Biografi Singkat Mama KH.Ahmad Faqih
Bagikan ini :

Mama KH.Ahmad Faqih adalah pendiri Pondok Pesantren Miftahulhuda Almusri’. Berikut ini adalah ulasan tentang kelahiran beliau, masa menuntut ilmu, dan perjalanan mengamalkannya.

1.Tentang Kelahiran

Kelahiran mama KH.Ahmad Fakih berawal dari cerita yang sangat unik, dimana sewaktu ayah beliau H.Kurdi bin Artibah menuntut ilmu dipesantren kudang sekitar tahun 1907. Tak berselang lama H.Kurdi mondok disana, pada suatu hari H. kurdi bin artibah dipanggil oleh gurunya dan disuruh pulang, padahal pada masa itu beliau merasa belum bisa apa-apa. Tak berselang lama ketika beliau berada di kampungnya, beliaupun menikah dengan salah seorang gadis pilihannya dan dari pernikahan inilah beliau dikaruniai seorang anak perempuan bernama Rukmini.  Karna beliau teringat perkataan gurunya bahwasannya beliau akan di karuniai anak laki-laki yang soleh, maka beliaupun menceraikan istrinya dan H.Kurdipun menikah lagi dengan seorang janda beranak dua yang bernama H.Halimah, anak dari Hj.Halimah yaitu Hj.Juariyah dan Bapak Enjum. Setelah sekian lama H.Kurdi menanti, disertai dengan do’a yang terus menerus terkabullah permohonan beliau dan beliau dikaruniai anak laki-laki yakni Syaikhuna Almukarrom Mama KH.Ahmad Fakih yang lahir di Kp. Cilenga Ds. leuwi sari Kec. Leuwi sari. Kemudian lahir pula dua anak laki-laki Bernama K.Jamal dan K.Romli, mereka bertiga beda selang usia 1 tahun.

2.Masa Menuntut Ilmu

Mama Syaikhuna Kh.Ahmad Faqih bin H.Kurdi Bin Artibah pertama kali menuntut ilmu ditanah kelahirannya kepada KH.Shobandi, mama belajar mengaji pada KH.Shobandi hanya mencapai ilmu shorof (itupun belum tahqiq). Kemudian setelah lulus Sekolah Rakyat, sekitar usia 12 tahun mama menuntut ilmu ke sukamanah Tasik Malaya kepada KH. Zaenal Musthofa (salahsatu alumni pesantren KH.shobandi). Beliau menuntut ilmu disukamanah kurang lebih sekitar 12 tahun, dari tahun 1925-1937 masehi. Dan adapun guru-guru sorogan mama pada waktu disukamanah diantaranya: KH.Rukhiyat Cipasung, KH.Fakih Damini Almubaroq Cibalanarik. Dan beliau pun mempunyai kaka kelas sekaligus teman seperjuangan (yang diketahui narasumber) KH. Mahmud Zuhdi Sumedang. Setelah menuntut ilmu di Sukamanah tahun 1937 M beliaupun memperdalam ilmu falaq kepada KH.Fakhrurozi selama kurang lebih satu bulan pada saat bulan Romadhon di daerah Sukalaya Gunung Sabeulah Tasikmalaya.

Setelah itu beliau tidak pernah bermuqim dimana mana lagi beliau langsung mukim di Kp. Kebon Kelapa, Ds. Sumelap, Kec. Cibeureum, Kab. Tasikmalaya. Mama adalah Angkatan ke-3 lulusan pesantren sukamanah. Adapun urutan angkatan Pesantren Sukamanah diantaranya:

  1. Angkatan ke-1 Satu orang yaitu ajengan hambali (Bermuqim di Cipanas)
  2. Angkatan ke-2 Ajengan A.Shobir, KH.Mahmud Zuhdi dan Ajengan Syamsudin.
  3. Angkatan ke-3 Mama KH.Ahmad Faqih, Ajengan Burhan (Suka Hurip), Ajengan Ma’rif, Ajengan Emor Ranca Paku

Mengenai KH.Khoer Afandi (Pendiri Ponpes Manonjaya Tasik) Ketika menuntut ilmu di Pesantren Legok Ringgit (di Pesantren Muqimin Sukamanah). Beliau selalu mengikuti tarkiban (Studi Banding) Ke Pesantren Sukamanah Babadan (Angkatan ke-5).

Baca Juga: Biografi KH Ruhiat Cipasung

3.Perjalanan dan Perjuangan Mengamalkan Ilmu

Sekitar tahun 1938 M setelah mengikuti HJ.Juaenah yang berasal dari Kp. Kebon Kalapa Ds.Sumelap Kec.Cibeureum, dalam perjalanan mengamalkan ilmu, begitu banyak rintangan yang dihadapi beliau, karna pada waktu itu negara kita masih di duduki oleh kolonial belanda. Seiring dengan itu, jiwa patriotism yang beliau peroleh saat dipesantren mendorong beliau turut serta aktif mempelopori Gerakan Hizbulloh di daerahnya yang menentang terhadap penjajahan belanda. Melihat kuatnya Aqidah dan jiwa patriotism beliau, Belandap pun menaruh curiga kepada pesantren-pesantren dan sejenisnya yang di anggap akan membahayakan kedudukan mereka.Mama KH.Ahmad Faqih pun sering keluar masuk penjara.

