15 Fan Ilmu Yang Dipelajari Di Ponpes Miftahulhuda Almusri’

Mama Syaikhuna Al-mukarrom KH. Ahmad Faqih (Pendiri Ponpes Miftahulhuda Almusri) telah mengatakan dalam takrirannya “Ari santri anu tamat belajar di Almusri eta nyata meunang ulung untung ringkung rebo ku gulungan fan elmu anu lima belas, sarta tarik milik gede bagja ngan hasil ku zaman sakilat sakojengkang. Deuih dikeukeuhkeun ka santri anu dewasa tur kawasa pikeun ngabejakeun kana eta kauntungan, mun teu ngabejakeun tangtu eta santri meunang hukum kurang rido jeung pidua ti anu jadi guru.” 15 fan ilmu yang dimaksud oleh Mama Syaikhuna Almukarrom adalah ilmu Tauhid, ilmu Fiqih, ilmu Tasawuf, ilmu Lugoh, ilmu Nahwu, ilmu Shorof, ilmu Maani, ilmu Bayan, ilmu Badi’, ilmu Mantiq, Munadhoroh, Makulat, ilmu Hadist, ilmu Tafsir dan ilmu Usul Fiqh. Untuk mengetahui pengertian dari masing-masing fan ilmu tersebut, Simak ulasan berikut ini.

1.Ilmu Tauhid

IlmuTauhid adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah. Tauhid diambil kata : Wahhada Yuwahhidu Tauhiidan yang artinya mengesakan.

2.Ilmu Fiqih

Secara etimologi, kata “fiqh” itu berasal dari istilah “faqqaha yufaqqihu fiqhan” yang artinya ‘pemahaman’. Artinya, ilmu fiqih adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana pemahaman akan agama Islam secara utuh dan komprehensif. Apabila dianalisis secara bahasa, kata “fiqh” ini pun masih sama berartikan ‘pemahaman’,

3.Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mengajarkan tentang cara menyucikan jiwa dan menjernihkan akhlak serta membangun lahir dan batin untuk mencapai ketenangan abadi.

4.Ilmu Lugoh

Ilmu lugoh atau ilmu Bahasa yang di pelajari disini yaitu Bahasa arab dan inggris saja. Namun Bahasa arab dipelajari oleh tingkat Ibtidaiyyah sampai tingkat Aliyah sedangkan Bahasa inggris dipelajari oleh tingkat Ma’had Aly dan Dirosatul ‘Ulya.

5.Ilmu Nahwu

Ilmu Nahwu adalah Ilmu tentang kaidah-kaidah dan aturan-aturan untuk mengetahui keadaan-keadaan (ahwal) susunan kalimat Arab, baik dari sisi i’rab atau binak-nya dan juga sisi lain yang masih berkaitan dengan tarkib (susunan lafadz).

Singkatnya Nahwu itu adalah ilmu untuk menganalisa teks Arab sekaligus berguna untuk menyusun rangkaian kata (kalam) dalam bahasa Arab secara benar.

6.Ilmu Shorof

Sesuai dengan pengertian dasarnya, shorof adalah ilmu yang memetakan “perubahan” bentuk dari sebuah kata dasar (mufrod) ke bentuk plural (jama’). Bentuk kata berubah, berubah pula maknanya. Perubahan bentuk kata berimplikasi besar pada perubahan makna sebuah kalimat. Bagian dari Kitab shorof yang dikaji disini yaitu Kitab Kaelani dan Kitab Yaqulu.

7.Ilmu Maani

Ilmu ma’ani merupakan salah satu dari tiga kajian utama ilmu balaghah. Sebagaimana didefinisikan oleh para ulama bahwa ilmu ma’ani adalah ilmu yang bertujuan membantu seseorang agar dapat berbicara sesuai dengan muqtadha al- hal (situasi dan kondisi).

8.Ilmu Bayan

Secara bahasa, bayan artinya ‘terbuka’ atau ‘jelas’. Sedangkan dalam ilmu balaghah, ilmu bayan adalah ilmu yang mempelajari cara-cara mengemukakan suatu gagasan dengan berbagai macam redaksi.

9.Ilmu Bade

Ilmu Badi’ merupakan bagian dalam pembahasan ilmu Balaghah yang mengupas keindahan kalimat dari segi penghias lafadz (Muhassinat Al-Lafdziyyah) dan penghias makna (Muhassinat Al-Ma’nawiyah). Ada banyak uslub (gaya bahasa) yang digunakan dalam ilmu Badi’.

