Sejarah Kelahiran Dan Kiprah Dakwah Rasulullah
Para ulama dan penulis sirah sepakat bahwa hari kelahiran Kanjeng Rasul jatuh pada bulan Rabiul Awal. Beliau lahir di Mekah kota bagian selatan Jazirah Arab, sekitar tahun 570, berdekatan dengan Tahun Gajah yang merupakan tahun kegagalan penyerangan Makkah oleh pasukan bergajah di bawah pimpinan Abrahah. Pendapat paling mashyur merujuk tanggal 12 Rabiul Awal sebagai hari kelahiran Beliau. Berdasarkan hadis, Nabi Muhammad menyebut hari Senin sebagai hari kelahirannya. Penulis sirah Sulaiman Al-Manshurfuri dan ahli astronomi Mahmud Basya dalam penelitiannya melacak hari Senin yang dimaksud bertepatan dengan tanggal 9 Rabiul Awal.
Nabi Muhammad berasal dari salah satu klan suku Quraisy yakni Bani Hasyim yang mewarisi silsilah terhormat di Makkah, meskipun tak terpandang karena kekayaannya. Ayahnya, Abdullah meninggal saat Beliau masih dalam kandungan, enam bulan sebelum kelahiran. Rasulullah ketika bayi dibawa tinggal bersama keluarga dusun di pedalaman, mengikuti tradisi perkotaan kala itu untuk memperkuat fisik dan menghindarkan anak dari penyakit perkotaan. Beliau diasuh dan disusui oleh Halimah binti Abi Dhuayb di kampung Bani Saad selama dua tahun. Setelah itu, Ketika Rasul masih kecil dikembalikan untuk diasuh kepada budak Ummu Aiman. Pada usia ke-6, Rasul kehilangan ibunya, Siti Aminah karena sakit. Selama dua tahun berikutnya, kebutuhan Rasulullah ditanggung dan dicukupi oleh kakeknya dari keluarga ayah, Abdul Muthalib. Ketika berusia delapan tahun, kakeknya meninggal dan Rasul pun berikutnya diasuh oleh pamannya Abu Thalib yang tampil sebagai pemuka Bani Hasyim sepeninggal Abdul Muththalib.
Sekitar tahun 613 M, tiga tahun setelah Islam disebarkan secara diam-diam, Rasulullah mulai melakukan penyebaran Islam secara terbuka kepada masyarakat Makkah, respons yang ia terima sangat keras dan masif. Ini disebabkan karena ajaran Islam yang dibawa olehnya bertentangan dengan apa yang sudah menjadi budaya dan pola pikir masyarakat Makkah saat itu. Pemimpin Makkah Abu Jahal menyatakan bahwa Rasulullah adalah orang gila yang akan merusak tatanan hidup orang Makkah. Akibat penolakan keras yang datang dari masyarakat jahiliyyah di Makkah dan kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin Quraisy yang menentangnya, Rasulullah dan banyak pemeluk Islam awal disiksa, dianiaya, dihina, disingkirkan, dan dikucilkan dari pergaulan masyarakat Makkah.
Walau mendapat perlakuan tersebut, ia tetap mendapatkan pengikut dalam jumlah besar. Para pengikutnya ini kemudian menyebarkan ajarannya melalui perdagangan ke negeri Syam, Persia dan kawasan jazirah Arab. Setelah itu, banyak orang yang penasaran dan tertarik kemudian datang ke Makkah dan Madinah untuk mendengar langsung dari Rasulullah, penampilan dan kepribadian baiknya yang sudah terkenal memudahkannya untuk mendapat simpati dan dukungan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini menjadi semakin mudah ketika Umar bin Khattab dan sejumlah besar tokoh petinggi suku Quraisy lainnya memutuskan untuk memeluk ajaran Islam, meskipun banyak juga yang menjadi antipati mengingat saat itu sentimen kesukuan sangat besar di Makkah dan Medinah. Tercatat pula Muhammad mendapatkan banyak pengikut dari negeri Farsi (sekarang Iran), salah satu yang tercatat adalah Salman Al-Farisi, seorang ilmuwan asal Persia yang kemudian menjadi sahabat Muhammad.
Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pemeluk Islam selama periode ini mendorong lahirnya gagasan untuk berhijrah (pindah) ke Habsyah (sekarang Ethiopia). Negus atau raja Habsyah, seorang Kristen yang adil, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Makkah. Rasul sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Yatsrib, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Makkah.
Menginat kembali Rasulullah dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran, dan menjelang usianya yang ke-40, Rasul sering menyendiri di Gua Hira’ sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Makkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Rasul bisa berhari-hari bertafakur (merenung) dan mencari ketenangan dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut yang senang bergerombol. Dari sini, ia sering berpikir dengan mendalam, dan memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Nabi Muhammad pertama kali diangkat menjadi rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611 M, diriwayatkan Malaikat Jibril datang dan membacakan surah pertama dari al-Quran yang disampaikan kepada Rasulullah, yaitu surah Al-Alaq. Rasulullah diperintahkan untuk membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya, namun beliau mengelak dengan berkata ia tak bisa membaca. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Rasul membaca, tetapi jawabannya tetap sama.
Ketika Rasul berusia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari ketika ayat pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul disampaikan kepadanya menurut perhitungan tahun komariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah atau tahun masehi (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah kejadian di Gua Hira tersebut, Rasulullah kembali ke rumahnya, diceritakan beliau merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian akibat peristiwa yang baru saja dialaminya dan meminta Siti Khadijah agar memberinya selimut.
Diriwayatkan pula untuk lebih menenangkan hati Rasul, Siti Khadijah mengajak Rasulullah mendatangi saudara sepupunya yang juga seorang Nasrani yaitu Waraqah bin Naufal seorang pendeta yang buta. Waraqah banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Rasul, Waraqah pun berkata, bahwa beliau telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.
Ketika Waraqah wafat, firman Allah tidak datang-datang kepada Nabi Muhammad dalam kurun beberapa waktu. Yang mana membuat ia begitu sedih, sampai-sampai ia beranjak ke gunung tinggi. Namun di saat sesampainya di puncak, Malaikat Jibril datang untuk meyakinkan ia bahwa ia adalah benar utusan Sang Ilahi. Sehingga ia pun menjadi tenang.
Nabi Muhammad menerima ayat-ayat al-Quran secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Ayat-ayat tersebut diturunkan berdasarkan kejadian faktual yang sedang terjadi, sehingga hampir setiap ayat al-Quran turun disertai oleh Asbabun Nuzul (sebab/kejadian yang mendasari penurunan ayat). Ayat-ayat yang turun sejauh itu dikumpulkan sebagai kompilasi bernama Al-mushaf yang juga dinamakan Al-Qur’an (bacaan).
Sumber:Sirah Nabawiyah fi Dhau al-Qur’an
Pewarta: Raisya Audyra