Pada tanggal 9 maret 1942 M Belanda dipukul mundur oleh jepang, Mama KH.Ahmad Faqih beserta kiyai lainnya dibebaskan Kembali setelah mengalami hukuman penjara selama beberapa hari. Akan tetapi ibarat kata “Dari mulut Harimau jatuh ke mulut Buaya” Jepang pun tak ada bedanya dengan Belanda. Pembuktian Sejarah ketika terjadi pemberontakan Sukamanah tahun 1944 yang dipimpin oleh KH.Zaenal Mustofa,yang akhirnya meskipun Mama KH.Ahmad Faqih tidak ikut serta dalam pemberontakan tersebut, namun karna beliau merupakan salah satu alumni dari salah satu pesantren sukamanah Jepang pun berusaha menangkapnya.

Pasca kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 M beliau mendirikan pondok pesantren di Kebon Kalapa Kecamatan Cibeureum. Namun Belanda yang terusir dari tanah Indonesia Datang Kembali dalam Agresi Militer II tahun 1949 M. Keadaan ini tentu saja memberikan pengaruh yang sangat negative terhadap penyelenggaraan pesantren dan Lembaga-lembaga non formal lainnya. Dan pada akhirnya Belanda pun membakar pesantren yang mama dirikan dengan susah payah dan tidak hanya itu, merekapun berusaha menangkap mama KH.Ahmad Faqih. Untuk menghindari dari kejaran belanda beliau mengungsi di tanah kelahirannya di Sumelap. Dan pada waktu itu beliau sudah beristri 2 yaitu Hj.Juaenah dan Hj.Qoniah dan dikaruniai dua orang anak laki-laki yaitu KH.Zaenal Musthofa (Putra dari Hj.Juaenah),Dan KH.Mamal Mali Murtadlo (putra dari Hj. Qoni’ah).

Belanda terus saja mengejar beliau, kemudian beliaupun mengungsi ke Kp. Parakan lisung dan dikampung inilah istri pertama beliau Hj.Juaenah meninggal dunia akibat terkena pecahan bom tantara belanda. Dimana sebelum Hj.Juaenah meninggal, Hj.Juhaenah sedang mengais KH.Mamal Mali Murtadlo, mendengar adanya pesawat tentara belanda Hj.Juaenah pun memberikan KH.Mamal Mali Murtadlo kepada HJ.Qoni’ah dan seketika itu pula Hj.Juaenah terkena pecahan bom dan akhirnya meninggal dunia.

Dari Parakan Lisung Mama pindah lagi ke Kp.Cilenga Girang, dari Cilenga Girang pindah lagi ke Cilengger (persis di kaki gunung galunggung). Setelah beberapa bulan di Cilengger, beliau beserta keluarga pindah Kembali ke Sumelap. Dan ketika berada di Sumelap beliau tertangkap oleh Belanda, satu bulan setelah beliau ditangkap beliau di bebaskan kembali karna ada pengakuan kedaulatan RI dari PBB tanggal 27 Desember1499 M. Pada sekitar tahun 1951 M, mama beserta keluarganya mengungsi ke Cirebon sambil berdagang pakaian dll. Dan di Cirebon pula lah istri beliau Hj.Qoni’ah Kembali melahirkan seorang anak laki-laki yaitu KH.Hilman Abdurrahman.

Sekitar tahun 1952-1953 M, Beliau pindah lagi ke sumelap dan sekitar tahun 1953 M beliau pindah dan berencana mendirikan pesantren disana, namun karna disana PKI sedang merajalela beliaupun dikepung dan hampir tertangkap. Kemmudian sekitar tahun 1954 M, beliau pindah lagi ke daerah kelahiranya di Sumelap. Setelah berada di Sumelap, beliau pun di curigai oleh TRI (Tentara Republik Indonesia). TRI curiga bahwa beliau bersekutu dengan DI/TII (Daarul Islam/Tentara islam Indonesia) yang ditunggangi oleh PKI dan memang berpusat di Tasik Malaya sebagai Pemberontak terhadap Negara Republik Indonesia. Beliaupun sempat tertangkap oleh TRI dan dipenjarakan selama 40 hari disebuah Gudang marks TRI di Awipari, disini pulalah beliau mengalami siksaan berat. Menurut bapak Sodiqin (anak tiri H.Qurdi) Putra dari Hj.Halimah, pada saat mama dan rekan rekan hendak di lindas oleh oknum TRI menggunakan kereta api, seketika itu pula kereta mendadak berhenti, pada akhirnya mama dan rekan-rekan selamat.

Pada sekitar tahun 1956 M beliau ikut mengajar di Pesantren Cilendek yang dipimpin oleh K.Bahrum atau Ajengan Enoh (Adik Kelas Mama sewaktu menuntut ilmu di sukamanah) sambal mengungsi. Pertikaian DI/TII dan TRI membawa pengaruh buruk bagi mama KH.Ahmad Faqih sebagai seorang kiyai di pesantren Cilendek. TRI menganggap beliau bersekutu dengan DI/TII begitu juga sebaliknya. Sekitar tahun 1956 M, Mama dibawa oleh KH.Ahmad Karang Anyar yang berasal dari Sumelap menuju kedaerah Pasir Honje Ds.Kertajaya Kec.Ciranjang Kab.Ci Anjur ke kediaman mang Khudori sebagai kaka dari KH. Ahmad (yang membawa mama) beserta santri-santrinya. Karena di Pasir Honje masih dalam keadaan darurat mama pindah lagi ke kampung Ngamprah, dari Ngamprah pindah lagi ke Sukaweuning dan dari Sukaweuning pindah lagi ke Kp. Ciendog dan sampai sekarang.

 

Penulis: Eka Nurlela

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *