarga ini lingkupannya sangat kecil, karena hanya sebatas kampung atau desa.
Biasanya juga, yang meninggal masyarakat umum biasa, sehingga keluarga hanya memperingatinya sekedar mengundang masyarakat satu kampung untuk berdoa bersama di rumahnya.
Sedangkan haul di pondok pesantren, lingkupnya akan sedikit meluas. Apalagi pesantren yang sudah sangat lama, dan pendirinya sudah wafat sejak lama juga.
Karena mengingat, pesantren merupakan sumber dari ajaran agama Islam, yang mungkin kiyai dan pesantrennya sangat bermanfaat bagi masyarakat umum di sekitarnya.
Kiyai yang juga seorang guru, jelas sudah banyak mencetak manusia-manusia yang berilmu dan beradab yang mulia. Sehingga sangat wajar jika pelaksanaan haul di pondok sedikit besar.
Sehingga keluarga pesantren akan mengundang masyarakat umum yang lebih luas dan seluruh santri dan alumni pondok pesantren tersebut.
Dan selanjutnya, haul yang memperingati ulama besar. Ini seperti memperingati para penyebar Islam di Nusantara, seperti Wali Songo. bisa sampai satu kota bahkan lintas provinsi. Mengingat dakwah yang diajarkan sudah sangat lama dan sangat bermanfaat bagi muslim zaman sekarang. Karena dakwah merekalah, Islam tersebar luas di Nusantara.
Panitia akan mengundang seluruh masyarakat Indonesia dan akan menyiapkan acara yang sangat besar juga.
Dalil Tradisi Haul
Tradisi haul diadakan berdasarkan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa, “Rasulullah berziarah ke makam Syuhada (orang-orang yang mati syahid) dalam perang Uhud dan makam keluarga Baqi’. Beliau mengucap salam dan mendoakan mereka atas amal-amal yang telah mereka kerjakan (HR Muslim).
Hadits lain diriwayatkan oleh Al-Wakidi bahwa Rasulullah saw mengunjungi makam para pahlawan perang Uhud setiap tahun. Jika telah sampai di Syi’ib (tempat makam mereka), Rasulullah agak keras berucap: Assalâmu’alaikum bimâ shabartum fani’ma uqbâ ad-dâr (Semoga kalian selalu mendapat kesejahteraan atas kesabaran yang telah kalian lakukan Sungguh akhirat adalah tempat yang paling nikmat). Abu Bakar, Umar dan Utsman juga malakukan hal yang serupa. (Najh al-Balâghah, halaman 394-396).
Para ulama menyatakan peringatan haul tidak dilarang oleh agama bahkan dianjurkan. Ibnu Hajar dalam Fatâwa al-Kubrâ Juz II halaman 18 menjelaskan, para sahabat dan ulama tidak ada yang melarang peringatan haul sepanjang tidak ada yang meratapi mayyit atau ahli kubur sambil menangis.
Dari dalil di atas bahwa, haul merupakan hal yang boleh dilakukan selagi tidak melampaui batas seperti meratapi mayit dan menimbulkan maksiat yang lainnya.
Hikmah Tradisi Haul
Biasanya juga tradisi haul yang diadakan selalu mengandung tiga hikmah yang besar.
Pertama, untuk mendoakan mayit.
yakni dengan membaca tahlil dan doa yang ditujukan kepada ahli kubur.
Bahkan tidak hanya tahlil, kadang juga ada yang mengadakan khataman Al-Quran, istighotsah kubro, shalawatan dan pembacaan manaqib ulama.
Kedua, ibrah (pelajaran).
Setiap haul akan ditampilkan biografi keteladanan seorang ulama dan kiai semasa hidup. Baik ditampilkan melalui video, buku maupun secara lisan.
Dengan ditampilkannya biografi hidupnya, kita yang hadir dianjurkan untuk bisa mencontoh dan meneladani para kiyai dan ulama tersebut.
Ketiga, tempat berkumpulnya ulama.
Sudah menjadi hal umum, jika ada acara haul, banyak ulama dan kiyai yang diundang. Sehingga tempat acara haul bagaikan perkumpulan/reuni para alim ulama.
Masing-masing ulama yang hadir akan memberikan keberkahan tersendiri bagi acara tersebut.
Maka tidak ada suatu tradisi diadakan oleh ahlussunah wal jamaah tanpa didasari dalil dan hikmah yang bermanfaat bagi umat muslim itu sendiri.
Editor: Alima sri sutami mukti