10.Ilmu Mantiq

Mantiq adalah keilmuan yang berkaitan dengan logika ia memiliki pengaruh penting dalam membentuk pola pikir seseorang hingga bisa mencapai sebuah kesimpulan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, terutama dalam mengkaji berbagai disiplin ilmu keislaman lainnya, untuk kemudian diterapkan dalam tataran praktis. Salah satu kitab yang menjadi pegangan wajib dalam mempelajari ilmu mantiq adalah Kitab Sulam Munawwaraq. Kitab tersebut merupakan kitab berbentuk nadham yang menjadi panduan bagi para pemula ilmu mantiq.

11.Munadhoroh

Munadhoroh adalah metode belajar yang menyerupai musyawarah atau diskusi Bersama. Fan ilmu ini menjadi salah satu program unggulan yang dilaksanakan setiap malam Senin setelah musyawarah engurus OSMA dan menjadi metode pembelajaran yang bisa membandingi 10x Balaghan kitab. Para santri biasa menyebutnya dengan kata “Tarkiban”.

12.Ilmu Ma’qulat

Ilmu maqulat ini ialah ilmu yang membahas tentang kategori-kategori yang berlaku pada sesuatu yang berwujud di alam semesta ini. Biasanya ilmu ini dikaji setiap satu tahun sekali ketika Ramadhan tiba. Dan dipelajari oleh kelas 1 dan 2 ma’had aly saja.

13.Ilmu Hadist

Ilmu Hadits (علوم حديث) yaitu Ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak.

Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Hadits, yakni ilmu yang berpautan dengan hadits, banyak ragam macamnya. sedangkan Al-Hadits di kalangan ulama hadits berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi dari perbuatan, perkataan, dan sifat”.

14.Ilmu Tafsir

Ilmu Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitab Allah yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, penjelasan mengenai makna-makna Kitab Allah, serta mengesensikan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.

15.Ilmu Usul Fiqih

Ushul Fiqh adalah Pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh secara menyeluruh dan tata cara memperoleh kesimpulan hukum darinya serta tentang kondisi yang mengambil kesimpulannya.

 

 

Penulis: Eka Nurlela

 

MUDASMAT

Mudasmat adalah singkatan dari musabaqoh dan cerdas cermat. Musabaqoh diambil dari kata سابق يسابق مسابقة yang artinya perlombaan. Musabaqoh ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu musabaqoh umum dan musabaqoh kelasan. Musabaqoh umum diikuti oleh setiap santri yang khendak mengikuti saja, sedangkan musabaqoh kelasan diwajibkan kepada seluruh santri dari tingkat i’dadiyyah sampai tingkat ma’had aly. Disamping itu panitia mudasmat menyediakan beberapa matan kitab, diantaranya alfiyah ibnu malik, lamiyatul af’al, jurumiyah, dan yaqulu. Adapun untuk musabaqoh kelasan disediakan sebagaimana tingkatannya. Dari tingkat i’dadiyah juz 30, tingkat ibtidaiyyah jurumiyah dan yaqulu, tingkat tsanawiyyah alfiyah ibn malik, tingkat aliyyah jauhar maknun dan sulamunnauroq, dan tingkat ma’had aly baiqunniyyah dan rohbiyyah. Selain itu ada musabaqoh yang menjelaskan isi dari kitab yang telah ditentukan, kitab tersebut adalah sulamuttaufiq, fathul qorib, risalah ahlussunah waljama’ah, fathul mu’in, dan kifayatul akhyar. Namun kegiatan ini hanya dilaksanakan satu kali dalam satu tahun yakni dua semester. Selain dari itu cerdas cermat juga menjadi bagian dari program unggulan yang dilaksanakan setiap akhir semester sebelum waktu ulangan tiba. Dengan adanya program ini, dalil al-quran yang menyatakan ” Berlomba-lombalah dalam kebaikan” itu telah terealisasikan. Sebab,terlihat banyak sekali santri yang ikut andil dalam memeriahkan perlombaan tersebut dengan banyaknya muthola’ah dan murojaah kitab yang akan dilombakan dari beberapa hari sebelum hari perlombaan itu tiba. Semoga dengan adanya perlombaan ini, santri yang ikut serta bisa memotivasi santri yang lainnya.

 

Penulis: Eka Nurlela

Mengenal Organisasi Nahdlatul Ulama

Apa itu Nu (Nahdlatul Ulama)?
NU (Nahdlatul Ulama) adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang telah memberikan kontribusi besar dalam sejarah dan perkembangan Islam di Nusantara. Nahdlatul Ulama adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di kota Surabaya, NU merupakan gerakan Islam yang berkomitmen untuk memperkuat ajaran Islam yang tradisional, menjaga persatuan umat Muslim, serta berperan aktif dalam pembangunan sosial dan politik di Indonesia.
NU memiliki jutaan anggota yang terdiri dari ulama, santri (murid pesantren), dan masyarakat umum. Organisasi ini memiliki ribuan pesantren di seluruh Indonesia yang menjadi pusat pendidikan agama dan sosial. NU juga memiliki peran yang signifikan dalam politik Indonesia, dengan anggota yang terpilih menjadi anggota parlemen dan terlibat dalam pembentukan kebijakan nasional.
Setelah Mengetahui apa itu NU (Nadatul Ulama) apakah Kalian tau Peranan NU di Indonesia? Untuk menjelaskan peranan NU di Indonesia, Author telah merangkumnya di bawah ini.
Berikut Peranan NU di Indonesia:

1. Latar Belakang Kemunculan NU
NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di kota Surabaya oleh sekelompok ulama yang dipimpin oleh KH Hasyim Asy’ari. Organisasi ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran akan pengaruh modernisme Islam yang muncul pada masa itu.
NU hadir sebagai gerakan yang ingin memperkuat ajaran Islam yang tradisional dan memperjuangkan kepentingan umat Muslim di Indonesia.

2. Filosofi dan Nilai-nilai NU
NU memiliki filosofi yang kuat dalam membangun solidaritas umat Muslim. Organisasi ini menekankan pada konsep “ahlussunnah wal jamaah”, yang berarti mengikuti ajaran Rasulullah dan mengutamakan persatuan umat Muslim.
NU juga menekankan pentingnya toleransi, dialog antaragama, dan menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

3. Pendidikan dan Pemberdayaan Umat
Salah satu aspek penting dari perjuangan NU adalah pendidikan dan pemberdayaan umat. NU mendirikan ribuan pesantren di seluruh Indonesia, yang menjadi pusat pendidikan agama dan sosial.
Pesantren-pesantren NU tidak hanya memberikan pendidikan agama, tetapi juga menekankan pada pembangunan karakter, pemahaman kebangsaan, dan keterampilan yang relevan bagi pengembangan masyarakat.

4. Peran NU dalam Perjuangan Kemerdekaan
NU juga berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para ulama NU memberikan dukungan moral, pemikiran, dan menggerakkan umat Muslim untuk berperan dalam perjuangan melawan penjajah.
KH Hasyim Asy’ari sendiri terlibat dalam perumusan proklamasi kemerdekaan Indonesia dan menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

5. NU dalam Era Demokrasi dan Kehidupan Sosial
Setelah kemerdekaan Indonesia, NU terus aktif dalam kehidupan politik dan sosial. Organisasi ini memiliki kehadiran yang kuat di parlemen dan memiliki peran dalam pembentukan kebijakan nasional.
NU juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, termasuk bantuan kemanusiaan, pemberdayaan ekonomi, dan pengembangan kesejahteraan umat.

6. Peran NU dalam Mempertahankan Kerukunan Antaragama
NU telah berperan penting dalam memelihara kerukunan antaragama di Indonesia. Organisasi ini aktif dalam dialog antaragama dan menjunjung tinggi prinsip toleransi dan saling pengertian antarumat beragama. Melalui upaya ini, NU telah membantu membangun masyarakat Indonesia yang harmonis dan berkeadaban.
7. Transformasi NU di Era Modern
NU terus bertransformasi menghadapi tantangan zaman. Organisasi ini berupaya menjaga relevansi dalam kehidupan masyarakat dan menghadapi perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang terus berkembang.
NU tetap berkomitmen untuk menjaga nilai-nilai Islam yang moderat, inklusif, dan menjunjung tinggi persatuan umat Muslim.

8. Penerimaan dan Pengaruh NU di Masyarakat
NU diterima secara luas oleh masyarakat Indonesia, terutama umat Muslim. Keberadaannya telah memberikan dampak yang signifikan dalam membangun kesatuan umat Muslim, memperkuat identitas keagamaan, dan menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia. NU memiliki jutaan anggota dan pendukung yang terlibat dalam berbagai kegiatan keagamaan, pendidikan, dan sosial.

9. Peran NU dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
NU memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Organisasi ini aktif dalam pembangunan nasional, menciptakan stabilitas politik, dan berkontribusi dalam merumuskan kebijakan nasional.
Keterlibatan NU dalam politik juga telah memberikan suara yang kuat bagi umat Muslim di Indonesia.

10. Masa Depan NU
NU terus beradaptasi dan berkembang untuk menghadapi tantangan masa depan. Organisasi ini akan tetap menjadi kekuatan yang menjaga persatuan umat Muslim, memperjuangkan nilai-nilai keadilan sosial, dan mendorong dialog dan kerukunan antaragama.

NU akan terus berperan dalam pembangunan masyarakat yang inklusif, adil, dan berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang rahmatan lil’alamin.
NU, sebagai warisan sejarah dan perjuangan Islam di Nusantara, akan terus menjadi pilar keagamaan dan perjuangan dalam membangun negara yang kuat dan berkeadilan. Gerakan ini mengajarkan pentingnya persatuan, keadilan, dan kedamaian dalam kehidupan beragama dan bernegara.

 

10 Macam Puasa yang Dimakruhkan

Selain ada yang hukumnya wajib seperti puasa Ramadhan dan puasa nazar, puasa juga ada yang hukumnya makruh, bahkan haram. Puasa yang makruh sendiri ada yang disebabkan oleh waktu pelaksanaannya, ada pula yang disebabkan oleh kondisi orang yang melaksanakannya. Dengan melihat kondisi orang yang melakukannya, puasa yang asalnya wajib pun bisa berubah menjadi makruh, seperti halnya puasa Ramadhan dilakukan oleh orang yang sedang sakit atau perempuan hamil, dimana sekiranya tetap ditunaikan akan mendatangkan bahaya tertentu bagi keduanya.

Kaitan dengan ini, Syekh Abu Al-Hasan bin Al-Muhamili dalam Kitab Al-Lubab menjelaskan ada 10 puasa yang dimakruhkan:

وأما المكروه من الصوم فعشرة صوم المريض، والمسافر، والحامل، والمرضع، والشيخ الفاني إذا خافوا المشقّة الشديدة، وصوم يوم الشّك، والنصف الأخير من شعبان إلا لمن صام الشهر كلّه أو كانت له عادة، وصوم يوم عرفة للحاج، وأن يتطوّع بالصوم وعليه صوم رمضان، وصوم يوم الجمعة منفردا

Artinya, “Adapun puasa yang dimakruhkan ada sepuluh, yaitu (1) puasa orang sakit, (2) puasa orang yang sedang bepergian jauh, (3) puasa perempuan hamil, (4) puasa perempuan yang sedang menyusui, (5) puasa orang yang sudah sangat renta dan khawatir ada bahaya yang cukup berat, (6) puasa pada hari syakk atau diragukan dan puasa pada separuh terakhir bulan Sya’ban kecuali bagi orang yang berpuasa dalam semua bulan tersebut atau sudah terbiasa puasa sebelumnya, (7) puasa pada hari Arafah bagi orang yang menunaikan ibadah haji, (9) puasa sunah bagi orang yang masih memiliki kewajiban qadha puasa Ramadhan, (1) puasa hari Jumat secara terpisah.” (Abu Al-Hasan bin Al-Muhamili, al-Lubab fil Fiqhi asy-Syafi’i, [Madinah: Darul Bukhari], 1416 H, jilid 1, halaman 190).

Seperti yang disinggung di atas, penyebab makruh bisa karena orang yang melakukannya, bisa juga waktu pelaksanaannya. Berdasar kutipan di atas, puasa orang sakit, orang yang bepergian, puasa perempuan hamil dan menyusui, serta puasa orang yang sudah renta, baik hukum asal puasanya wajib seperti puasa Ramadhan maupun puasa sunat, dimakruhkan karena kondisi orang yang melakukannya. Sekiranya, puasa mereka tetap dilakukan akan ada bahaya tertentu yang memperberat kondisi mereka. Artinya, jika kondisi itu tidak terjadi, maka puasa tetap kepada hukum asalnya.

Sementara puasa pada hari syakk, yakni satu atau dua hari sebelum Ramadhan dan puasa pada separuh kedua bulan Sya’ban dimakruhkan, terutama kalangan ulama Syafi’i, berdasarkan sabda Rasulullah saw.

لا يتقدَّمنَّ أحدُكم رمضانَ بصوم يوم أو يومين إلا أن يكون رجل كان يصوم صومَه، فليصم ذلك اليوم

Artinya, “Janganlah salah seorang kalian mendahului Ramadhan dengan satu atau dua hari kecuali seseorang yang biasa menunaikan puasanya. Maka berpuasalah pada hari itu,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Demikian pula halnya mengkhususkan puasa hanya hari Jumat, berdasarkan sabda Rasulullah saw. “Janganlah kalian mengkhususkan ibadah malam hanya malam Jumat atau berpuasa hanya hari Jumat, kecuali puasa yang biasa kalian jalankan.” Begitu pula mengkhususkan puasa hanya pada hari Sabtu atau hari Minggu karena merupakan hari yang diagungkan oleh umat Nasrani dan umat Yahudi.

Artinya, ketika umat Muslim hendak berpuasa pada hari Jumat, Sabtu, atau Minggu, maka harus diikuti dengan sehari sebelum atau setelahnya agar tidak menyerupai kebiasaan umat lain. Begitu pun puasa Asyura yang disunahkan Rasulullah kepada umatnya, yakni puasa sunat tanggal 10 Muharram. Hendaknya ditunaikan sehari sebelum dan setelahnya agar tidak sama persis dengan puasa Asyura umat Yahudi.  Berikutnya, puasa yang dimakruhkan adalah puasa sunat, sementara masih ada qadha puasa wajib. Sebaiknya, tunaikan terlebih dahulu puasa wajib, baru menunaikan puasa sunat.

Termasuk ke dalam puasa makruh di kalangan Syafi’i adalah puasa wishal, baik puasa yang wajib maupun sunat. Artinya puasa satu hari bersambung dengan puasa hari berikutnya, bahkan bersambung dengan puasa hari berikutnya lagi tanpa berbuka. Namun, sebagian ulama Syafi’i yang lain mengharamkan puasa ini. Menurut mereka, puasa wishal ini haram karena termasuk kekhususan Nabi saw. (Hasyiyatai Qalyubi wa Umairah, jilid II, halaman 78).

Sementara puasa dahri atau sepanjang masa tidak dimakruhkan selama berbuka pada hari-hari terlarang dan tidak khawatir ada bahaya. Sebaliknya, jika khawatir ada bahaya atau bisa melemahkan puasa fardu, puasa tersebut tetap makruh. (Hilyatul Ulama fi Ma’rifati Madzahibil Fuqaha, jilid II, halaman 176). Wallahu a’lam.

Pewarta: Fachry Syahrul

 

Menjaga Tradisi Maaf-Memaafkan dalam Kehidupan Sehari-hari

Silaturahim tidak hanya dijadikan sarana mengunjungi keluarga, sanak saudara, dan handai taulan saat Idul Fitri, tetapi juga menjadi momen penting di mana manusia yang tidak luput dari salah dan dosa untuk saling maaf-memaafkan. Dengan kata lain, silaturahim ini menuntut upaya maaf-memaafkan. Prof Muhammad Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1999) memberikan petunjuk terkait dengan sikap yang perlu dilakukan manusia dalam menghadapi seseorang yang melakukan kesalahan. Jika merujuk pada Qur’an Surat Ali Imran ayat 134, akan ditemukan bahwa seorang Muslim yang bertakwa dituntut atau dianjurkan untuk mengambil paling tidak satu dari tiga sikap dari seseorang yang melakukan kekeliruan terhadapnya, yaitu menahan amarah, memaafkan, dan berbuat baik terhadapnya.

“(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran: 134)

Lain halnya ketika seseorang yang menekadkan diri untuk tidak berbuat baik kepada yang berbuat salah kepadanya. Bahkan ia berani bersumpah untuk tidak berbuat baik terhadap seseorang yang melakukan kesalahan kepadanya. Maka Al-Qur’an menganjurkan agar ia memaafkan dan melakukan apa yang diistilahkan oleh Al-Qur’an dengan al-shafeh. Hal ini seperti yang diterangkan dalam Surat An-Nur ayat 22:

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Dari kedua ayat yang dikutip di atas, dapat dipahami bahwa sebenarnya ada tingkatan yang lebih tinggi daripada sekadar memberi dan meminta maaf (dijelaskan di bagian akhir tulisan ini). Hal tersebut akan terlihat jelas ketika seseorang memahami apa itu istilah maaf. Kata maaf  berasal dari Al-Qur’an al-afwu yang berarti menghapus, karena yang memaafkan menghapus bekas-bekas luka di hatinya, begitu pandangan Quraish Shihab.Hal itu bisa ditegaskan bahwa bukan memaafkan namanya jika masih tersisa bekas luka di hati dan jika masih ada dendam yang membara dalam hatinya.

Boleh jadi ketika itu apa yang dilakukannya baru sampai pada tahap menahan amarah. Artinya, jika manusia mampu berusaha menghilangkan segala noda atau bekas luka di hatinya, maka dia baru bisa dikatakan telah memaafkan orang lain atas kesalahannya. Oleh karena itu, syariat secara prinsip mengajarkan bahwa seseorang yang memohon maaf atas kesalahannya kepada orang lain agar terlebih dahulu menyesali perbuatannya, bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, serta memohon maaf sambil mengembalikan hak yang pernah diambilnya. Kalau berupa materi, maka materinya dikembalikan, dan kalau bukan materi, maka kesalahan yang dilakukan itu dijelaskan kepada yang dimohonkan maafnya. Prinsip tersebut juga yang menjadi syarat bertaubat seorang hamba kepada Tuhannya. Taubat menuntut penyesalan yang mendalam atas segala salah, khilaf, dan dosa yang diperbuat seorang hamba. Esensi taubat juga bukan hanya satu arah saja, yakni hubungannya dengan Tuhan, tetapi juga mengubah perilaku sosialnya di tengah masyarakat menjadi laku yang positif. Bahkan dalam urusan meminta ampunan kepada Allah atas segala kesalahannya kepada orang lain, Allah tidak akan mengampuni jika yang bersangkutan belum meminta maaf kepada orang tersebut. Jadi, keseimbangan hidup di bumi perlu diperhatikan ketika ingin memperoleh kebaikan di langit. Terkait dengan kesalahan ini, kenyataannya memang tidak mudah menyampaikannya kepada orang yang telah kita sakiti. Apalagi jika kesalahan tersebut sebelumnya tidak diketahui orang yang kita sakiti, biasanya dalam bentuk fitnah. Mungkin bukannya maaf yang kita terima tetapi justru kemarahan dan putus hubungan. Dalam hal ini, Quraish Shihab mengungkapkan doa yang dibaca Nabi Muhammad kala menghadapi situasi di atas:

Rasulullah saw mengajarkan doa: “Ya Allah, sesungguhnya aku memiliki dosa kepada-Mu dan dosa yang kulakukan kepada makhluk-Mu. Aku bermohon Ya Allah, agar Engkau mengampuni dosa yang kulakukan kepada-Mu serta mengambil alih dan menanggung dosa yang kulakukan kepada makhluk-Mu.”

Maaf-memaafkan tidak terlepas dari dampaknya terhadap kehidupan yang luas di tengah masyarakat sehingga perlu dijaga dalam kehidupan sehari-hari. Meminta maaf membutuhkan sikap ksatria untuk mengakui segala kesalahannya kepada orang lain. Hal ini berangkat dari diktum bahwa meminta maaf tak semudah memberi maaf. Namun tidak lantas bahwa memberi maaf juga persoalan mudah, karena ia menuntut kelapangan dada untuk menerima maaf orang yang pernah menyakiti hatinya. Mengingat dalamnya arti meminta dan memberi maaf, sebuah pertanyaan terlontar, adakah yang lebih tinggi tingkatannya daripada maaf (al-afwu)? Al-Qur’an mengajarkan bahwa dalam maaf-memaafkan butuh sikap ksatria dan kelapangan dada, ini benang merah yang dapat ditarik. Quraish Shihab menerangkan, tingkatan yang lebih tinggi dari al-afwu adalah al-shafhu. Kata ini pada mulanya berarti kelapangan.

Penulis: Fachry Syahrul